Pemilih Pemula, Penentu Pemilu 2024?
Indonesia, sebagai negara demokrasi, akan kembali menggelar pemilihan umum (pemilu) eksekutif dan parlemen pada  2024. Badan pengawas pemilu (Bawaslu) memprediksi pemilih muda mencapai 60 persen pada Pemilu 2024 mendatang. Pemilu serentak 2024 akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024.Â
Dalam praktiknya, Indonesia  menggelar pesta demokrasi satu tahun lagi untuk membangkitkan semangat para politisi yang bersaing memperebutkan suara pemilih, terutama pemilih pemula.Â
Beberapa studi menunjukkan bahwa Generasi Milenial dan Generasi Z diprediksi menjadi kelompok pemilih  terbesar pada pemilu 2024. Pemilih muda atau Milenial adalah pemilih berusia 17-37 tahun. Pada pemilu serentak 2024, jumlah pemilih muda diperkirakan akan meningkat.Â
Jika bercermin pada Pilkada serentak 2019, menurut KPU, jumlah pemilih muda  mencapai 70-80 juta  dari 193 juta pemilih. Artinya, 35-40% pemilih muda sudah menguasai dan memiliki pengaruh besar terhadap hasil pemilu yang berdampak pada kemajuan bangsa. Namun masalah lain yang bisa muncul dengan partisipasi pemilih muda di Partai Demokrat adalah mereka memiliki kemungkinan untuk berpartisipasi dalam pemilu 2024 secara "in absentia".Â
Memahami pemilih muda dan sarana untuk menjangkau mereka adalah aset, terutama ketika media digital seperti media sosial tersedia. Media sosial dianggap sebagai senjata yang efektif untuk menarik pemilih pemula sebagai platform debat publik.Â
Strategi kampanye yang menggunakan media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Telegram dan sejenisnya, diharapkan dapat menjadi jembatan  antara caleg dengan calegnya di Pilkada 2024. Pemula bisa  memilih  calon muda yang populer, atau  tidak mungkin memilih calon yang berwawasan kepemudaan.Â
Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 menyatakan bahwa pemilih baru adalah pemilih pemula  dan  berusia minimal 17 tahun atau sudah menikah dan berhak memilih dalam pemilihan umum (dan Pilkada).Â
Sebagai pemilih pemula, pengalaman memilih tidak selalu diperhatikan. Namun, kurangnya pengalaman tidak  berarti bahwa hal itu mencerminkan keterbatasan arah aspirasi politik mereka, tetapi mereka tetap menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Pemilih Pemula adalah pemilih yang ikut serta dalam pengangkatan pemimpin di daerah tertentu.Â
Perilaku pemilih pemula merupakan salah satu indikator penting kualitas demokrasi  saat ini dan di masa mendatang. Karena kondisinya yang masih labil dan mudah ditemui di kalangan partai politik.Â
Ada beberapa pendekatan untuk melihat perilaku pemilih pemula, Kavanagh menyatakan dalam bukunya Political Science and Political Behaviour, bahwa ada tiga model untuk menganalisis perilaku elektoral. Yakni, pendekatan sosiologis, psikologi sosial dan pilihan rasional.Â
Ketiga pendekatan ini sangat fenomenal dan menjelma menjadi perilaku memilih masyarakat dalam pemilukada, terutama di kalangan pemilih pemula yang menjadi basis aktivitas politik mereka. pendekatan dapat menjelaskan penyebab dan kecenderungan perilaku pemilih pemula yang ditunjukkan oleh penelitian ini. Â
Menurut Jack C.  Perilaku Terencana dapat dipahami sebagai pemikiran atau tindakan orang yang terkait dengan proses manajemen. Dalam hal ini, perilaku politik mencakup baik reaksi internal (pemikiran, persepsi, sikap dan keyakinan) maupun tindakan yang terlihat (voting, gerakan protes, lobi, pertemuan dan kampanye). Dengan demikian, perilaku tidak hanya dimaknai sebagai pemikiran atau tanggapan yang  abstrak. tetapi juga menyukai tindakan aktor politik tertentu.Â
Menurut Martin Harrop dan William Miller, teori yang menggunakan pendekatan sosiologis ini adalah  teori penularan atau contagion theory. Menurut teori ini, pilihan dan partisipasi politik seseorang  (semangat untuk berpartisipasi  dalam kehidupan politik) dapat ditransfer ke orang lain melalui kontak sosial, seperti penyakit menular.Â
Dengan kata lain, perilaku politik seseorang karena apa yang dibicarakan bersama  akhirnya menjadi pilihan bersama. Pemilih Pemula di Indonesia terbagi menjadi tiga kategori.Â
Pertama, pemilih  rasional, yaitu pemilih yang benar-benar memilih partai politik berdasarkan evaluasi dan analisis yang matang. Kedua, pemilih kritis emosional, yaitu pemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi. Ketiga, pemilih pemula, yaitu pemilih yang baru pertama kali mencoblos karena baru mencapai usia mencoblos.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H