Mohon tunggu...
fatma ariyanti
fatma ariyanti Mohon Tunggu... Buruh - Citizen

Point of view orang ke-3

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jika Kita Abadi

26 Desember 2021   11:09 Diperbarui: 26 Desember 2021   11:29 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makanan apa yang tidak akan bosan kamu makan selama 100 tahun? (kecuali makanan pokok)
Baju apa yang tidak akan bosan kamu pakai selama 100 tahun? (kecuali pakaian dalam)
Kira-kira apakah kamu akan bosan main ponsel selama 100 tahun?
Tidak mungkin.
Kamu pasti bosan.
Entah makanan enak, pakaian nyaman, dan main ponsel, pasti akan ada waktu dimana kamu jenuh dan bosan.
Usia normal manusia sulit mencapai 3 digit meskipun ada beberapa orang yang mencapainya di zaman ini. Itu pun bisa dihitung dengan jari. Meski mengetahui kenyataan itu, kita yang disebut-sebut kaum rebahan, masih saja rajin bermalas-malasan, entah itu beribadah, bekerja, belajar, menolong orang lain dan lain sebagainya, pokoknya ada saja dimana kita masih sering malas. Padahal usia kita tidak panjang. Apalagi kalau kalau manusia itu abadi. Apa yang akan kaum rebahan lakukan? Tidur sepanjang hari, netflix sepanjang hari, makan fastfood sepanjang hari, hemmmm.... sepertinya itu agak masuk akal.
Saya pernah beberapa kali menemukan di sosial media mengenai ilmuwan luar negeri yang katanya mengembangkan semacam konsep 'keabadian' terhadap manusia. Mereka berencana membuat sel-sel manusia yang mati, regenerasi dengan bantuan obat serta teknologi jitu dan sebagainya. Jujur, saya merasa ngeri sekaligus lucu. Jika manusia abadi, menurut saya akan ada  lebih banyak ketidakuntungan daripada keuntungannya, tentu saja saya melihat dari sudut pandang masyarakat awam, bukan ilmuwan. Karena manusia yang dianggap 'dibawah rata-rata' bagi banyak orang, tidak bisa lagi disebut sebagai sampah masyarakat, melainkan polutan bumi. Kriminal, psikopat, orang bodoh dan orang cerdas yang lupa etika akan menguras kesehatan bumi. Jika orang jenius makin banyak, orang licik akan makin banyak pula. Bahkan sekarang pun juga begitu, semuanya serba seimbang antara yang baik dan yang buruk, seperti Yin dan Yang. Bumi yang sudah semakin berpolusi, di darat, air dan udara, sudah cukup lelah menampungnya, namun kini ada satu tambahan lagi (jika manusia abadi ada) yaitu polusi manusia.
Ada sekitar 7 miliar orang di bumi, dan masing-masing orang membutuhkan makan, setidaknya 1-3 kali sehari, membutuhkan pakaian, rumah, kebutuhan dan lain-lain. Sumber daya alam ada yang bisa diperbaharui, ada yang tidak bisa diperbaharui. Tapi bagaimana jika manusia abadi? Ilmuwan masa depan mungkin akan bertengkar dengan ilmuwan masa lalu yang menciptakan serum keabadian, "Ini bumi udah makin sesak, njir. Mana manusia kagak bisa abis lagi". Itu berarti jika kita abadi, kita kemungkinan akan menderita di masa depan, karena akan ada tekanan lonjakan tak terhingga dari semua sektor.seperti kekurangan sumber daya alam, inflasi ekonomi, dan bahan-bahan pokok semakin sulit didapat, kesemrawutan politik, perang ideologi, semua masalah ini yang awalnya sudah banyak, malah semakin banyak, karena manusia tak bisa mati. Seolah krisis moneter menghantui sepanjang tahun.
Namun dari apa yang saya dapatkan dari informasi bebas di sosial media, disebutkan bahwa tujuan ilmuwan menciptakan obat keabadian, adalah demi membangkitkan kembali orang-orang penting di dunia ini. Entahlah, saya kok jadi kepikiran teori zombie di film-film, hehe. Dimana berasal dari hasrat manusia yang menginginkan keabadian dan kebangkitan manusia yang sudah mati, sehingga muncul entah itu obat atau alat untuk membuat kembali hidup namun tidak bisa murni seperti sebelumnya (keadaan sebelum mati). Saya sepertinya agak percaya dengan itu, bukan zombie nya melainkan jika hidup kembali tidak akan seperti sedia kala, pasti ada perubahan entah dari segi bentuk maupun karakteristik.
Lupakan tentang zombie, bagaimana reaksi planet kita tercinta, bumi, jika kita abadi? Area lapang sudah sesak, sekarang makin sesak, tidak akan ada yang namanya keluarga kecil karena nenek moyang masih akan hidup di masa depan, sumber saya alam terus diperah, sulit seimbang dengan sumber daya manusia yang bisa diperdayakan, Ideologi dan peperangan sudah banyak, kini harus menampung ideologi baru dan itu pun tak bisa dihapus karena sang pemilik ideologi tak bisa mati,  Iya kalau ideologinya bagus, bagaimana jika berakhir seperti Hitler, kiamat sudah. Sedang orang-orang semacam Hitler pun tidak bisa kita prediksi dengan cepat, maksud saya Hitler awalnya pun orang baik-baik dengan semangat juang yang tinggi, namun berjalannya waktu, dengan kekuasaan di tangannya, dan pola pikirnya yang berubah, semuanya juga berubah, bahkan ideologi dan prinsipnya. Bagaimana jika suatu hari saya berkoar-koar tentang demokrasi, saya dipuja banyak orang, saya menyebarkan ideologi keadilan ke orang orang, namun ditahun berikutnya, saya mulai memanipulasi orang, tentu itu tidak akan terdeteksi betapa liciknya saya, dan bayangkan jika saya (adalah orang semacam itu) terus berada di bumi, memperkeruh masyarakat dan menimbulkan peperangan entah langsung maupun tak langsung, masih hidup untuk beratus-ratus tahun ke depan, bagaimana nasib bumi kita? Saya mungkin akan jadi serakah atau lebih buruknya mengaku tuhan atau nabi atau dewa atau apalah itu. Inilah kenapa saya sebut tadi dunia tidak akan seimbang.  Lebih banyak manusia yang abadi, maka akan ada lebih banyak bencana di masa depan. Membayangkannya saja saya sudah ngeri, negara awut-awutan karena banyak yang mengaku terlahir sebagai pemimpin dan tidak ingin tinggal jabatan, presiden mungkin tidak cukup satu orang. Saya miris dengan negara yang masih banyak perang seperti di Timur Tengah, apa jadinya jika ilmuwan benar-benar menemukan obat regenerasi sel manusia? Kini semua orang, kelompok, komunitas akan berebut mendapatkannya, benar-benar menyeramkan. Orang-orang licik akan menggunakannya untuk keburukan, dan untuk manfaatnya, saya sendiri tidak tahu, atau lebih tepatnya belum menemukan. Menurut saya biarkanlah orang-orang yang sudah sampai waktunya, pergi dan bebas dari hiruk pikuknya dunia, dan biarkanlah yang sudah mati tenang dan damai di alamnya sendiri. Jika pun kita sebagai manusia membutuhkan orang yang bermental, berisi, dan seluar biasa itu, kita cukup menunggu. Pasti akan ada anak manusia yang lahir yang diciptakan sebagai pengganti orang-orang hebat.
Dokter A hebat pada masanya, sehingga ingin dibangkitkan, bukankah lebih baik jika menunggu anak manusia hebat lainnya yang suatu hari akan lahir? Pasti akan ada ganti, tidak mungkin dunia ini sepenuhnya dipenuhi orang-orang biasa, pasti orang-orang hebat yang pada masanya itu, akan ada gantinya di masa yang berbeda. Bayangkan jika Napoleon Bonaparte kembali hidup, bukankah menyedihkan melihatnya kebingungan ketika orang-orang memegang alat kecil nan tipis di genggaman tangan? Saya tidak bisa membayangkannya.
Topik manusia abadi juga cukup rentan jika disandingkan dengan topik agama dan kepercayaan. Namun saya tidak membagi pandangan saya tentang hal itu. Saya hanya merasa kurang setuju dari segi sains, kultur budaya, sosial, ekonomi, psikologi bahkan politik. Apalagi dari segi psikologi, banyak yang ingin saya tuliskan lagi, mengenai persepsi kenangan, ingatan masa lalu dan batas memori manusia. Jika manusia abadi, kenangan indah tidak akan ada harganya, dan kenangan buruk akan terus-terusan diingat, kita semakin tidak menghargai orang lain karena mereka tidak bisa mati. Jika kita menengok diri kita sebagai seorang anak, harusnya kita takut dan khawatir mengenai usia orang tua kita, kita akan bekerja keras karena usia yang makin bertambah. Tapi itu akan berbeda jika kita abadi.
Akan ada banyak hal yang berharga menjadi biasa saja. Pekerjaan makin menumpuk, stres dan depresi berkepanjangan, alih-alih senang karena abadi, mungkin kita malah berkeinginan mati. Sama seperti uang, semakin banyak yang dicetak, hingga berlebihan, nilai mata uang akan anjlok, hingga menjadi sangat murah. Begitu juga manusia. Seperti kata para sastrawan, yang indah itu yang memiliki awal dan akhir, memiliki pertemuan dan perpisahan. Semaunya akan menjadi kenangan berharga pada waktunya, abadi bukanlah solusi. Entah bagaimana pandangan anda mengenai manusia abadi.
Jadi jika anda ingin abadi, mudah saja. Menulislah, dan anda akan abadi dalam karya.
Sekian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun