Bayangkan saat kalian berada di bawah teriknya sinar matahari dan pengen banget minum yang seger-seger, apa sih minuman yang terbesit di benak kalian? Banyak diantaranya pasti menjawab Dawet. Ya! Dawet merupakan salah satu minuman tradisional Jawa yang memiliki banyak jenis dan variasi di setiap daerahnya. Di Yogyakarta sendiri, minuman ini terbilang tidak sulit untuk ditemukan keberadaannya, bahkan hampir di setiap tempat kita dapat menemukan penjual dawet, entah dengan gerobak atau berada di pinggir jalan. Salah satu dawet yang terkenal di Yogyakarta, yakni Dawet Ringin Pak Bardi.Â
Disebut Dawet Ringin karena letaknya yang berada di bawah pohon beringin, tepatnya di persimpangan Jalan Purwomartani, Kalasan, Sleman. Karena letaknya yang berada di tengah-tengah persimpangan jalan, membuat pengunjung tidak sulit untuk menemukan keberadaan dawet ini, terlebih karena lokasinya telah berada di aplikasi Google Maps. Saat ini pun Dawet Ringin Pak Bardi telah memiliki beberapa cabang lain, yang berada di daerah Gedong Kuning dan Banguntapan, Bantul, walau begitu cabang pertama masih dipertahankan hingga sekarang.Â
Tepat jam satu siang di hari Minggu, saat Saya sampai di lokasi Dawet Ringin Pak Bardi, cukup ramai pembeli yang datang dan mengantri minuman ini. Tidak heran, karena banyak orang sedang berakhir pekan dan memang begitu segar minuman ini jika disantap saat tengah hari. Minuman yang terdiri dari bulir-bulir dawet, kuah santan dingin, dan cairan gula jawa menyatu dan memanjakan lidah di suapan pertamanya. Ditambah dengan harganya yang terbilang murah, yakni sebesar Rp.4.000 per gelasnya dan bisa juga menambahkan tape ketan sebagai pendamping dengan harga Rp.1.000 per bungkusnya. "Saya pesan enam bungkus, Mas", "Saya empat, dua pakai ketan, ya Mas", saut beberapa pembeli yang sedang mengantri Dawet Ringin, dengan telaten dua pegawai Pak Bardi membuat pesanan-pesanan tanpa henti sejak pukul 10 pagi tadi (jam buka).
Terdapat beberapa perbedaan antara Dawet Ringin Pak Bardi dengan dawet-dawet lainnya, yakni bulir dawet yang putih dan cairan gula jawa yang cukup kental. Rasa gurih santan dan manis cairan gula jawa mendominasi, dengan rasa bulir dawet yang justru cenderung mild. Tambahan tape ketan sebagai pendamping cocok untuk membuat sensasi berbeda saat menyantap dawet ini, rasa fermentasi tape yang tidak terlalu 'nyegrak' menghasilkan rasa yang unik Dawet Ringin Pak Bardi. Segala komponen Dawet Ringin dibuat secara manual dengan bahan-bahan yang alami, hal ini dapat terbukti dengan banyaknya lebah yang mengelilingi cairan gula jawa dan tape ketan dawet ini. Mungkin karena aroma dari tape ketan tersebut sangat wangi dan juga karena masih menggunakan daun pisang sebagai bungkusnya.Â
Klotak klotak klotak...bunyi benturan irus (sendok sayur) batok kelapa dan kendi gerabah Dawet Ringin yang menandakan bahwa isi dawet di dalam kendi telah mencapai ujungnya. Padahal belum genap 10 menit Saya duduk dan menyantap segelas dingin Dawet Ringin. "Maaf mbak, sudah habis", kata pegawai Dawet Pak Bardi kepada pembeli yang baru saja datang, "Yahh..." hela napas pembeli-pembeli di belakang yang juga datang setelahnya. Dapat terlihat bukan? bahwa Dawet Pak Bardi masih benar-benar digemari oleh banyak orang, tidak diragukan lagi karena rasanya pun memang menyegarkan.
"Segelas dingin perpaduan rasa bahan-bahan alami di siang hari dalam naungan pohon beringin"Â
Selain rasanya yang nikmat dan menyegarkan, suasana dari rindangnya pohon beringin dan angin yang menerpa dedaunan saat menyantap dawet ini pun menambah kesan "syahdu dan sejuk", walaupun letaknya berada di tengah persimpangan jalan. Tidak heran Dawet Pak Bardi masih digemari dari dulu hingga kini. Agar tetap mendapat kesempatan menyantap dawet ini, lebih baik jika datang sebelum pukul satu siang, terutama pada saat akhir pekan.