Mohon tunggu...
Siti Fatimah
Siti Fatimah Mohon Tunggu... Jurnalis - Fatimah asy-sairi

Kompasiana mendunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjalanan Mbah Hudi

14 Juli 2020   10:04 Diperbarui: 14 Juli 2020   09:54 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mbah Syudi dengan segenap tokoh masyarakat Jepara sedikit demi sedikit membangun sebuah perguruan tinggi pertama di Jepara, tentu tidak luput dari sebuah perjuangan yang maha dahsyat.

Berdasarkan cerita masyarakat, banyak hal hal yang bersifat mistis dalam pembangunan INISNU, seperti kisah adanya ular besar yang bertapa di bawah tanah yg dulunya rawa, makhluk halus yg enggan dipindah dari  kawasan rawa dan cerita rakyat lainnya.

Dari kesaksian masyarakat setempat, ketika INISNU sudah berdiri meskipun sederhana, akses jalan satu satunya masuk ke kampus adalah masih milik seorang warga yang berwatak keras, dia menolak dengan keras tanahnya diminta/dibeli untuk dijadikan jalan kampus. Sampai akhirnya Mbah Syudi berunding sendiri dengan warga tersebut, namun hasilnya tetap nihil meskipun Mbah Syudi sempat menawarkan harga berlipat.

Sampai akhirnya, beliau bermunajat, dan tawakkal kepada Allah Swt. Dalam hati beliau bergumam "jika berdirinya INISNU  benar  benar diridloi Allah, semua pasti dimudahkan".

Akhirnya, seorang warga tersebut tiba tiba sakit keras, dan mau gak mau harus dirujuk kerumah sakit besar di Semarang, tentu dengan biaya yang mahal, keluarga keberatan, akhirnya menemui Mbh Syudi dan bersedia tanahnya dijual dengan harga yang Mbah Syudi kehendaki (sak payu payune).

Namun dengan keikhlasan hati, Mbah Syudi membayar senilai biaya berobat yang dibutuhkan. Subhanallah

Pengajian kitab Ihya' Ulumuddin terasa hambar tanpa dihadiri oleh sang guru, KH. Masyhudi Nadlif, beliau tak bisa lagi mengajar kitab karangan Hujjatul Islam Imam Al-Ghozali Ra. bersama santri karena beliau sedang sakit di RSUD Kartini Jepara, kegiatan pondok pun tak berjalan dengan lancar seperti biasanya. Semuanya khawatir akan keadaan beliau yang dikabarkan kritis di RSUD Kartini Jepara yang sebelumnya sempat dirawat di RS Semarang dan RS Graha Jepara.

Usai Shalat Shubuh disaat para santri sedang melaksanakan pengajian di kamarnya masing-masing, sebuah kabar dari keluarga dan abdi ndalem terdengar, kabar itu mengatakan, semua santri yang ada di kamar-kamar maupun di luar pondok, diharapkan untuk pergi menuju ke Aula pondok untuk mendoakan Mbah Yai yang sedang sakit di RSUD Kartini Jepara.

Setelah mendengar kabar tersebut, satu persatu, semua santri pergi ke Aula dengan menggenggam Majmu' dan Al-Qur'an ditangannya.
Dengan dipimpin seorang  Pengurus pondok, para santri membaca surah yasin bersama-sama, yang dilanjutkan dengan membaca shalawat syifa bersama-sama. Disaat para santri sedang khusyu membaca shalwat syifa, tiba-tiba datang Kabar yang memecah suasana pondok. Kabar itu membuat semua santri bertanya-tanya, dan berharap takan terjadi apa-apa mengenai Mbah yai.

Bersamaan kabar tersebut, tangisan para santri tak dapat dibendung lagi, Aula PPMN pada saat itu seakan-akan menjadi tempat yang sangat menyedihkan sekali.

Kabar kewafatan Mbah Yai pun sudah tersebar diseantero pesantren dan Tahunan (tetangga pesantren), pada saat itu pun Tahunan bagaikan kota mati semuanya berkabung. Langit pun menjadi mendung solah-olah ikut bersedih ditinggal seorang guru besar yang sangat luar biada sekali perjuangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun