Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman memimpin revitalisasi Citarum. 80% sampah laut berasal dari darat melalui sungai-sungai. Sungai CItarum sebagai sungai terbesar di Jawa Barat, dengan panjang 300 KM dari hulu di Gunung Wayang hingga bermuara di Muara Gembong, Bekasi, sempat memiliki nama julukan yang tidak harum : Sungai Terkotor di Dunia.Â
Presiden Joko Widodo memerintahkan untuk membersihkan Citarum. Setelah berkali-kali menjadi bagian dari kampanye kepala daerah, pemerintah pusat mengambilalih revitalisasi Citarum. Mengembalikan sungai ini sebagai sungai yang menjadi nadi kehidupan Jawa Barat dan penyedia air minum Jakarta.Â
Citarum memiliki 21 anak sungai, tingginya debit air Citarum telah menghasilkan energi listrik melalui tiga waduk buatan di Cirata, Saguling dan Jatiluhur. Seperti tertulis diatas, Citarum juga menjadi sumber air minum Jakarta. Tapi, Citarum pada millenium ketiga jauh berbeda dengan Citarum beberapa puluh tahun silam.
Industrialisasi di Jawa Barat yang dimulai pada tahun 1980-an juga menghasilkan limbah yang mengalir di Citarum. Tidak hanya limbah industri, penambahan jumlah penduduk dan hunian juga menambah jumlah limbah domestik di Citarum. Melengkapi 'penderitaan' Citarum, hulu Citarum yang dulunya merupakan hutan lebat, mulai beralih fungsi menjadi hunian dan pertanian sayur mayur.
Tahun berganti, industri bertambah, pengawasan yang kurang, akibatnya kita mengenal Citarum seperti saat ini, kotor, bau, biota sungai kian menghilang, singkatnya, sungai yang rusak berat dari hulu hingga ke hilir.
Kali ini pemerintah mengambil alih untuk membersihkan Citarum dari hulunya.
Kebijakan yang dirancang terintegrasi dari edukasi bahaya erosi, edukasi bahaya sampah plastik, pembersihan, penegakan hukum, penataan saluran limbah (IPAL), penelitian dan riset. Â Di hulu Citarum, perlu dipersiapkan pengalihan sumber ekonomi petani sayur saat lahannya kembali menjadi hutan. Di bantaran sungai, pemulung mengepulkan sampah plastik yang hanyut di sungai, budaya sebagian besar masyarakat yang membuang sampah domestik ke sungai, apakah pemerintah Jawa Barat telah memiliki fasilitas pengolahan sampah yang memadai?Â
Pendidikan,riset, penelitian dan kajian, penegakan hukum, pembangunan fasilitas pengolahan sampah dan limbah harus berjalan bersama. Inilah yang disebut penyelesaian terintegrasi. Ini tidak mudah, tapi mungkin dilakukan. Sejauh mana niat dan pelaksanaan tugas berjalan. Ketegasan pemerintah dipertaruhkan.
Di masa yang tidak jauh, selain Citarum , masih banyak sungai lain yang perlu dibersihkan. Brantas, Bengawan Solo, Sungai Musi, Kapuas, Mahakam dan masih banyak lagi. Semuanya memerlukan penanganan terintegrasi. Semua membutuhkan dari edukasi hingga fasilitas pengolahan sampah yang mumpuni. Â Budaya pemilahan sampah, budaya daur ulang, serta pengolahan sampah modern yang bisa menghasilkan kompos dan energi listri (waste to energy).Semuanya perlu berjalan bersama. Bila ada negara sahabat yang ingin berinvestasi dibidang ini, sekarang saatnya. Bila anak bangsa telah melakukan kajian dan memiliki teknologi tepat guna yang bisa dimanfaatkan, ini waktunya untuk maju.Â
Korea Selatan sukses menata ulang  Cheonggyecheon Stream menjadi sungai yang bersih. Apakah Cheonggyecheon bisa dibandingkan dengan Citarum yang panjangnya 300 KM dengan 21 anak sungai? tentu saja Cheonggyecheon seolah tidak ada apa-apanya dibanding Citarum. Tapi, Cheonggyecheon menunjukkan, membersihkan sungai bukan hal yang tidak mungkin. Perlu kerja keras, perlu kerja sama, perlu kerja terintegrasi. Kita akan melakukannya, bersama. Kelak, kita akan mewariskan Citarum, bukan lagi sungai terkotor melainkan sungai yang bersih. Serta, bukan hanya Citarum, kita akan membersihkan sungai-sungai lain. Menjadikan Indonesia kian bersih, sehat, bermartabat dari hulu sampai hilir. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H