Mohon tunggu...
fatinsafina73
fatinsafina73 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang

Edukasi-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kekerasan Seksual Sebagai Parasit Bangsa

4 Juni 2024   15:10 Diperbarui: 10 Juni 2024   20:00 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 

             Pada 12 April 2022, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual disahkan menjadi Undang-Undang (untuk selanjutnya disebut UU TPKS) dalam Sidang Paripurna DPR RI. Pengesahan UU TPKS ini Terdapat beberapa catatan yang wajib diperhatikan oleh Pemerintah, Penegak Hukum, dan Masyarakat. Mengapa demikian, karena kejahatan kekerasan seksual bukan saja terjadi secara langsung di dunia nyata melainkan juga terjadi, secara massif, di dunia maya. Menurut Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan 2022, selama kurun waktu 10 tahun, tahun 2021 tercatat sebagai tahun dengan jumlah Kasus Berbasis Gender (KBG) tertinggi, yakni meningkat 50% dibanding tahun 2020, dengan jumlah 338.496 kasus. Dalam CATAHU, terdapat beberapa jenis Kekerasan Berbasis Gender yang menjadi perhatian di tahun 2021, antara lain Kekerasan Seksual Berbasis Gender Online (KGBS) terhadap perempuan, KGBS terhadap perempuan dengan disabilitas, kekerasan dengan pelaku anggota TNI dan Polri, serta kekerasan seksual di lingkungan pendidikan (Catatan Tahunan Komnas Perempuan, 2022). Kategori KBGS pada pengaduan Komnas Perempuan dan data lembaga layanan didominasi kasus intimidasi secara online (cyber harassment), ancaman penyebaran foto/video pribadi (malicious distribution) dan pemerasan seksual online (sextortion) (Catatan Tahunan Komnas Perempuan, 2022).

             Hal di atas merupakan salah satu dampak negatif dari perkembagan teknologi. Perkembangan yang terjadi dalam ruang lingkup internasional di era globalisasi berasal dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang memiliki dampak positif dan negatif bagi kehidupan umat manusia (Nurullia, 2021). Salah satu bentuk perkembangan tesebut yaitu hadirnya ruang siber (cyberspace) atau ruang maya yang bersifat artifisial (Disemadi, 2021). Ruang ini memungkinkan setiap orang beraktivitas dan terhubung dengan siapapun, kapanpun, dan dimanapun melalui international network (internet) (Dewi, 2019). Habermas pernah mengatakan bahwa, ruang siber menjelma menjadi ruang publik (public sphere) (Pembayun, 2017). Melalui internet, media diskusi publik terbuka bagi setiap orang tanpa adanya pembatas. Perkembangan ini mengalihkan aktivitas dan interaksi setiap orang yang semula dilakukan di dunia nyata, kini dilakukan di dunia maya (Tan, & Disemadi, 2021). Adapun beberapa media di dunia maya yang menjadi ruang publik tersebut misalnya seperti e-mail, webblog, chat, webcam, hingga facebook, twitter, instagram, dan masih banyak lagi media sejenisnya.

              Kita dapat melihat perkembangan Kekerasan Seksual yang cukup signifikan, Dampak Kekerasan Seksual juga sangat komperhensif, kasus kekerasan seksual, pelecehan seksual atau perkosaan, korban akan mengalami dampak jangka pendek (short term effects) maupun jangka panjang (long term effects). Keduanya merupakan suatu proses adaptasi yang wajar setelah seseorang mengalami traumatis. Dampak jangka pendek terjadi beberapa hari setelah kekerasan seksual terjadi. Dampak tersebut antara lain dari segi fisik korban, seperti gangguan organ reproduksi dan luka-luka pada bagian tubuh lainnya akibat perlawanan atau kekerasan fisik. Gangguan organ reproduksi meliputi infeksi, kerusakan selaput dara dan sebagainya. Secara psikologis, korban sangat marah, jengkel, merasa bersalah, malu dan terhina, mengalami kesulitas tidur dan kehilangan nafsu makan.

              Kekerasan seksual adalah masalah yang kompleks dengan berbagai penyebab yang saling terkait. Penting untuk diingat bahwa tidak ada satu pun penyebab tunggal untuk kekerasan seksual, dan biasanya merupakan hasil dari kombinasi faktor. Seperti factor individu yaitu masalah kesehatan mental, beberapa masalah kesehatan mental, seperti gangguan kepribadian antisosial dan psikopati, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kekerasan seksual. Factor sosial dan budaya seperti kurangnya pendidikan tentang seks dan kesehatan seksual, kurangnya pendidikan tentang seks dan kesehatan seksual dapat menyebabkan kebingungan dan kesalahpahaman tentang persetujuan seksual, yang dapat meningkatkan risiko kekerasan seksual. Factor situasional seperti adaya kesempatan, pelaku kekerasan seksual lebih cenderung bertindak ketika mereka memiliki kesempatan untuk melakukannya, seperti ketika mereka sendirian dengan korban atau ketika korban berada dalam situasi yang rentan.

              Adapun dampak jangka panjang, yaitu terjadi bila korban tidak mendapatkan layanan dan bantuan yang memadai. Dampak jangka panjang ini dapat berupa sikap atau persepsi korban yang negatif terahadap dirinya dan terhadap laki-laki atau terhadap seks. Efek jangka panjang cenderung terjadi pada survivor yang dianiaya oleh ayah kandung atau ayah tiri, yang mengalamin penetrasi saat usia dini dengan cara paksa atau diancam dengan kekerasan dan mereka menyalahkan diri sendiri cenderung akan mengalami lebih banyak masalah psikologis daripada mereka yang menyalahkan pelaku. Selain itu, bahwa penggunaan keterampilan penguasaan kognitif di masa dewasa, seperti mengungkapkan dan mendiskusikan kejadian tetapi tidak berlarut-larut dengan pengalaman kekerasan seksual, tampak dapat membedakan mereka yang menunjukkan penyesuaian diri baik dan kurang baik. Korban perkosaan juga dapat mengalami Rape Trauma Syndrome (RTS), yaitu suatu rangkaian respon emosional terhadap peristiwa traumatis yang dialami oleh penderitaan akibat penyiksaan dan penyerangan seksual.

              Dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa Kekerasan Seksual sangat berbahaya dan melanggar hak asasi manusia yang dapat menimbulkan dampak yang devastating bagi korbannya, baik secara fisik, psikologis, dan sosial. Dampak tersebut dapat berlangsung dalam jangka pendek dan jangka panjang. Pencegahan kekerasan seksual adalah tanggung jawab semua orang. Kita dapat melakukan berbagai upaya untuk mencegah kekerasan seksual, seperti edukasi, meningkatkan kesadaran, mendukung korban, memperkuat hukum, dan mengembangkan budaya yang menghormati. Dengan bekerja sama, kita dapat menciptakan dunia di mana kekerasan seksual tidak lagi terjadi. Perlu di ingat bahwa kekerasan seksual bukan hanya masalah individu tetapi juga masalah sosial. Penting untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah kekerasan seksual dan untuk mendorong orang-orang untuk berbicara menentang kekerasan seksual. Korban kekerasan seksual membutuhkan dukungan dan layanan untuk membantu mereka pulih dan menjalani hidup yang normal. Kita semua dapat berperan dalam mencegah kekerasan seksual dengan melakukan edukasi, mendukung korban, dan memperkuat hukum.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun