Aksi mahasiswa turun ke jalan untuk mendemo Jokowi sudah seperti ritual tahunan yang tak pernah sepi perhatian. Setiap kali ada demo besar, media langsung ramai memberitakan: "Mahasiswa ini menuntut Jokowi mundur, suara mahasiswa Indonesia!" Tapi, seberapa benar sih klaim ini? Apakah semua mahasiswa sepakat menentang Jokowi? Atau hanya segelintir kelompok mahasiswa yang lagi ikut-ikutan?
Dan dengan segala perbincangan tentang politik dinasti dan figur-figur kontroversial seperti Jokowi, yang tak kalah bikin penasaran, pertanyaan tentang mahasiswa dan pandangan mereka jadi semakin menarik untuk dibahas. Apakah mahasiswa benar-benar terpisah dari kepentingan politik, atau malah mereka juga dipengaruhi oleh polarisasi politik yang sedang berkembang?
Politik Dinasti: Apakah Mahasiswa Jadi Korbannya?
Coba deh perhatiin, akhir-akhir ini politik Indonesia kayak lagi seru-serunya punya tokoh-tokoh yang siap mengguncang panggung, termasuk anak-anak dan keluarga politikus yang terus terjun ke dunia politik. Kita sebut aja politik dinasti. Kenapa itu penting? Karena ini menyentuh langsung ke mahasiswa. Ketika anak-anak politikus atau calon pejabat besar mencoba masuk ke dalam dunia politik, kadang kita jadi lupa kalau mahasiswa itu bukan cuma pengikut atau pelengkap. Mereka harus punya suara, mereka bukan robot yang bisa disetir seenaknya.
Apalagi, dengan munculnya sosok-sosok seperti Jokowi, yang sempat jadi sorotan setelah mendukung Jokowi dan terlibat dalam beberapa kegiatan politik, beberapa kalangan mulai menilai bahwa suara mahasiswa mungkin tidak sepenuhnya bebas dari pengaruh politik. Jokowi, sebagai figur yang sempat mendapatkan perhatian dalam pemilihan lokal, memperlihatkan betapa politik dinasti bisa mempengaruhi keputusan-keputusan di tingkat daerah, yang ternyata juga mencuat dalam politik nasional.
Apakah ini berarti mahasiswa yang mendukung Jokowi terjebak dalam pusaran politik dinasti? Bisa jadi. Tapi, kita harus ingat, pandangan politik mahasiswa itu nggak sesederhana itu. Meskipun di luar sana banyak yang menganggap mahasiswa hanya menjadi alat politik bagi kelompok tertentu, ada juga yang masih berpegang teguh pada prinsip mereka sendiri, dan itu bukan salah.
Mahasiswa yang Memilih Membela Jokowi: Bukankah Mereka Juga Punya Hak?
Sementara sebagian besar mahasiswa mungkin berteriak "Jokowi turun!" dengan slogan yang bertebaran di berbagai demo, ada juga mahasiswa yang memilih untuk membela kebijakan Jokowi. Kok bisa? Bukannya Jokowi selama ini banyak dicap sebagai penguasa yang memimpin dengan cara otoriter? Tentu, bisa jadi pandangan ini muncul karena mereka menilai, meskipun ada banyak kekurangan, kebijakan Jokowi soal infrastruktur dan bantuan sosial ternyata memberikan dampak yang positif bagi banyak orang, termasuk mereka yang masih berjuang di kampus dengan segala keterbatasan.
Jangan lupa juga, dengan berbagai isu yang muncul belakangan seperti kasus-kasus di daerah yang melibatkan politik dinasti dan dominasi figur-figur politik lokal beberapa mahasiswa mungkin memilih untuk berpihak pada pemerintah, melihatnya sebagai bentuk stabilitas dalam sistem yang ada. Di sisi lain, ada yang merasa bahwa Jokowi adalah simbol dari "keberanian" menghadapi sistem politik yang mapan, meski itu berarti melawan dinasti politik.
Jokowi dan Pengaruhnya terhadap Mahasiswa: Sebuah Dilema
Nah, ngomong-ngomong soal Jokowi, di sini kita bisa melihat bagaimana politik dinasti itu meresap ke dalam dunia mahasiswa. Jokowi yang berasal dari politik dinasti dengan jaringan yang luas di pemerintahan sering kali dihadirkan sebagai bagian dari perjuangan menanggulangi ketidakadilan sosial yang sudah bertahun-tahun berakar. Namun, apakah hal ini bisa diterima dengan bijak oleh mahasiswa? Atau apakah mereka justru merasa diikat oleh jaringan politik yang sudah terlanjur "terpolarisasi"?