Mohon tunggu...
fatma ariyanti
fatma ariyanti Mohon Tunggu... Buruh - Citizen

Point of view orang ke-3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Untuk Apa Sebenarnya Kuliah?

16 Agustus 2024   19:08 Diperbarui: 16 Agustus 2024   19:08 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ngapain sih sekolah tinggi-tinggi?"
"Kuliah buat apa sih? Buang-buang duit aja."
"Kalau sudah lulus juga sama-sama susah cari kerjanya."


Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak pantas dipertanyakan. Namun karena -mohon maaf- masih banyak orang, yang tidak mengerti esensi dari sebuah pendidikan dan menuntut ilmu, terutama masayarakat yang masih kolot, saya ingin artikel ini lebih mudah dicerna bagi semua kalangan. Ini merupakan hal yang sering saya tekankan pada banyak teman, entah yang benar-benar tanya atau hanya melempar olokan pada saya.


Saya hidup di desa yang mana masih banyak pemikiran kolot seperti menuntut ilmu sampai ke perguruan tinggi bukanlah hal yang bermanfaat. Jadi mudahnya, opini saya lebih khusus untuk masyarakat Indonesia sendiri. Walaupun pendidikan merupakan salah satu hal yang kalau dijelaskan simpel tetap banyak yang tidak paham.


Sistem pendidikan yang tertinggal


Kenapa kuliah itu penting? Alasan pertama adalah pendidikan Indonesia masih menggunakan sistem yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Maksud kasarnya adalah, pendidikan Indonesia ini tidak mencetak cendekiawan, penemu, pemikir, melainkan tidak lain tidak bukan adalah mencetak generasi pekerja. Sampai batas lulusan secara fisik namun bukan secara mental.


Kita bandingkan dengan Sekolah Menengah di negara maju. Sekolah Menengah Atas seperti SMA, SMK dan MA ya, belum perguruan tinggi, mereka memiliki sistem untuk membuat peserta didik mengenal diri mereka sendiri. Potensi, bakat, minat, kesadaran diri, etika, adab, moral, komunikasi, sosialisasi, serta kehidupan bermasyarakat. Mereka mendahulukan pengajaran dasar untuk survive di kehidupan sehari-hari. Sedangkan sistem pendidikan kita. Mengutamakan pengetahuan dan informasi, tetapi peserta didik tidak diberitahu cara mengolah informasi. Seperti kamu diberi ikan cuma-cuma, tanpa dikasih tahu bagaimana cara menangkap ikan di sungai.


Yang ingin saya sampaikan adalah, lulusan sekolah menengah, usia antara 16-19 tahun, yang seharusnya perlu bersiap untuk usia genting memasuki 20-an, kita tidak tahu mau ngapain. Bakat kita apa, tidak memiliki hobi kecuali scroll tiktok dan sibuk meninggalkan komentar buruk di sosial media. Adab dan etika minim, pengetahuan juga tidak pinter-pinter banget, tidak mendalami hobi atau bahkan tidak memiliki hobi!
Apakah ini salah masyarakat? Tentu kita semua ikut andil, walaupun akar dari pendidikan yang tertinggal bukan hanaya salah masyarakat, melainkan negara kita yang menomorsatukan korupsi.


Membangun Kesadaran Diri (Critical Thinking)


Klise memang, mengapa? Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan dimana kesadaran diri kamu akan meningkat pesat. Tapi apa yang menyebabkan kita tidak berpikir kritis saat masih berada di bangku sekolah? Mengapa saat sudah berada di umur Life Quarter Crisis kita baru merasakan bahwa apa yang kita lakukan sia-sia di sekolah selama ini? Alasan kuatnya adalah kita tidak dibangun untuk memiliki pikiran kritis saat masih berada di bangku sekolah. Kamu masih disetir! Dan kamu tidak sadar kalau disetir!

Sebelumnya saya pernah menulis tentang Indonesia yang masih Krisis Literasi dan Apa itu Literasi Sebenarnya. Disini saya menjelaskan dengan mudah pentingnya membaca. Membaca apapun! Apakah masih worth it walau kita membaca tapi tidak memahami? TENTU SAJA WORTH IT.

Jika kamu membaca di usia dini dan tidak paham dengan apa yang kamu baca, it's ok. Kamu masih punya banyak waktu. Usia 7 tahun membaca, usia 10 tahun membaca, usia 13 tahun membaca, membaca terus tapi tidak memahami, it's ok Tetapi di usia remaja dan menginjak usia dewasa muda, kamu akan terbiasa. Yang jadinya tidak paham akan memahami. Baca apa saja! Tidak ada yang rugi dari membaca, percayalah!


Literasi masih terus dikobarkan di sekolah-sekolah menengah ke atas, itu saja sudah miris. Usia 16-19 tahun masih tidak bisa memahami apa yang dibaca padahal kita sudah mengenal alphabet sejak TK, bukankah itu miris? Saya pun menyinggung diri saya sendiri, karena saya dan kita semua adalah hasil dari sistem pendidikan Indonesia yang tertinggal ini.


Di negara maju, mereka mampu berpikir kritis bahkan sejak SD. Mereka tahu alasan mengapa mereka belajar, mereka tahu alasan mereka belajar mata pelajaran A, B, C dan seterusnya. Tetapi yang duduk dibangku sekolah menengah di Indonesia, masih bingung, mengapa harus belajar Matematika. Kalian ingat apa yang dikatakan orang kolot? "MATEMATIKA KAN TIDAK BERGUNA NANTI KALAU BUAT CARI KERJA." Sungguh rasanya ingin menangis.

Seolah, kita ini sekolah buat mencari kerja, mencetak buruh, mencetak kuantitas sumber daya manusia yang rendah, yang nantinya juga ikut beranak pinak yang menghasilakan keturunan buruh juga. Miris dan menyedihkan.


Kualitas dan Kesejahteraan Profesi Guru


Peserta didik di sekolah merupakan subjek ke dua setelah guru. Mengapa saya sebut begitu? Saya mengambil jurusan pendidikan dan saya makin menyadari bahwa semakin buruk sistem pendidikan, semakin tidak berkualitas guru dan semakin tidak berkualitas guru, semakin tidak berkualitas peserta didik, dan semakin tidak berkualitas peserta didik, maka jangan harap bangsa ini siap maju. Kalaupun ada, akan kalah kuantitasnya dengan, mohon maaf, yang kolot. Belum lagi ditambah dengan kebijakan pemerintah yang aneh-aneh

.
Di Indonesia, profesi guru menurut saya, SANGAT DILECEHKAN. Padahal kemajuan bangsa terletak pada generasi muda, dan generasi muda berkulitas dapat dihasilkan dari guru yang berkualitas. Selalu menjadi isu utama dalam pendidikan. Gaji guru dan kesejahteraan mereka. Dibahas dimana-mana. Itupun tidak membuat pemerintah bergerak. Saya merasa selama guru masih dilecehkan, sampai kapanpun Indonesia masih akan terus menjadi negara mundur dan tidak bisa maju.

Karena maka dari itulah kita perlu mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi. Karena apa? Lah pendidik saja tidak dihormati, apalagi orang biasa? 


Kesimpulan


Tiga alasan teratas menjadi penyebab utama, mengapa kita perlu menjajaki pendidikan yang lebih tinggi, karena sekolah menengah saja tidak cukup. Kalau di luar negeri yang sudah maju, mungkin tidak separah di negara kita. Tetapi beda cerita jika ini adalah negara kita tercinta.


Jika kamu membaca sejarah, banyak tokoh penting yang merupakan lulusan luar negeri, atau perguruan tinggi bagus yang notabenenya dulu masih minim yang kuliah tinggi.


Mudahnya pendidikan di Indonesia itu bisa dijelaskan seperti ini.


Di negara maju:
SD: Adab dan etika
SMP: pengetahuan dasar, literasi dan bakat
SMA: pengetahuan lanjut, keahlian dan jati diri
Kuliah: keahlian dan persiapan profesi


Di Indonesia
SD-SMP-SMA : Materi dan Ujian
Kuliah : Adab, etika, pengetahuan dasar, literasi, bakat, pengetahuan lanjut, keahlian, jati diri, keahlian dan persiapan profesi.


Semuanya baru kita sadari di perguruan tinggi, karena apa? Karena berpikir kritis masyarakat kita masih sangat lemah. Merasa salah jurusan lah, tidak tahu bakatnya apalah, merasa sia-sia lah, bahkan ada yang masih bingung kenapa kuliah. Lucu sekali bukan? dan petanyaan-pertanyaan krusial lain yang seharusnya sudah terjawab dulu saat semasa sekolah. Dan naasnya tidak ada yang cukup mampu memberitahu, bahkan guru sekalipun tidak tahu cara menjawabnya.


Saya belajar jenis-jenis sistem pendidikan terbaik di berbagai negara maju, seperti Finlandia, Inggris, Norwegia, Swedia, Singapura dan negara maju lainnya. Dan satu fakta menyedihkannya adalah, saking bagusnya sistem pendidikan mereka, sampai-sampai tidak mampu diterapkan di Indonesia. 


Para kapitalis tidak membutuhkan isi otak kita, melainkan tubuh kita sebagai pekerja, sebagai buruh, dan begitu seterusnya. Itulah hasil pendidikan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun