hujan mulai turun, saya berdiri di dalam aula sekolah sedang memperhatikan  anak  didik saya di SMPN 18 Malang yang baru saja selesai dengan kegiatan belajar mereka. Bukannya berlari ke tempat teduh atau sibuk mencari payung, anak-anak itu justru melangkah ke tengah lapangan, dengan tawa ceria dan lompatan penuh semangat  di bawah rintik hujan yang mulai deras. Ada yang seolah menari, bermain bola, dan  ada juga yang hanya berdiri diam lalu memejamkan mata seolah menikmati setiap tetes hujan yang menyapu wajah mereka. Sungguh, pemandangan ini lebih dari sekadar anak-anak bermain hujan; ini adalah ekspresi kebebasan yang murni, kepercayaan tanpa beban, dan penerimaan total terhadap apa pun yang diberikan alam.Anak-anak di SMPN 18 Malang ini tampaknya tidak peduli dengan resiko akan baju yang basah, buku yang mungkin rusak, atau bahkan kemungkinan terkena flu setelahnya. Bagi mereka, hujan adalah panggung kebahagiaan, dimana tawa bisa pecah tanpa alasan, dimana langkah kaki tidak harus ragu atau takut licin. Berbeda dengan kita orang dewasa, yang selalu khawatir, selalu berjaga-jaga, dan terkadang justru kehilangan momen berharga dalam hidup karena terlalu banyak kekhawatiran. Pernahkah kita berpikir, kapan terakhir kali menikmati hujan tanpa terburu-buru, tanpa rasa takut?
Kemarin, ketikaHujan adalah metafora kehidupan. Setiap tetesnya seperti tantangan yang datang silih berganti. Seperti masa depan yang penuh dengan ketidakpastian, kadang deras, kadang tenang, kadang membuat basah kuyup. Namun, anak-anak ini mengajarkan kita untuk berani melangkah, untuk tetap tersenyum walaupun jalan di depan terlihat basah dan licin. Mereka tidak peduli akan hal-hal yang belum terjadi. Yang mereka tahu, saat ini mereka bahagia dan mereka menikmatinya dengan sepenuh hati.
Ada pelajaran besar disini. Terkadang kita harus membiarkan hujan menghujani kehidupan kita, untuk membersihkan segala kekhawatiran dan ketakutan yang terlalu kita genggam erat. Kita harus belajar dari anak-anak yang menari di tengah hujan, yang berani menghadapi ketidakpastian tanpa rasa takut. Mereka tak pernah ragu bahwa semua akan baik-baik saja. Mereka percaya pada proses, sama seperti bagaimana kita harus percaya bahwa semua hal yang kita hadapi,baik hujan, badai, maupun kemaraupa sti memiliki alasan dan keindahannya sendiri.
Anak-anak ini menunjukkan bahwa masa depan tidak perlu ditakuti. Kita hanya perlu menjalani setiap hari dengan langkah ringan, usaha yang tulus, dan doa yang penuh harapan. Tugas kita adalah melakukan yang terbaik, lalu menyerahkan hasilnya pada Sang Pencipta. Sama seperti anak-anak yang menari di tengah hujan tanpa ragu, kita pun sebaiknya menghadapi hidup dengan rasa syukur dan keberanian. Hujan bisa jadi deras, tapi kita selalu punya pilihan untuk menari di bawahnya, alih-alih bersembunyi dan menunggu reda.
Seperti anak-anak yang menikmati momentum hujan dengan sukacita di SMPN 18 Malang, hadapilah hidup dengan keceriaan yang sama. Setiap tetes hujan, setiap tantangan, adalah bagian dari tarian besar yang disebut kehidupan. Tidak perlu takut untuk basah, tidak perlu khawatir akan yang belum terjadi. Nikmati saja prosesnya, dan lihatlah bagaimana Tuhan mengatur hasilnya dengan cara yang paling indah.
Puisi Hujan
Kala hujan jatuh tanpa ragu,
kubisikkan harap pada tetes-tetes itu.
Bukan tentang badai atau langit kelabu,
tapi tentang langkah yang takkan pernah layu.
Hujan bukanlah tanda untuk bersembunyi,
tapi panggilan agar kita berani berdiri.
Seperti anak-anak yang menari tanpa takut,
kujalani hidup dengan tawa yang tidak surut.
Masa depan mungkin tak selalu cerah,
tapi di bawah hujan, kuhapuskan segala gundah.
Dan bila rintik ini adalah ujian
aku akan menari tanpa beban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H