Mohon tunggu...
fatma ariyanti
fatma ariyanti Mohon Tunggu... Buruh - Citizen

Point of view orang ke-3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berbohong Lebih Susah Daripada Jujur

19 Agustus 2024   19:39 Diperbarui: 19 Agustus 2024   19:42 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berapakah intensitas anda berbohong dalam sehari?

Ditanya kabar, bilangnya baik-baik saja padahal tidak.

Ditanya bahagia atau tidak, jawabnya iya-iya aja padahal tidak.

Ditanya sudah sarapan, mengangguk, padahal belum

Di dunia yang penuh dengan pressure dan membuat mental kita lelah ini tanpa sadar kita sering berbohong, berbohong pada orang lain bahkan kepada diri sendiri. Karena kita ingin membohongi diri sendiri, makanya jadi lihai berbohong di depan orang lain. Apakah anda percaya kalau ada kebohongan yang baik? Apa anda percaya dengan kata-kata 'berbohong untuk kebaikan?' entahlah saya sendiri kadang percaya itu, namun ketika mengingat bahwa itu bukanlah akhlak terpuji saya jadi ragu.

Di artikel ini saya ingin membahas mengenai alasan mengapa berbohong sebenarnya lebih susah dari pada jujur.. Orang yang sering tampil di muka umum biasanya lihai dalam berbohong, seperti public speaker, orang yang profesinya memerlukan akting, seperti aktor, idol, selebriti, publik figure termasuk para pejabat.

Orang biasa hanya berbohong di mulut tapi tidak ekspresi dan gesture mereka. karena itu mereka tidak bisa menyembunyikan kebohongan 100% . namun beberapa orang memang sangat lihai mengontrol seluruh gesture dan ekspresi wajah mereka. Dan bisa dipastikan orang yang seperti ini memiliki dua kemungkinan, ia memiliki EQ yang tinggi atau dia adalah orang licik. Keduanya sulit dibedakan, rata-rata orang licik memang cerdas, mereka mudah mengontrol emosi serta gesture seolah-olah apa yang mereka katakan adalah fakta. Tujuan orang licik seperti ini biasanya digunakan untuk orasi provokasi, mempengaruhi orang lain. Salah satu yang bisa kita ambil contoh adalah Hitler, pimpinan Nazi ini tak bisa dipungkiri memiliki kecerdasan intelegensi sekaligus kecerdasan emosional yang tinggi. Ia adalah contoh dari tokoh cerdas namun licik sebagaimana dirinya dikenang oleh seluruh dunia sebagai pemimpin sekaligus penyebab perang dunia ke II. Tokoh yang positif bisa kita ambil contoh dari presiden pertama kita yaitu Bapak Ir. Soekarno. Dilansir dari laman Kumparan, beliau adalah pemimpin kharismatik yang mampu memotivasi, menggerakkan, mengarahkan, mengajak, menuntun dan jika perlu memaksa untuk melakukan sesuatu. Saya tidak bermaksud menyamakan Hitler dan Soekarno, maksud saya di sini adalah entah pemimpin yang memiliki niat buruk atau pun niat baik, mereka biasanya memiliki kecerdasan di atas rata-rata serta mampu menjaga stabilitas emosi, gesture serta ekspresi ketika berbicara di hadapan banyak orang. Dan ini bisa kita ambil contoh dari pemimpin-pemimpin terkenal dunia, entah tokoh jahat atau tokoh baik. Mereka sama-sama lihai dalam berbicara entah itu fakta atau tidak.

Jadi saya memiliki pendapat bahwa berbohong sebenarnya lebih sulit dilakukan dari pada berkata jujur apalagi kalau tidak terbiasa. Berbeda lagi jika seorang tersebut memiliki kelainan kepribadian seperti psikopat dan bipolar atau seorang kriminal. Bagi orang yang secara mental dalam keadaan sehat dan bukan kriminal, kegiatan 'Berbohong' kadang-kadang mudah mudah susah untuk dilakukan, tergantung seberapa berat kebohongan itu sendiri. Contohnya, saya sering naik bis, dan biasanya kalau ada mas-mas godain, tanya-tanya terus tentang nama saya siapa lah, alamat saya, kerja apa bla bla bla tentu saja saya tidak nyaman. Jadi saya selalu berbohong perihal identitas saya, biasanya saya menggunakan nama palsu, toh nanti saya atau dia kalau turun dari bis, tidak bertemu lagi kan, pikir saya begitu. Jadi saya terbiasa berbohong kalau diganggu di tempat umum. Namun berbeda kalau misal saya tidak pernah mencuri uang kemudian saya mencuri, kebohongan memberi nama palsu dan kebohongan mencuri tentu saja berbeda. Saya mungkin akan gugup meski tidak ditanyai, panik dan cemas apalagi kalau itu pertama kali mencuri. Ini hanya contoh ya, saya tidak benar-benar mencuri kok.

Kesimpulannya, kalau kamu sering berbohong tentang suatu hal, kamu akan keterusan dan terbiasa bahkan sampai lihai dan cakap melakukannya. Namun kalau baru pertama kali, itu akan jadi sangat menegangkan apalagi kebohongan bukanlah hal yang baik untuk dilakukan. Karena itulah ada sebuah pepatah mengatakan 'Tidak ada kebohongan yang sempurna' dan 'Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga'.

Tanpa kamu sadari ada beberapa gesture dan ekspresi khas yang biasanya dilakukan ketika berbohong. Namun itu tergantung dengan kebiasaan orang itu, juga bisa berbeda antara laki-laki dan perempuan. Seperti; pupil mata tidak akan bisa berhenti bergetar, terlalu sering berkedip, bibir yang terlipat ke dalam, sering menyentuh tengkuk kepala biasanya laki-laki, memainkan jari atau rambut di belakang telinga biasanya perempuan, menggigit kuku, melirik ke arah kiri terus menerus, mengalihkan pandangan ketika diajak bicara, sering pura-pura tidak ngeh kalau diajak bicara seperti 'gimana?' 'eh apa-apa tadi?' 'ehmmm apa?'. Karena itu dalam kepolisian ada yang namanya psikologi forensik, dimana bertugas untuk mencari celah-celah kebohongan yang disembunyikan para kriminal ketika diinvestigasi. Kemudian alat populer yang biasanya mengalirkan listrik untuk mendeteksi kebohongan yang dipakai di telapak tangan. Saya lupa namanya apa, tapi cukup populer. Cara kerjanya telapak tangan cukup ditempelkan di alat itu lalu kita diberi pertanyaan setelah menjawab alat itu akan menyengatkan listrik yang membuat terkejut kalau terdeteksi berbohong. Alat itu sendiri tidak bisa akurat, karena yang dijadikan patokan adalah denyut jantung, biasanya kalau berbohong bikin deg degan sehingga denyut jantung meningkat. Sedangkan setiap orang kadang ada yang memiliki kecepatan denyut jantung yang berbeda, sehingga alat ini tidak begitu akurat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun