oleh: fatma elly “Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan.” (QS Al Jaatsiyah, QS 45:22) Jadi tidak sesuatu ciptaan yang sia-sia. Sebagaimana ungkapan ayat di bawah ini: “……: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia……(QS Ali ‘Imran, QS 3:191) Bahkan diri kitapun diciptakan bukan untuk main-main. “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesunguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS Al Mukminuun, QS 23:115) Kalau kita menjadari bahwa ada tujuan di dalam Allah menciptakan langit dan bumi, dan tujuan tersebut adalah tujuan yang benar, apakah kita hanya mengisinya dengan main-main? Dengan ketersiaan dan ketidakmanfaatan? dengan prinsip dan filosofi; mumpung lagi hidup, ayolah bersenang-senang. Jadilah hedonis dan konsumeris. Rauplah kepuasan. Belanjalah ke Mall! Belilah segala macam barang produk baru hasil teknologi mutakhir! Berbanggalah dengan kepemilikan barang baru hasil teknologi modern di rumah kita. Biar orang menjadi terperangah. Kagum akan kekayaan dan kepemilikan kita terhadap barang-barang baru yang wah itu! Rumah megah. Mobil beberapa buah, dan mewah pula. Eksistensi diakui. Diri dipandang. Kedudukan dihormati. Mendapat pujian: “Wah, bapak atau ibu anu itu, kaya banget. Konglomerat. Rumahnya megah. Mobilnya mewah dan banyak. Sedan baru, merk terkenal, harganya selangit. Perabotan rumah nya juga serba mewah. Modern. Buatan luar negeri. Mahal-mahal lagi.! Wah hebat banget!” Ujar mereka yang melihat seraya terkagum-kagum. Baik dari kalangan keluarga sendiri, kerabat ataupun teman-teman. Dan senanglah mereka para pengejar harta dan keuntungan serakah dalam menjual, oleh sistem kapitalis liberalisme yang mereka anut! Menguasai ekonomi global dalam global trade yang mereka lakukan, di atas landasan era global, dengan globalisasi informasinya yang tak dapat dibendung! Sementara di sekelilingnya, tidak jauh dari batas areal komplek rumah-rumah gedongan yang meninggi di atas bukit tanah ketinggian itu, berderetlah bangunan petak. Rumah-rumah rakyat jelata. Gubuk reyot setengah papan. Di tanah atau gang-gang becek akibat banjir, Di mana kanan kirinya got-got mampet, mengisi airnya dengan nyamuk-nyamuk demam berdarah. Dan para penghuninya, dengan tubuh berpeluh, nafas terengah, senin kemis mencari sesuap nasi untuk mendapatkan makan. Demi hanya sekedar bisa mengisi perut dari serangan lapar! Sedang di komplek perumahan gedongan elite, tinggallah orang-orang kaya atau pangkat, yang bersatus koruptor, manipulator, konglomerat hasil berkolusi dan berkolaborasi. Bernegosiasi, berkoneksi dengan menyogok sana sini. Menipu kanan kiri, menghembat menyikat ke sana ke mari. Duduk nyaman bersandar asyik di mobil ber ac sejuk. Menikmati lagu-lagu kehidupan dengan musik instrumentalia, dikendarai dan disetir sang sopir pribadinya! Sementara sang rakyat kecil dan jelata, yang tinggal di petak dan gubuk-gubuk, yang sewaktu-waktu, kalau perlu, rumahnya bisa digusur karena alasan jalur hijau, tanah Negara atau sudah disertifikasi oleh pengusaha konglomerat setempat, atau kalau belum dan tidak, ya dibeli dengan harga murah untuk dibangun tambah menjadi perumahan orang-orang kaya lainnya, atau dibangun untuk fasilitas jalan tol pula, bagi pemilik kendaraan aktifitas si sang pengusaha! Begitulah prbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin, di Negara yang berpenduduk dua ratus empat puluh jutaan jiwa! Bertanah luas serta subur dengan segala jenis tumbuhan, barang tambang, dan lautan yang dipenuhi aneka ikan, udang, cumi, serta hasil laut lainnya!! Tragi dan ironinya, jika tinggal di kampung atau di desapun, akan membawa dampak kebingungan dan kegelisahan yang sama. Betapa tidak? Tidak punya lahan, menyebabkan mereka menggarap sawah atau ladang milik orang lain. Sehingga tidak mendapat apa yang semestinya mereka dapati, sebagai hasil kerja secara wajar. Memiliki ladang atau sawahpun, kadang dikejar dan dimakan para tengkulak. Belum lagi datang serangan hama. Atau hujan terus menerus. Kekeringan akibat tidak turunnya hujan, tanah menjadi tidak subur. Bahkan bisa retak. Meski ada irigasi untuk pengairan. Sedang anak tidak dapat sekolah karena tidak memiliki biaya. Kalaupun dapat, karena ada ‘unsur gratis dan bebas biaya spp’, tapi bagaimana bisa beli buku dan alat tulis? Ongkos berangkat sekolah, uang saku atau jajan, belum lagi untuk masuk SMU dan Perguruan Tinggi!? Wah, bukan main, jadi barang mewah! Apalagi jika tidak memiliki kepintaran dengan angka-angka perolehan nilai tinggi yang membanggakan, tentu saja susah dan sulit untuk mendapatkan pendidikan! Belum lagi kalau sudah selesai jadi sarjana, orientasinya kemana? Sistem dan tujuan pendidikan serta unsur-unsur pendidikannya tidak menunjang ke arah itu. Ilmu dan pendidikan atau pengetahuan, bukan digunakan untuk membangun dan ikut membantu mencerdaskan kehidupan bangsa dan Negara dengan rasa tanggung jawab dan akhlak yang baik, iman yang dalam, kuat sesuai agama, malah digunakan hanya untuk mencari status jabatan, kedudukan; sesuatu yang bersifat finansial material. Mecari kesenangan dan kebahagiaan semu di balik ilmu yang dimiliki. (itupun kalau pekerjaan seperti itu masih bisa didapat atau peroleh, di tengah pengangguran yang melanda) kalau tidak, kemana mereka akan mencari dan bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarganya? Macam-macam penderitaan rakyat, terlihat dan terdapat di mana-mana di negeri yang kaya barang tambang, emas, minyak, bahkan kabarnya uraniumpun terdapat di Papua! Selain perkebunan, pertanian dan perikanan. (kalau digarap benar-benar secara efektif jujur dan efisien demi kepentingan dan peruntukan rakyat, alangkah beruntungnya!) Begitulah perbedaan mencolok antara si kaya dan si miskin, meski ada peroyek mercu suar seperti bangunan bertingkat pencakar langit, dengan berbagai fasilitas hiburan, rumah sakit, perkantoran, sekolah, perguruan tinggi, bahkan bisa memproduksi pesawat terbang dan mobil, di Negara yang berpenduduk dua ratus empat puluh jutaan jiwa. Bertanah luas serta subur dengan segala jenis tumbuhan, barang tambang, lautan yang dipenuhi aneka ikan, udang, cumi, serta hasil laut lainnya, melilit kebingungan dan kelinglungan rakyatnya!! YA Allah, mau kemanakah kita? dan siapakah mereka? padahal jelas suatu saat ajal itu datang. Kematian merenggut jiwa. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga, sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya. Keinginan hidup seribu tahun lagi, kalau sekiranya bisa, tentu meraka akan bayar. Semahal apapun harga kehidupan itu ditawarkan, mereka akan beli Asal terlepas dari kematian! “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati….. ……….” (QS Ali ‘Imran, QS 3: 185) “Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang muysrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya dari siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS Al Baqarah, QS 2:96) LALU, apakah mereka tidak tahu, bahwa tujuan hidup ini untuk apa? Padahal jelas al Qur’an telah menyatakan? “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS Adz Dzariyaat, QS 51:56) Dan bahwa mereka harus selalu berada di jalan yang lurus, dengan kemurnian ketaatan di dalam mencari keridaan-Nya. Sekaligus untuk beribadah, menyembah, berbakti kepada-Nya dengan mengesakan, tanpa mempeserikatkan-Nya dengan sesuatu apapun! “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS al Bayyinah, QS 98:5) “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukannya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak suka orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS An Nisaa’, QS 4:36) “Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah;……” QS Al Baqarah, QS 2:207) Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukan termasuk orang-orang yang musyrik. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (QS Al An ‘Aam, QS 6: 161-163) Wallahu a’lam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H