Mohon tunggu...
Fatma Elly
Fatma Elly Mohon Tunggu... -

fatma elly, umur 63 th. 20-11-1947. ibu rumah tangga tapi senang juga menulis. pendidikan akademi hubungan internaional.untag. jakarta.islam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ramadhan, Beginikah Kau Selalu?

13 Agustus 2010   00:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:05 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

RAMADHAN, BEGINIKAH KAU SELALU? Oleh: Fatma Elly RAMADHAN sudah tiga hari. Bulan ini para tukang jahit kewalahan menerima pesanan jahitan baju. Maklum orang saling berlomba menyambut Ramadhan dan Idul Fitri, dengan hal-hal yang serba baru. Ingin terlihat lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Baik dari segi makanan untuk berbuka, yang semakin menambah pengeluaran biaya rumah tangga. Maupun dari keinginan untuk mempercantik atau memperindah rumah dengan mengecatnya, atau bahkan mengganti alat-alat rumah tangga, seperti seperangkat kursi sofa, karpet dan permadani, lampu-lampu krista, kulkas atau lemari es, TV atau home theatre. Ya apa sajalah, yang dirasakan manusia-manusia berlebihan harta terasa perlu. Agar bisa lebih dipandang mereka yang lain, apalagi saingan dalam perlombaan kebanggaan dan kesombongan. Supaya dianggap sebagai orang-orang yang berharkat tinggi, karena kepemilikan ekonomi yang berlimpah ruah. Tak peduli apakah itu hasil korupsi manipulasi, atau hasil-hasil tidak halal lainnya. Misalnya makelar kasus, yang sekarang ini ramai dibicarakan orang. Melibatkan orang-orang yang berkedudukan tinggi dalam hirarki jabatan yang dipegangnya. RUPANYA PRINSIP MACHIAVELLI, ajaran dari buku “Il Principe” nya; tujuan menghalalkan segala cara dalam sistem politik skular liberalnya itu, sudah dianut banyak Negara dan para pejabat. Bahkan menjalar menjadi virus yang menyebar dalam budaya korupsi, kolusi dan nepotisme mereka. Menderitalah sang rakyat jelata, dalam ketimpangan yang terlihat dan menganga, di antara mereka yang miskin dan kaya. Di antara para pengusaha, konglomerat sebagai pemilik perusahaan, bahkan berbagai perusahaan, produser barang industri, dengan para pengusaha kelas tinggi dan menengahnya. Bahkan, dengan para pedagang kecil, dengan kepemilikan modal yang serba terbatas, meski ada pinjaman kredit berbunga rendah. Apalagi dengan para pedagang kaki lima. Yang sering terkena gusur, dan main petak-umpet dengan para aparat yang berwenang menertibkan hal tersebut. KEADAAN EKONOMI semakin ruwet, bilamana sang pengusaha atau pedagang besar itu, lalu melakukan penimbunan barang di gudang, dalam sistem atau strategi monopoli yang mereka anut, untuk pada suatu saat yang tepat, bila mekanisme pasar berjalan tidak stabil dan pincang, terjadi ‘demandcurve. Sedang permintaan banyak karena kebutuhan, lalu timbunan barang tersebut dikeluarkan,  harga pun melonjak tinggi! Padahal Al Qur’an telah mengingatkan: “………………, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…..” (QS 59:7) IRONI DAN TRAGINYA, setiap menjelang Ramadhan, harga barang dan makanan melonjak. Jauh-jauh sebelum Ramadhan datang, kadang-kadang sudah diumumkan bahwa harga BBM, atau listrik akan dinaikkan. Sehingga belum sampai pada waktu hari H kenaikan, para pedagang dan pengusaha sudah ramai-ramai menaikkan harga barang dagangannya. Suatu kesempatan bagi mereka untuk bisa mendapatkan keuntungan yang berlebih. Maklum saja, dunia saat ini dikuasai oleh sistem liberalisme kapitalisme. Dimana mereka ingin mecari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya, dan bebas di dalam aktifitas dagangnya. RASUL SAW. yang juga sebagai pedagang, bekerja membawa barang dagangan Siti Khodjah binti Khuwailid dari Mekkah ke Syam, menghasilkan keberkahan di atas barang dagangannya. Jujur, tidak serakah,  di dalam mengambil atau memperoleh keuntungan. Memegang amanat yang diembannya sebagai patner kerja atau karyawan/pegawai dengan baik. Penuh tanggung jawab. Mencontohkan tentang kebaikan kejujuran dalam perdagangan dengan memperhatikan segi kehalalannya melalui kata-kata. Peringatan dan pernyataannya, seperti ini: "Orang yang paling dirundung penyesalan pada hari kiamat ialah orang yang memperoleh harta dari sumber yang tidak halal lalu menyebabkannya masuk neraka." (HR Al- Bukhari) Dan telah memprediksi tentang keadaan akhir zaman dimana orang tidak lagi memperdulikan harta yang diperolehnya itu, halal atau haram. "Akan datang bagi manusia suatu zaman dimana orang tidak peduli apakah hartayang diperolehnya halal atau haram." (HR. Al Bukhari) RUPANYA Ramadhan di samping disambut dengan gembira oleh orang-orang yang beriman, tapi dapat juga membuat pusing para ibu. Apalagi sang suami. Para bapak sebagai tulang pungung pencari dan pemberi nafkah bagi keluarga. “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…….(QS 4:34) BERTAMBAH PENING lagi kepala, jika istri merengek-rengek untuk memakai pakaian dan perhiasan baru untuk berlebaran. Dan anak-anak harus mendapatkan bagiannya pula. Belum lagi rengekan untuk memperbaiki rumah. Mengecat dan mempercantiknya. Padahal kondisi rumah dan dinding, masih baik, belum waktunya untuk dicat dan renovasi. Hanya sekedar melampiaskan nafsu-nafsu duniawi secara lahiriah. Semenatara Allah telah memperingatkan agar mereka jangan terbawa dan mengikuti hawa nafsu dan langkah-langkah setan. Sebagai musuhnya yang selalu mengajak pada ketidakbaikan itu. “…………….. , dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah…….’ (QS 38:26) “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS 2:168) Dan kalau suami tidak bisa memenuhi keinginannya, tak segan-segan ia akan melakukan sesuatu untuk memperolehnya. Misalnya meminjam pada keluarga atau teman yang kiranya bisa memberikan atau memenuhi selera kebutuhannya itu. Atau, kalau memang ia memiliki keterampilan tertentu, bulan puasa dimana manusia lebih ditekankan untuk beribadah yang lebih intens, dipakai untuk mencari uang! Berdagang atau apa saja yang kiranya bisa menambah kocek dan memenuhi keinginan. Keluargapun jadi terlantar. Pada saat berbuka, makanan atau minuman manis, belum siap dimasak atau terhidangkan. Suami menjadi berang karena melihat dan mengetahui istri keseringan jalan dan tidak di rumah! Hingga waktu-waktu atau hari yang semestinya dipergunakan sebaik-baiknya untuk ibadah, mendapatkan keridaan Allah, diberikan rahmat, dikabulkan doa, berkah, pengampunan, melepaskannya dari dosa dan neraka, malah tidak menghasilkan apa-apa selain haus dan lapar saja. "Barangsiapa tidak dapat meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta (waktu berpuasa) maka allah tidak membutuhkan lapar dan hausnya. (HR. Al Bukhari) "Mungkin hasil yang diraih seorang shoim (yang berpuasa) hanya lapar dan haus dan mungkin hasil yang dicapai seorang yang salat malam (Qiamul-lai) hanyalah berjaga." (HR. Ahmad dan al Hakim) SASARAN DAN TUJUAN dari Ramahan dan puasa untuk menjadikan mereka orang-orang bertakwa, yang bisa membedakan antara yang hak dan batil, memiliki ‘furqaan’, menjadi kehilangan fungsi! “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS 2:183) “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS 8:29) TRAGINYA lagi, dalam menyambut Ramdhan, bukan mereka merasa senang dan bersyukur. Melatih, mendidik, mengajar dan  membina diri agar menjadi orang-orang yang bertakwa, malah seakan terbebani. Ya salah satunya karena itulah. Memikirkan dan membutuhkan hal-hal yang bersifat lahiriah bendawi atau materi, ketimbang rohani dan ukhrawi. Meski orang-orang beriman lainnya,  menyambut kedatangan Ramadhan dengan ibadah sebagai manifestasi iman. Walau agak juga sedikit  bingung, di atas kenaikan harga kebutuhan pokok itu. Maklum, secara manusiawi mereka tak terlepas dari pemikiran ke arah itu. Sekarang, setiap Ramadhan, orang-orang muslim, rakyat jelata nan miskin, dibuat bingung. Baik karena himpitan ekonomi yang membelit dada, ditambah lagi oleh adanya kenaikan-kenaikan kebutuhan primair/pokok rumah tangga dan keluarga. PADAHAL, alangkah baiknya, bilamana sekedar menenangkan para muslim, orang beriman di dalam melakukan aktifitas ibadahnya, ya mbok ditenangkan dengan tidak menaikkan harga barang dan makanan serta kebutuhan lainnya. Rasul SAW.., selalu menggembirakan para sahabatnya di dalam menyongsong datangnya Ramadhan dengan menyatakan dan menghiburnya seperti ini: “Telah datang bulan Ramadhan kepadamu. Bulan yang penuh berkah dimana Allah menyelubungimu. Pada bulan ini Dia menurunkan rahmat-Nya, menghapuskan dosa dan mengabulkan doa. Dia menyaksikan perlombaanmu pada bulan ini dan membanggakanmu di hadapan para malaikat-Nya. Oleh karena itu perlihatkanlah kepada Allah kebaikan pada dirimu, karena sesungguhnya orang-orang yang celaka itu ialah orang yang tidak mendapatkan rahmat pada bulan ini.“ Nah, kalau harga melambung tinggi, konsentrasi beribadah yang baik dan lurus, kan bisa jadi terganggu. Karena pikiran bisa menerawang dan melantun kepada kebutuhan yang terasa susah dan sulit untuk terjangkau. Padahal sangat dibutuhkan. Sembako dan sebagainya, bagi rakyat kecil adalah kebutuhan primair. Dan untuk memenuhi ini saja juga sudah terasa mencekik leher. Apalagi yang skundair dan seterusnya itu. Jangankan daging yang sudah 65-70.000 perkilo itu, untuk kelas teri dan sayur bening saja, sudah serba bingung. Bagaimana ibadah bisa menjadi khusuk? Bukankah Ramadhan aspek terbaik untuk melakukan berbagai kegiatan yang bermanfaat, selain puasa, salat dan baca Al Qur'an saja? TENTUNYA kita tak menginginkan hal itu terjadi. Tidak mendapatkan rahmat-Nya dan menjadi orang-orang yang celaka! Sebaliknya, mengharap sekali agar Iedul Fitri, mengejawantah kembali dalam kesucian fitrahnya yang sejati. Sebagai manusia takwa yang dimuliakan Allah! Kami sambut kedatanganmu wahai Ramadhan dengan penuh pengharapan... dan kami ucapkan selamat! ‘Amiin…ya Rabbal 'alamiin... Wallahu a’lam. Duhai, bagaimana mereka yang berada di gambar itu, di dalam menghadapi dan memasuki bulan puasa Ramadhan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun