Di antaranya ada buku ensiklopedi favorit saya, biografi (seniman, pahlawan, ilmuwan) dan buku pengetahuan lain, sedang yang saya baca di tempat ada novel, komik dan cerita bergambar. Meski begitu saya senang karena petugas itu mengabulkannya meski cuma saya pengunjungnya.Â
Hari-hari setelahnya saya benar-benar rajin membaca. Bahkan ibu saya menasihati untuk beristirahat, karena khawatir saya akan terserang minus.
Sayangnya hari-hari membaca banyak buku itu tidak berlangsung lama, sebulan setelah saya rajin datang sebuah malapetaka menghampiri desa, itu adalah bencana banjir.Â
Saya ingat bahwa malam kami sekeluarga mengungsi adalah ulang tahun saya ke 14. Orang orang desa mengungsi berminggu minggu termasuk saya dan ya... sudah seperti yang dibayangkan.Â
Semua buku di perpustakaan itu tak terselamatkan, sisanya terendam dan tak bisa dibaca. Saya sendiri pun tak bisa menyelamatkan sekitar 4 kardus buku milik saya.Â
Saya kehilangan hampir 90 persen buku. Saya benar benar frustasi saat itu. Setelah itu perpustakaan tutup dan saya pun tak berharap tinggi akan ada perpustakaan baru lagi.
Dan beruntungnya perpustakaan itu buka kembali, saya sempat membantu petugas merapikan dan menatap buku di rak karena kebetulan ada pendonasi yang memberi buku sekitar satu mobil pick up dan itu banyak sekali.Â
Mata saya berbinar melihatnya. Petugas sering memuji saya sebagai anak cerdas karena suka membaca, dan saya akui saya senang saat itu.
Namun seminggu kemudian, di suatu siang saat pulang sekolah saya mengunjungi perpustakaan. Ada sebuah tulisan tangan tertempel di pintu utama yang ditutup bahwa perpustakaan ini akan ditutup untuk seterusnya.Â
Saya sangat terkejut dan takut dan suatu haru saya melihat petugas itu di jalan dan saya bertanya kenapa perpustakaan tutup padahal kemarin ada banyak buku yang datang dan petugas perempuan itu menjawab.
"Tidak ada pengunjung kecuali kamu. Atasan meminta saya menutupnya. Maaf saya tidak bisa mempertahankannya untukmu."