Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki beragam agama, suku, ras dan golongan. Keberagaman tersebut yang membuat Indonesia menjadi salah satu negara multicultural yang dikenal dunia. Namun tidak jarang keberagaman tersebut menjadi factor terjadinya konflik perpecahan di negeri ini. Konflik Poso, Sampar, Tanjung Balai, dan Sampit merupakan contoh konflik yang disebabkan karena adanya perbedaan. Sikap tidak saling menghargai perbadaan menjadi benih-benih timbulnya perpecahan. Konsep Bhineka Tunggal Ika yang selalu digadang-gadangkan harus terus diajarkan dan ditanamkan kepada anak-anak kita. Sehingga sikap saling menghargai bisa tumbuh dengan baik, dan menjadi penangkal terjadinya konflik.
Dalam dunia pendidikan kasus yang disebabkan oleh keberagaman dan perbedaan sering terjadi. Belum lama viral kasus perundungan anak berkebutuhan khusus yang dialukan anak SMA di wilayah Cirebon sampai menarik perhatian Gubernur Jawa Barat. Siswi SMA di Depok yang beragama Nasrani diharuskan untuk memakai jilbab oleh kepala sekolah, yang kemudian dikonfirmasi bahwa berita tersebut tidak benar. Kedua hal tersebut contoh sikap tidak menghargai perbedaan yang ditunjukkan pada dunia pendidikan. Berita lain yang tidak kalah menggemparkan yakni: Kasus "Bullying" yang Tewaskan Siswa SD di Tasikmalaya, KPAI Menduga Pelaku Terpapar Konten Pornografi (Kompasiana, 24/07/2022), Kasus Bullying Siswa SD di Jepara, Disdikpora: Sudah Damai (Solopos,  16/10/2021),  Parahnya Bullying pada Anak Usia Sekolah Dasar (29/12/2021), dan masih banyak lagi berita-berita lainnya tentang bullying. Apa yang salah dengan pola pendidikan kita? Pendidikan karakter pada kurikulum 2013 menjadi salah satu aspek penilaian, tentu harapannya adalah agar peserta didik kita menjadi lebih baik moralnya. Namun jika melihat beberapa berita diatas justru perilaku siswa-siswa kita semakin menurun. Mungkin jawabannya karena perkembangan teknologi yang sangat pesat. Yes…bisa jadi salah satu jawabannya itu, namun tidak sepenuhnya benar. Instagram, twitter, tiktok, youtube banyak menayangkan hal-hal yang tidak sewajarnya di tonton oleh anak-anak. Perilaku kekerasan, pronografi menjadi santapan mereka jika tidak ada pengawasan dari orang tua. Tentu ini akan menjadi contoh dan kemudian di praktikkan pada dunia nyata. Pengawasan orang tua penting dilakukan agar anak-anak kita dapat menyaring informasi yang semakin pesat.
Kasus perundungan atau bullying sebenarnya bisa diminimalisir jika anak-anak diajarkan Bagaimana menghargai satu sama lain atau biasa kita kenal dengan pendidikan multikultural. Pendidikan multicultural mengajarkan anak untuk bisa menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran (agama). Penerapan pendidikan multukultural bukan hanya tugas guru atau tugas orang tua namun ini tugas semuanya. Keseimbangan antara pendidikan di rumah dan di sekolah menjadi kunci keberhasilan dalam mendidik anak untuk bisa menghargai satu sama lain.Â
Kajian riset pluralism dan multikulturalisme yang di tulis oleh Uus Ruswandi dkk, mengatakan bahwa pendidikan multikulturalisme merupakan tanggung jawab Bersama untuk membudayakan sikap keterbukaan, menerima perbedaan, dan menghormati kemajemukan agama. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Susianti di SDN di wilayah Salatiga menunjukkan bahwa penanaman pendidikan multicultural oleh orang tua dan guru menunjukkan adanya nilai toleransi yang tinggi, nilai persamaan (tidak menganggap agama mereka paling benar), cinta damai, dan cinta tanah air. Penelitian tersebut dilakukan pada sekolah yang siswanya mempunyai latar belakang agama dan ras yang berbeda-beda. Tentu itu menjadi contoh Bagaimana penerapan pembelajaran multicultural bisa menjadi solusi bagi pendidikan.
Mengajarkan anak tentang pentingnya menghargai perbedaan harus dilakukan sejak dini. Menunjukkan anak mana yang salah dan benar perlu dilakukan orang tua agar mereka tahu apa yang harus anak lakukan. Ini menjadi bekal bagi mereka dalam bergaul dengan masyarakat pada saat dewasa nanti. Bila hal ini dilakukan oleh setiap orang tua dan guru tentu perilaku bullying tidak akan terjadi dan sikap saling menghargai satu sama lain dapat terwujud. (Kang Ayiep)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H