Ditahannya Motivator sekaligus pemilik Sekolah Selamat Pagi Indonesia Julianto Eka Putra ternyata belum menjadi akhir dari perjalanan panjang kasus tersebut. Drama tentang kasus pelecehan seksual yang dilakukannya ternyata belum berakhir. Pasalnya pada 25 Juli 2022 di Platform Podcast Deddy Corbuzier Hotma Sitompul selaku kuasa hukum terdakwa mengungkapkan bahwa adanya rekayasa dibalik kasus tersebut. Hotma Sitompul sebagai kuasa hukum terdakwa kasus pelecehan dan kekerasan seksual, Julianto Eka Putra, mengatakan segala tuduhan yang ditujukan pada kliennya harus disertai dengan bukti konkret.
"Kamu fitnah kalau bilang 'kamu cium saya' tapi nggak ada bukti," kata Hotma Sitompul saat hadir di Podcast Close The Door milik Deddy Corbuzier dikutip Senin (25/7/2022).
Deddy Corbuzier kemudian berandai-andai. Jika peristiwa pelecehan itu tidak terjadi, dia tak yakin korban bisa melakukan kebohongan tanpa ada dalang di belakangnya.
"Kenapa tidak dikasih tahu saja dari awal ada yang merekayasa?" tanya Deddy Corbuzier kepada Hotma.
Dengan tegas, Hotma mengatakan memang ada dalang di balik tuduhan pelecehan seksual tersebut. Selama ini sosoknya belum terungkap karena memang tak ada yang bertanya saja.
Kita tahu bahwa ditahannya terdakwa dilakukan setelah adanya gelombang desakan yang besar dari publik yang tergerak setelah beberapa konten di media sosial yang mengungkap pengakuan dari korban terdakwa. Sebelum adanya konten-konten tersebut proses hukum JE berjalan alot dan terkesan sangat lambat. JE bahkan dapat menghirup udara bebas walau ketika status dirinya sebagai terdakwa. JE juga melakukan intimidasi terhadap saksi sebelum persidangan. Pelaku disebut mengimingi-imingi keluarga korban dengan berbagai fasilitas. Namun, semua usaha JE dari mulai menyewa pengacara mahal bermarga batak(yang kita semua tidak meragukan kualitasnya), menggerakkan siswa sekolahnya untuk membelanya sampai upaya mengintimidasi korban semuanya runtuh seketika hanya karena sebuah konten di media sosial.
Namun ibarat Hatake Kakashi yang dapat meniru jutsu lawan, pihak terdakwa pun meniru jurus yang sama digunakan oleh korban untuk menjatuhkan dirinya. Yah, jurus itu bernama"opini publik". Kita tahu di serial spanyol money heist opini publik sangat mempengaruhi proses penangkapan geng professor. Sang professor dan pihak kepolisian sama-sama bersaing untuk merebut opini publik. Professor yang menggunakan sandra dan paham anti kapitalisme sebagai tameng dan pihak kepolisian yang berusaha keras mencari identitas perampok dan mencari-cari kesalahan lalu menggorengnya merupakan suatu bentuk pertarungan untuk mendapatkan keberpihakan dari publik.
Pihak kuasa hukum JE mengungkapkan bahwa adanya rekayasa pada kasus kliennya bukan di persidangan melainkan di Podcast Deddy Corbuzier. Lalu bagaikan gayung bersambut berita bahwa istri terdakwa juga muncul di media sosial untuk menyangkal perbuatan suaminya dengan kalimat-kalimat dan ekpresi yang mengundang simpati serta empati penontonnya(meskipun dia menolak menyebut itu).
Dalam hal ini majelis hakim harus menyadari bahwa apa pun yang dikomunikasikan atau didengungkan di ruang publik mengandung beberapa elemen framing atau pembingkaian sesuai kepentingan masing-masing. Majelis hakim harus mampu menemukan satu fakta di tengah tumpukan dan desakan opini yang menyertainya. Kejernihan, kecerdasan, pengalaman, serta keimanan majelis hakimlah yang sangat-sangat menentukan untuk memutuskan kasus ini.
Semoga kasus ini dapat segera diputuskan dengan seadil-adilnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H