Mohon tunggu...
Fatma AzzahraNuraini
Fatma AzzahraNuraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengatasi Tantangan dan Mengoptimalkan Implementasi Kurikulum Merdeka Untuk Pendidikan di Indonesia

29 Desember 2024   23:46 Diperbarui: 29 Desember 2024   23:46 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumentasi Pribadi

Pendidikan merupakan salah satu pilar utama pembangunan suatu bangsa, dan kebijakan kurikulum adalah fondasi yang menentukan arah dan kualitas sistem pendidikan tersebut. Di Indonesia, kurikulum telah mengalami berbagai perubahan seiring perkembangan zaman dan dinamika sosial. Saat ini, Kurikulum Merdeka menjadi kebijakan terbaru yang diimplementasikan oleh pemerintah untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada kurikulum  sebelumnya  dan  sebagai  perbaikan  kualitas sumber  daya  manusia dengan berbagai pembaruan yang bertujuan untuk menciptakan generasi pelajar yang adaptif, kreatif, dan memiliki daya saing global. Kurikulum Merdeka membawa konsep pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat utama. Hal ini ditandai dengan fleksibilitas dalam pembelajaran, di mana sekolah diberi kebebasan untuk merancang kurikulum sesuai dengan kebutuhan siswa. Pendekatan ini relevan dengan tuntutan abad ke-21 yang membutuhkan individu-individu yang adaptif, berpikir kritis, dan mampu bekerja dalam tim. Selain itu, pengurangan jumlah materi ajar di Kurikulum Merdeka memberikan ruang lebih besar bagi siswa untuk mendalami konsep-konsep penting, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan tidak hanya berorientasi pada hafalan. Orientasi  kurikulum  merdeka  adalah  menumbuhkan  bakat-bakat  perserta  didik  yang  selama  ini  di rasakan  belum  maksimal  dalam  proses  pengaplikasikan  pembelajaran  terutama  dalam  pemanfaatan teknologi  dalam  proses pembelajaran  dan  di  dalam  kurikulum  merdeka  menitik  beratkan  semua proses  pembelajaran  berdasarkan  terpusat  pada peserta  didik  yang  mana  guru  sebagai  fasilitator dalam  proses  pembelajaran  dan  penekanan  pembelajaran  berdifirensisasi merupakan  ciri  khas  dari kurikulum  merdeka. Selain itu, dengan adanya  penerapan Profil Pelajar Pancasila sebagai landasan pendidikan juga merupakan langkah positif. Dengan menanamkan nilai-nilai kebangsaan, kemandirian, dan kreativitas, kurikulum ini bertujuan untuk mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berkarakter kuat.

Namun, di balik konsep idealnya kurikulum merdeka, implementasi Kurikulum Merdeka tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi. penekanan kurikulum ini pada pembelajaran yang fleksibel dan berpusat pada siswa, yang membutuhkan guru dengan kompetensi pedagogis yang tinggi. Sayangnya, tidak semua guru siap menghadapi perubahan ini. Banyak di antara mereka belum mendapatkan pelatihan yang memadai untuk memahami filosofi Kurikulum Merdeka dan menerapkannya secara efektif di dalam kelas. Kesiapan guru dalam memanfaatkan teknologi juga menjadi kendala, karena sebelumnya sebagian besar guru jarang menggunakan perangkat pembelajaran berbasis teknologi. Padahal, tujuan penggunaan teknologi dalam proses pembelajaran adalah untuk meningkatkan daya tarik dan keterlibatan siswa. Selain itu, proses adaptasi guru terhadap tuntutan Kurikulum Merdeka juga menjadi hambatan, terutama bagi mereka yang berusia lanjut atau yang kurang termotivasi untuk memahami dan menerapkan dimensi-dimensi Profil Pelajar Pancasila di kelas. Oleh karena itu, diperlukan dorongan dan peningkatan kompetensi guru untuk memastikan keberhasilan implementasi kurikulum ini. Akibat dari tantangan-tantangan tersebut, beberapa guru cenderung kembali menggunakan metode tradisional yang tidak sesuai dengan prinsip Kurikulum Merdeka. Selain itu, pendampingan kepada sekolah dalam mengimplementasikan kurikulum ini masih sangat terbatas, terutama di daerah terpencil yang seringkali kekurangan arahan dalam merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebijakan baru. Kesenjangan infrastruktur pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan juga menjadi hambatan serius. Banyak sekolah di daerah terpencil masih kekurangan fasilitas dasar, seperti akses internet, laboratorium, perpustakaan, dan ruang kelas yang memadai. Padahal, Kurikulum Merdeka menuntut adanya integrasi teknologi dan sumber belajar yang bervariasi. Ketimpangan ini menyebabkan implementasi kurikulum tidak dapat dilakukan secara merata. Selain itu, filosofi Kurikulum Merdeka yang menekankan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) dan eksplorasi mandiri sering kali menjadi tantangan bagi siswa. Siswa yang terbiasa dengan metode pembelajaran pasif atau yang berorientasi pada instruksi guru mungkin mengalami kesulitan beradaptasi. Hal ini dapat menciptakan kesenjangan baru di kelas, di mana siswa yang lebih mandiri cenderung lebih menonjol dibandingkan siswa yang membutuhkan bimbingan lebih intensif.

