LALU BAGAIMANA pula, jika Freud masih membandal dan berpendapat, bahwa dalam perjalanan pemerintahan akal di masa depan, kepercayaan agama harus dikesampingkan?
Bahwa dalam jangka lama, akal dan pengalaman harus menaklukkan agama beserta seluruh kontradiksinya?
Akal atau sains harus menaklukkan imajinasi (ilusi).
Dan berpendapat; Hanya sains yang sanggup memberikan pengetahuan tentang realitas eksternal, dalam pandangan Freud.
Hanya akal (logos) yang dapat menjadi pembimbing.
LALU salahkah penulis, kalau pada awal tulisan ini, telah menginformasikan bahwa: “Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain tipuan belaka.?” (QS 4:120)
YA. MEREKA TERTIPU. Tertipu oleh syetan di atas khayal mereka, karena telah menafikan dan meniadakan realitas metafisika di atas fisika thok! yang mereka anggap sebagai sesuatu yang bisa diyakini dan dipercaya keberadaannya karena bisa diindera. Bisa dibuktikan dengan metode ilmiah.
Sehingga melupakan yang lainnya, yang juga merupakan suatu realitas!
Jangankan Allah sebagai Dzat gaib dan tak dapat dicerna atau dicerap indera penglihatan atau pendengaran dan sebagainya lagi (QS 6:103), maka jiwa atau ruh, serta udara pun, tak bisa mereka cerap dan buktikan lewat indera penglihatan atau pendengaran!
Sehingga akibat ketidakberhasilan mengobati penyakit kejiwaan itu dengan terapi psiko analisanya, psikolog yang lainpun mulai kembali menerapi dan mengobatinya dengan terapi keagamaan. Seperti Thomas Agosin, William James, David Larson, dsbnya..
Bahkan, terapi para sufi yang jiwanya tenang karena selalu mengingat Allah, (QS 13:28) lebih manjur dan membawa jiwa tersebut pada ketenangan diri!
DAN JIWAPUN tidak mengalami stress yang berkepanjangan. Yang membuatnya jadi gila, dalam kegoncangannya yang merawankan! Bahkan, tega melakukan bunuh diri. Berlaku zalim dan bodoh terhadap diri sendiri, sebagaimana yang telah dilakukan oleh psikolog yang tegang dan frustrasi dengan diri dan kehidupannya itu. Di atas peradaban yang menghimpitnya!
WALLAHU A’LAM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H