"Lidah memang tak bertulang!"
Seonggok kalimat yang mungkin sangat sering kita jumpai baik dari sebuah tulisan atau omongan orang lain. Lidah memang sejatinya tidak memiliki tulang, namun ia mampu melahirkan kata-kata yang bisa jadi sering menyakiti hati orang lain.
Sebagai insan yang telah dikaruniai oleh Tuhan lidah dan juga mulut untuk berbicara, maka sudah seyogyanya kita mensyukuri nikmat tersebut dengan cara yang baik. Bersyukur dengan cara mematrinya dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan juga membuktikannya dengan perbuatan-perbuatan yang baik dan bijak.
Kata-kata yang keluar dari mulut kita sudah harus mampu kita saring, bersikap hati-hati, dan tidak asal ceplas-ceplos. Begitu pula tidak seenaknya berdalih "ini kan mulut-mulut aku sendiri". Ingat, bahwa sesungguhnya apa yang ada pada kita adalah titipan, tidak terkecuali lisan kita, sewaktu-sewaktu bisa saja diambil oleh Sang Empunya.
Ketika berbincang-bincang dengan seseorang kita akan menemukan banyak gayapembicaraaan. Tak jarang pula kita akan sering menemukan candaan-candaan sebagai bumbu sebuah pembicaraan. Terlebih lagi jika kita sedang berbincang dengan orang terdekat, baik itu melewati tatap muka langsung ataupun secara online, tentu saja candaan-candaan sering membumbui sebuah topik pembicaraan tersebut.
Tak dapat dipungkiri, bercanda memang dapat menambah sebuah keakraban hubungan antar personal. Dari sebuah candaan tipis, seseorang akan bisa membangun hubungan yang harmonis dan terhindar dari kecanggungan atau kebekuan obrolan.
Namun, perlu juga kita ingat bahwa tidak semua candaan itu lucu. Lucu bagi diri sendiri, belum tentu lucu bagi lawan bicara. Maka, tak heran pula jika candaan yang muncul dapat menjadikan hubungan antarpersonal sedikit terganggu, baik secara diam-diam orang tersebut tidak nyaman atau bahkan memilih untuk menghindar dari kita. kan jadi berabe, hehe
Kita coba sedikit mengulas tentang "Sembarangan Bercanda" yang tertulis pada judul. Sebenarnya sembarangan bercanda itu yang seperti apa sih?
Sembarangan bercanda dapat berupa berlebihan dalam memberikan candaan hingga sesuatu yang tak layak dijadikan candaan pun muncul, seperti bercanda tentang fisik seseorang, kehidupan pribadi seseorang, hingga pada hal-hal sensitif seperti ras dan suku yang biasa disebut rasis atau bahkan tentang ayat-ayat suci ilahi.
"Tiap-tiap tempat ada kata-katanya yang tepat, dan setiap kata ada tempatnya yang tepat."