Mohon tunggu...
Fatiya Rida
Fatiya Rida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seseorang yang memiliki minat dalam menulis dan membaca buku.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kesejahteraan Apoteker Sebagai Faktor Utama Pelayanan Farmasi

8 Januari 2025   22:54 Diperbarui: 8 Januari 2025   22:54 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Apoteker memiliki peran penting dalam dunia kesehatan, diibaratkan dari hulu ke hilir dimulai dari perancangan pembuatan obat, produksi, distribusi, hingga pada pengawasan terhadap seluruh penyimpanan obat-obatan dilakukan oleh tenaga kefarmasian. Sayangnya, pemerataan tenaga apoteker di Indonesia masih sangat terbatas. Selain itu, banyak juga apoteker dan guru besar kefarmasian yang memiliki beban kerja tidak hanya di apotek dan rumah sakit, melainkan tanggung jawab untuk mengajar di Universitas. 

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, rasio apoteker di Indonesia hanya mencapai 0,3 per 10.000 penduduk, jauh di bawah standar WHO yaitu 1 per 1.000 penduduk. Kekurangan ini kian menyulitkan terutama di daerah terpencil, puskesmas, dan rumah sakit kecil. Hal ini berdampak terhadap tenaga apoteker karena krisis ini dapat berakibat adanya tekanan dan beban kerja yang berlebih yang mengakibatkan pada penurunan kualitas pelayanan terhadap pasien. 

Kekurangan tenaga kerja farmasi bukan hanya sekadar angka, dampak nyata sangat terasa di masyarakat maupun tenaga kesehatan. Di apotek, antrean panjang dan waktu tunggu yang lama menjadi hal lumrah. Pasien kesulitan mendapatkan konsultasi dan edukasi obat yang memadai dari apoteker. Di puskesmas dan rumah sakit, beban kerja tenaga farmasi yang tersisa melonjak drastis. Hal ini meningkatkan risiko kesalahan dalam pemberian obat, mengancam keselamatan pasien. 

Menciptakan lingkungan yang sehat juga mendukung kesejahteraan sangatlah penting karena penelitian menunjukkan bahwa kelelahan, hingga depresi berdampak kepada kesejahteraan yang buruk, mengakibatkan hasil kesehatan yang buruk dan menurunnya retensi di tempat kerja. Mengingat implikasi dari berbagai domain kesejahteraan, sangat penting bagi individu untuk memprioritaskan kesejahteraan tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk pasien, rekan kerja, dan akhirnya tenaga kerja yang lebih luas. Tenaga kesehatan, fakultas, dan mahasiswa sangat rentan terhadap masalah kesejahteraan mengingat konteks pekerjaan mereka yang penuh tekanan. Salah satu studi penelitian mengeksplorasi prediktor beban administratif menemukan bahwa fakultas dalam profesi kesehatan mengalami kelelahan dan penurunan kesejahteraan terutama ketika mereka berpartisipasi dalam peran klinis selain peran akademis mereka. Beban kerja yang terlalu berat bagi apoteker memiliki dampak yang signifikan, hal tersebut dapat terlihat dari segi fisik dan mental. 

Diperlukan adanya inisiatif diri, komunitas, sesama rekan kerja hingga peran pemerintah dalam menangani hal tersebut, seperti pemetaan kembali untuk pembagian beban kerja di setiap daerah dan institusi, pemenuhan serta perencanaan untuk sekolah profesi apoteker di berbagai Universitas, mengusulkan kebutuhan apoteker kepada pemerintah dan mengaturnya dalam sebuah Undang-undang, penanganan lebih lanjut terkait psikis dan mental dari setiap tenaga kesehatan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun