Akhir-akhir ini HMI memang dicap negatif oleh masyarakat, meskipun kadang rusuh dalam setiap aksi massanya pula kericuhan saat Kongres di Riau beberapa tahun lalu yang menelan kerugian hingga ratusan juta rupiah, hingga disinggung Jusuf Kalla (Wapres RI) terkait rutinitas permohonan bantuan dana kepada pemerintah, namun kita sepakat bahwa HMI adalah bagian sejarah dari perkembangan revolusi pemerintahan dan pembangunan di Indonesia, terlebih HMI banyak melahirkan para negarawannya termasuk Akbar Tanjung bahkan Wapres Jusuf Kalla sekalipun.Â
Dalam jejak kritik di media sosial tanggapan positif, hingga negatif pada Aksi kekerasan yang terjadi di Ternate bertaburan. Ada yang mengatakan "Rasain", "Usir saja HMI" dll, kita tidak melihat tindakan ini sebagai suatu respon historis dan kelembagaan, tapi asas HAM, keadilan dan aspiratif yang terjadi di luar batas kemanusiaan. Ini tindakan pelecehan, dan sebagai oknum negara tentu tak boleh melakukan kekerasan terlebih pada rakyat dalam menyampaikan aspirasinya.Â
Mana lawan, mana kawan
Kekerasan terhadap unjuk rasa sangat disayangkan, terlebih bila unjuk rasa adalah aksi damai, pula membela kebenaran dalam melawan kejahatan negara. Sejak kejadian ini, Maluku menjadi bahan sorotan. Namun bagaimanapun masyarakat Timur kembali dinilai terlalu radikalis dalam setiap tindakannya. Masa kekerasan sudah habis, kita berperang untuk musuh, bukan dengan saudara kita sendiri. Lagipula ke depan masih banyak musuh (Terorisme) yang harus dilawan. Semoga dengan kejadian ini, semua masyarakat bisa menyadari mana yang diperangi, dan mana yang disanjungi. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H