Saya tidak menggeneralisasikan, namun orang yang lahir di keluarga kaya raya dengan didikan orang tua yang toxic, maka akan menghasilkan anak yang toxic pula. Misalnya, jangan berteman dengan orang miskin, menjadi sempurna di semua bidang, orang yang derajatnya di bawahnya tidak perlu dihargai dan didikan salah lainnya. Ditambah dengan keadaan finansial yang seolah unlimited, jadi si anak ketika dewasa akan merasa sangat powerful tanpa suatu cela apapun. Ia tumbuh menjadi pribadi yang dingin dan sulit menghargai orang di bawahnya.
Saya kepikiran untuk menulis ini karena ingat beberapa kali pernah dihujat orang secara terang-terangan di depan wajah saya. Tetapi saat menilik kisah hidupnya sepertinya dia juga menjalani kehidupan yang berat. Tapi seberat apa hidup orang yang namanya menghina atau mencaci maki orang lain yang tidak sangkut pautnya dengan hidup anda, tetaplah salah.Â
Tidak ada yang sempurna dalam hidup. Saya yang awalnya marah malah jadi kasihan banget sama dia. Hidupnya pasti kurang bersyukur dan kurang bahagia sampai menghujat orang kayak gitu. Saya berharap mereka segera sembuh sebelum jadi sampah masyarakat apalagi tabungan dosa bagi orang tuanya.
Jadi apakah orang toxic sadar dirinya toxic? Kemungkinan besar iya, jika dia memiliki cukup pendidikan. Dan mengapa dia menjadi toxic, setiap orang pasti berbeda. Dan mengapa dia mempertahankan sifat toxic saat sadar itu nggak baik, juga pasti berbeda setiap orang. Namun untuk alasan apapun, sifat toxic biasanya susah hilang pada diri seseorang.
Sudah menyatu dengan kepribadian dan sulit disadari. Dan prinsip hidup saya sama seperti Suga bahwa "hujatan itu batu loncatan." Supaya hidup jadi auto lebih positif. Sama seperti perokok, orang toxic tidak bisa habis, tapi bisa dikurangi.
5.12.21
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H