Hidup dan tumbuh dengan sebuah cinta adalah impian setiap orang. Seseorang tidak bisa memilih orangtua mana yang ia inginkan dan orangtua pun tidak bisa memilih sosok anak yang mereka inginkan. Semua adalah takdir, takdir yang diberikan Tuhan kepada setiap manusia. Jalan hidup yang kadang berbeda dari sebuah ekspetasi bahkan sangat jauh berbeda, tetapi kaki ini masih melangkah. Hebatnya hidup ditengah - tengah gelombang lebih menyenangkan dibandingkan sungai yang tenang. Gelombang yang kita tidak pernah tahu kapan akan datang sebuah badai, tetapi badai adalah hal yang bisa dilewati karena terbiasa.Â
Aku dibesarkan oleh dua orang yang sangat istimewa dengan sebuah panggilan sederhana yaitu Ibu dan Ayah. Walaupun ayah selalu menjadi nomor kedua dalam sebuah kalimat namun ayah memiliki tempat tersendiri didalam hati. Kali ini aku akan menceritakan sosok lelaki ini, Ayah.
Bagi kebanyakan anak perempuan, ayah adalah sosok yang paling dominan. Katanya ayah adalah cinta pertama anak perempuan, yaa begitu juga dengan ku. Ceritaku dengan ayah sebenarnya tidak terlalu terekam dimemori kepalaku, yang aku ingat ayah selalu membantu semua tugas prakarya ku agar menjadi yang terbaik diantara teman - temanku yang lain. Ayah tidak secerewet ibu yang apa - apa harus dilanturkan dengan nada keras, tetapi Ayah juga tidak terbilang seseorang yang lembut.Â
Ayahku adalah seorang anak dari keluarga yang berdarah Chinese. Ayahnya adalah orang yang berasal dari negara tetangga yaitu Singapura dan menikah dengan perempuan keturunan Chinese Pribumi yang tinggal di Belitung bagian Sumatera, Indonesia. Ayahku lahir di Singkep, Kepulauan Riau yang mana adalah daerah ketiga penghasil Tambang Timah terbesar di Indonesia. Sejak dia lahir dan membuka mata, ayahku tidak pernah melihat  sosok ayah kandungnya. Pergi dengan alasan akan kembali namun hingga saat ini tak pernah telihat sedikit bayanganpun. Belum sempat menginjak dewasa, ayahku diberikan secara cuma - cuma oleh ibunya kepada sepasang suami istri yang tidak dikaruniai seorang anak selama pernikahannya. Sepasang suami istri ini adalah melayu pribumi yang juga berasal dari Belitung dan bertemu di Kepulauan Riau.
Sejak kecil ayah sudah dibesarkan dengan didikan yang keras, hidup susah dan mungkin penuh dengan tekanan. Latar belakang keluarga yang tidak jelas membuat ayah menjadi orang yang memiliki keluarga dimana - mana. Ibu kandungnya tidak membuang tetapi sebatas memberi dengan tidak menutupi apapun permasalahan dimasa lalu.
Ayah tinggal disebuah desa yang sangat dekat dengan pesisir pantai. Tumbuh dan dewasa dalam lingkungan yang keras membuatnya menjadi orang yang sangat kuat akan segala hantaman gelombang. Padahal kalau dipikir - pikir ayah harusnya menjadi anak emas karena dibesarkan oleh sepasang suami istri yang tidak memiliki keturunan, namun hal itu tidak berlaku untuknya. Ayah harus mengayuh sepeda dengan jarak puluhan kilo meter untuk belajar. Sejak kecil ayah sudah diajarkan untuk mencari uang hasil keringatnya sendiri dan haram baginya untuk menjadi seseorang yang meminta - minta.Â
Sepulang sekolah ayah selalu menyusuri sebuah pasar ikan, dia berkeliling untuk menjual ikan yang ia dapatkan dipasar, memancing dan memanah bukanlah hal yang awam baginya. Â Ayahku hanyalah seorang tamatan SLTA yang sehabis lulus dia melanjutkan sebuah kursus mesin yang menjadikan jalan usaha membuat sebuah bengkel mesin. Bengkel yang dibangunnya itu lumayan berkembang hingga tiba waktunya ia harus berhenti dan menutup usahanya itu dikarenakan umurnya yang sudah tidak kuat lagi. Ayahku tidak berhenti dititik itu saja, namun ia mulai menekuni usaha travel yang mana melihat Belitung yang semakin ramai dikunjungi wisatawan. Yang awalnya hanya bermodal dengan satu mobil kijang namun siapa sangka jika saat ini dia sudah memiliki usaha travel yang lumayan besar.Â
Roda kehidupan pasti berputar, kini pekerjaan ayah adalah seorang wiraswasta yang juga memiliki usaha depot air isi ulang serta didampingi ibu yang menjual nasi uduk setiap paginya. Ayah pernah berkata "Ayah bukanlah seorang PNS yang mendapatkan gajih pasti setiap bulannya dan ayah juga bukan seorang pengusaha besar yang memiliki banyak anak buah, tetapi selama tulang ini masih bisa bergerak ayah akan selalu bekerja agar anak - anaknya tidak menjadi seorang tamatan SLTA". Ayah ingin semua anaknya menjadi seorang sarjana, menjadi orang yang hebat dan memiliki pekerjaan yang layak. Ayah memang tidak memiliki sebuah gelar sarjana namun dia bisa menjadikan 4 anaknya memiliki gelar itu. Tidak mudah untuknya bisa bertahan dititik ini, hidup yang keras sejak kecil kini diturunkannya kepada anak - anaknya. Dulu yang aku pikir ayah tidak sayang karena tidak pernah memberikan uang, namun aku salah. Semua itu telah aku nikmati saat ini dan akan aku berikan kepada keluarga ku kelak.
Ayah memang tidak seperhatian ibu, namun tanpa ayah aku yakin bahwa aku tidak akan bisa berada dititik ini. Ayah mengajarkan bagaimana menjadi seseorang yang bersyukur, hidup tidak harus sama dengan jalan orang yang kita lihat bahagia. Ayah memerankan semuanya dengan sangat baik dan ayah sangat pantas untuk dijadikan sebagai pemeran utama dalam ceritaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H