Untuk mengatasi tantangan dalam implementasi Kurikulum Merdeka, diperlukan berbagai upaya dalam mengatasi tantangan yang dihadapi. Pertama, peningkatan kompetensi guru harus menjadi prioritas melalui pelatihan intensif dan berkelanjutan seperti webinar, workshop yang mencakup tentang Kurikulum Merdeka, pembelajaran berbasis proyek, serta penggunaan teknologi. Program pendampingan oleh mentor berpengalaman dan pemberian insentif seperti sertifikasi juga dapat meningkatkan motivasi guru atau tenaga pendidik untuk mempelajari, terutama bagi mereka yang kesulitan beradaptasi dengan kurikulum merdeka saat ini. Kedua, penguatan infrastruktur pendidikan sangat penting, khususnya di daerah terpencil, dengan menyediakan akses internet, ruang kelas layak, laboratorium, dan perpustakaan. Penggunaan perangkat offline dan kemitraan dengan pihak swasta juga dapat mempercepat pengadaan fasilitas. Ketiga, pemerintah perlu menyediakan panduan teknis yang aplikatif serta meningkatkan pendampingan langsung oleh tim kurikulum untuk membantu sekolah merancang pembelajaran sesuai prinsip Kurikulum Merdeka. Dalam mendukung pembelajaran berbasis proyek, penting bagi guru untuk memulai dengan proyek-proyek sederhana yang dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa. Selain itu, pembentukan kelompok belajar kolaboratif akan membantu siswa yang membutuhkan lebih banyak bimbingan. Guru juga perlu memastikan bahwa proyek yang diberikan bervariasi, sehingga dapat disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan siswa yang berbeda. Evaluasi Kurikulum Merdeka harus difokuskan pada proses pembelajaran, bukan hanya hasil akhir. Observasi kelas, wawancara dengan guru, dan survei siswa dapat digunakan untuk menilai sejauh mana penerapan kurikulum ini berjalan. Untuk memastikan Kurikulum Merdeka berhasil, penting agar semua pihak yang terlibat guru, siswa, dan orang tua memiliki pemahaman yang sama tentang tujuan dan manfaat kurikulum ini. Agar pemahaman ini tercapai, perlu ada sosialisasi yang menyeluruh, seperti diskusi, pelatihan, dan lokakarya. Melalui kegiatan ini, guru akan lebih siap memahami peran mereka sebagai pembimbing yang membantu siswa belajar dengan cara yang lebih kreatif dan mandiri. Siswa juga akan lebih siap menghadapi pembelajaran yang lebih fleksibel dan berbasis proyek. Orang tua perlu diberikan informasi agar mereka dapat mendukung proses belajar anak-anak mereka dengan cara yang lebih mendalam, bukan hanya fokus pada nilai akademis. Dengan cara ini, semua pihak akan lebih siap untuk bekerja sama dan mewujudkan tujuan dari Kurikulum Merdeka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun