Teman-teman ngerasain enggak sih, kalau belakangan ini suhu begitu panas? Sementara di sisi lain banyak daerah yang kebanjiran. Mari kita bayangkan kira-kira apa yang akan terjadi di 2050 jika kita diam saja. Wabah penyakit, kekeringan parah, hutan-hutan terbakar, dan kelaparan merajalela, bahkan beberapa kota terpadat di dunia pun terancam tenggelam, termasuk, Kairo, Shanghai, Bangkok, Alexandria dan tentu saja Jakarta.
Ngeri? Sama, meski terdengar seperti naskah film bencana tapi ini bukan mengada-ngada, atau menakut-nakuti, itu semua terjadi karena Bumi kita tengah mengalami krisis pemanasan global, fenomena tersebut terjadi karena meningkatnya suhu rata-rata bumi yang memodifikasi keseimbangan ekosistem dalam jangka waktu yang lama. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change, kenaikan suhu rata-rata global sudah mencapai 1,18 derajat celcius pada tahun 2021.
Penyebab lain dari pemanasan global itu sendiri tidak jauh dari aktivitas manusia melalui efek rumah kaca, pembangunan pesat pada bidang industri dan ekonomi seperti: penggunaan bahan bakar fosil, jumlah kendaraan, serta penebangan liar yang memberi dampak serius bagi iklim dunia. Masih banyak masyarakat yang belum memahami urgensi penanganan krisis iklim. Nyatanya, krisis iklim menimbulkan banyak multipiler efek bagi lingkungan seperti perubahan suhu, cuaca, hingga peningkatan frekuensi terjadinya bencana.
Penyusutan Luas Pulau di Indonesia Akibat Pemanasan Global
Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Â pada September 2021 memperkirakan, sekitar 115 pulau kecil Indonesia yang terbentang dari Aceh hingga Papua terancam hilang atau tenggelam. Pada sejumlah pulau, luas daratannya mulai berkurang, seperti: Pulau Rondo di Aceh, Berhala di Riau, Pulau Nipah di Riau, Pulau Miangas di Sulawesi Utara, Pulau Nusa Penida di Bali, serta beberapa pulau di wilayah Kep. Seribu DKI Jakarta.
Dilansir dari MetroTV, Maladewa terancam tenggelam. Pemanasan global menjadi ancaman bagi Maladewa, pemerintah setempat berpendapat jika masalah tersebut tidak segera ditangani, Maladewa akan kehilangan tempat tinggal dan terpaksa harus mengungsi. Menteri Perikanan Maladewa, Husein Rasyid Hasan menyatakan dunia harus menaruh perhatian terhadap dampak pemanasan global yang terjadi di Maladewa. Sejauh ini upaya yang dilakukan adalah merawat dan meregenerasi terumbu karang. Para Ilmuan mengatakan kondisi terumbu karang yang baik merupakan kunci upaya penyelamatan di Maladewa. Namun, upaya lanjutan masih diperlukan karena ancaman pemanasan global di Maladewa sangat besar.
Bumi diprediksi akan mengering secara perlahan apabila pemanasan global tidak segera ditangani. Lebih dari 25 persen permukaan bumi diproyeksikan mulai mengalami dampak pemanasan global pada 2050. Studi lingkungan yang diterbitkan oleh The Journal Nature Climate Change mendesak, apabila suhu bumi melampaui ambang batas 1,5 derajat celcius maka dalam 32 tahun mendatang bumi akan menjadi padang pasir. Studi yang sama juga mengungkapkan pengurangan emisi gas kaca akan menjaga pemanasan global di bawah ambang batas dua derajat celcius Agnes Savithri, (2018).
Dengan adanya hal tersebut, dunia harus mencapai target nol emisi untuk mencegah  pemanasan global. Pemerintah juga sebaiknya melakukan program edukasi mengenai pencegahan pemanasan global dengan melakukan sosialisasi secara langsung kepada masyarakat. Harapannya dengan adanya program tersebut masyarakat juga dapat lebih waspada terhadap ancaman yang akan terjadi dan ikut berpartisipasi dalam menekan laju pemanasan global. Dunia mengacu pada waktu, gelisah tidak akan menghentikan 2050. Ada yang bisa kita lakukan sebagai individu. Namun, segala kebijakan negara yang berdampak signifikan yang paling kita butuhkan. Kita tidak bisa memilih planet, tapi masa depan, bisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H