SEDANG MANUSIA sebagai makhluk paling sempurna bentuk tubuhnya dari makhluk lainnya, (QS 95:4) yang diberikan akal serta sarana biologis, fisiologis, psikologis serta petunjuk Dienul Islam dan contoh teladan terbaik Rasulnya SAW. (QS 3:19, QS 5:3, QS 33:21), merasa tidak ditekan ataupun tertekan. Tidak dipaksa di dalam dan untuk melakukan pemilihan tersebut. Baik oleh apa yang dinamakan kekuatan instink gelap Id maupun Superego. Sebagaimana gambaran di atas!
Al Qur’an menginformasikan tentang adanya tiga struktur jiwa di dalam diri manusia. Yaitu nafsu yang cenderung dan menyuruh kepada kesenangan-kesenangan. Kesalahan-kesalahan. Perbuatan dosa. Melakukan yang haram serta berbuat kejahatan. ( QS 12:53 di atas).
Di samping juga ada nafsu/jiwa yang bersifat mengontrol. Menyesali diri atas perbuatan buruk yang dilakukan dan sekaligus menegurnya:
“dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri.” (QS 75:2).
AKAL SEHAT yang selalu berpikir dan merenung di atas kefungsiannya yang diperankan dengan baik, sebagai gambaran dari nurani atau fitrah diri yang selalu ingin berada dan mencari kebenaran/ agama/Dien Allah (QS 7:172, QS 30:30, QS 51:20-21, QS 30: 8-9, 17:36, 3:19, 5:3) maka suatu saat, dengan kesadaran diri selaku manusia atau insan yang mulia, (QS 17:70) paham dan mengerti serta ingin mencari rida Allah dalam tujuan perjalanan kehidupannya, melakukan aspek ketaatan atas segala perintah dan aturan-Nya di atas landasan keikhlasannya menjalani aspek agamanya dengan lurus, (QS 98:5), akhirnya akan membawanya pada jiwa yang tenang. (Q S 89: 27-30) Yang kemudian mendapat penghargaan dari Allah, dengan dipersilahkan-Nya masuk ke dalam surga-Nya.
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yag puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS 89:27-30)
YANG KITA PERTANYAKAN; KENAPA HAL ITU bisa terjadi? I
Seperti kita ketahui, di dalam Al Qur’an jelas terlihat, bahwa manusia diberi potensi untuk meluruskan jiwanya di atas kepemilihan bebasnya itu!
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS 91:7-10)
TERNYATA, KESADARAN diri dan kemauan kuatlah yang mendasari seseorang untuk memilih jalan yang baik dari jalan yang buruk. Jalan ketakwaan dari pada kefasikan. Bukan pengaruh bawah sadar atau sebagainya itu, yang membuatnya dapat melihat dan mengetahui serta membedakan. Mengikuti apa yang baik dan menguntungkan bagi dirinya tersebut!
JADI, bukan kegilaan sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian psikolog modern, semacam Sigmund Freud dan kawan-kawannya itu, terhadap pilihan seseorang terhadap agama. Apalagi tuduhan tadi, lahirnya dari orang yang titik pandang dan analisanya di latar belakangi oleh keateisan!
Ketidakpercayaan terhadap agama.
Di saat suatu agama di abad pertengahan, dengan institusi gereja dan para pendetanya, telah begitu mengecewakan mereka! Di mana ilmu yang mereka temukan, bertentangan dengan apa yang dimiliki para petinggi agama tersebut.