Urbanisasi biasanya diartikan sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota, juga dapat dikategorikan sebagai mobilitas penduduk yaitu migrasi, namun urbanisasi lebih dispesifikasikan migrasi penduduk dari desa ke kota. Bukan tanpa alasan para penduduk melakukan urbanisasi, mungkin salah satu alasannya adalah pembangunan di kota yang lebih maju daripada daerah asal yang mengundang mereka untuk berpindah ke kota untuk sekadar mencari pekerjaan atau bertempat tinggal. Â Kota yang biasanya menjadi tempat tujuan untuk urbanisasi adalah kota besar seperti Jakarta, Bandung dan lain lain. Namun, apakah Surabaya sudah termasuk dalam kota tujuan urbanisasi? Dampak apa saja yang bisa terjadi karena urbanisasi di Kota Surabaya?
Kota Surabaya adalah salah satu kota di Provinsi Jawa Timur yang juga merupakan ibukota provinsi dengan luas wilayah 374,8 km² dan merupakan salah satu kota besar dan terpadat di Jawa Timur maupun Indonesia. Karena merupakan salah satu kota besar membuat Surabaya jadi daya Tarik tersendiri bagi para pendatang untuk pindah dari kota asal ke Surabaya, selain karena banyaknya pembangunan, untuk menuntut ilmu dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Menurut Buku Surabaya Dalam Angka 2015 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Surabaya, pada tahun 2009 pendatang berjumlah 50.995 jiwa dan bertambah pada 2010 dengan 61.649 jiwa , namun pada tahun 2011 menurun hingga angka 41.441 jiwa. pada 2012 terdapat peningkatan yang signifikan tentang pendatang yang datang dengan jumlah hampir 3 kali lipat tahun sebelumnya, yaitu 111.594 jiwa, dan kembali menurun pada tahun 2013 dengan 65.048 jiwa lalu naik mulai stabil pada 2014 dengan 67.416 jiwa. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Surabaya mendapat para pendatang dan juga nantinya akan berdampak pada aspek-aspek tertentu.
Aspek-aspek yang dimaksud adalah aspek ekonomi, sosial, serta munculnya permasalahan-permasalahan ‘anakan’ dari aspek tersebut, seperti permukiman kumuh, kemiskinan, tingginya tingkat pengangguran, permasalahan lingkungan dan kriminalitas yang tinggi. Masalah-masalah tersebut tentu tak terelakkan bagi Surabaya dan penduduk-penduduknya sebagai akibat dari urbanisasi yang terus menerus terjadi.
Hubungan dari aspek-aspek diatas sebenarnya sangat runtut, dimana nantinya para pendatang akan mencari kehidupan ekonomi yang lebih baik, namun karena tingginya persaingan kerja dan kurangnya lapangan pekerjaan maka sebagian akan menjadi pengangguran dan berdampak pada status ekonominya yang bisa berubah menjadi miskin atau tidak mampu. Karena ketidak-mampuan inilah yang membuat mereka cenderung tinggal di permukiman kumuh dan jauh dari kata layak dan cenderung mencemari lingkungan karena kurangnya kesadaran akan kebersihan di lingkungan tempat tinggal. Dan masalah pengangguran ini dapat mengganggu psikis dari orang tersebut dan membuatnya bisa lebih mudah melakukan kejahatan atau kriminalitas.
Dari aspek-aspek tersebut harusnya para pemerintah melakukan pembaharuan mungkin dalam segi kebijakan atau peraturan, sehingga masalah-masalah diatas tidak semakin memburuk dan tentunya dengan menambah lapangan pekerjaan bagi para pendatang. Dapat juga dilaksanakan pelatihan untuk para pendatang, ataupun penduduk asli Surabaya yang masih menganggur untuk melatih kerajinan atau bidang wirausaha lainnya, agar para pengangguran tidak hanya jadi pekerja, namun juga dicetak sebagai wirausahawan sehingga bisa membuka lapangan pekerjaan bagi sesamanya. Namun tentu campur tangan pemerintah juga tiada artinya jika para pendatang terkesan apatis dengan program-program pemerintah untuk mensejahterakan penduduk maupun pendatang.
Dengan penjelasan-penjelasan itu sudah tentu Surabaya menjadi salah satu kota tujuan urbanisasi masyarakat dari pedesaan, dan disini perlu ditekankan bahwa kebijakan atau solusi untuk urbanisasi tidak hanya di kota-kota tujua urbanisasi, namun juga dilaksanakan di desa-desa agar  berkembangknya potensi dan pembangunan sekctor-sektor yang ada, agar tidak terjadi kesenjangan antara desa dan kota. Meskipun beberapa puluh tahun lagi diproyeksikan bahwa seluruh masyarakat akan tinggal di kota, alangkah bijaksananya jika desa tidak ditinggalkan begitu saja karena perkembangan jaman dan pembangunan yang pesat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H