Mohon tunggu...
Fatimah Azzahrah
Fatimah Azzahrah Mohon Tunggu... -

Aku hanyalah gadis biasa yang mencoba berkarya dan menuangkan apa yang terjadi melalui tulisan :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Kita Pernah Ada “Dia"!

28 Februari 2013   01:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:34 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dua tahun sudah berlalu, tetapi kenangan itu tetap saja menghantui diriku. Iya kenangan pahit diantara kita ada dia ...

Kita adalah antara kamu (Rio) dan aku (Zee), sedangkan dia adalah seorang gadis berhijab nan cantik yang mampu hadir dalam kehidupan kita. Gadis itu bernama Dian. Usia aku dengan Dian tidaklah berbeda mungkin hanya perbedaan dalam hitungan bulan saja.

...

Zee adalah gadis yang baru memasuki usia remaja. Awal November 2010, ia harus sudah menghabiskan waktunya untuk bekerja. Seharusnya memang di usia aku pada saat itu, aku masih harus belajar di Perguruan Tinggi tetapi Tuhan mengatur jalan lain. Aku di tuntut untuk bekerja demi membantu Orang Tua karena memang aku bukan berasal dari keluarga yang kaya melainkan hanya berasal dari keluarga yang berkecukupan.

Cerita tidak berhenti disana. Aku harus belajar menyesuaikan diri di lingkungan baru. Menyeimbangkan gaya bercanda orang-orang dewasa dan belajar beradaptasi dengan teman-teman baru.

Mendapatkan teman baru mungkin memang agak sulit untuk aku, karena pada dasarnya Perusahaan yang menerima aku bekerja itu lebih dominan pria dibanding wanita. Untung saja aku, di Perusahaan tersebut masih ada kakak ipar aku jadi nggak terlalu sulit untuk aku beradaptasi di lingkungan baru.

Beberapa minggu ku jalani aktifitas baru. Banyak belajar tentang apa yang harus aku kerjakan. Dan pada akhirnya ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu yang cepat. Karena memakan waktu yang singkat akhirnya aku dan kakak iparku diharuskan lembur untuk menyelesaikan pekerjaan itu sesuai target waktu. Setelah selesai melembur dan aku bersiap untuk pulang, tiba-tiba teman kerja aku yang bernama Rio teriak dan berkata “hai, zee mau kemana lo ? gue minta nomor telepon lo dong” dengan cepat langsung aku jawab “mau pulang lah mas, emangnya mau nginep. Buat apaan nomor telepon gue. Nggak punya hp gue hehehe”. Kemudian Rio jawab “ah bohong aja lo nggak punya hp. Mana sini minta”. Dan akhirnya karena merasa nggak enak dan juga aku menghargai teman baru aku dikantor, aku tuliskan nomor hp aku pada secarik kertas.

Sesampainya dirumah, ada pesan singkat (sms) masuk ke nomor hp aku. Aku sih udah yakin kalau sms itu pasti dari Rio karena memang dia yang baru saja meminta nomor hp aku. Isi smsnya sih hanya bercandaan biasa. Iya, Rio hanya mengirim kalimat “hai cewe, boleh kenalan nggak ?” tanpa berpikir panjang aku langsung membalas sms itu “hahaha nyaruh aja lo mas, gue tau kali kalau ini Rio kan ?” dan beberapa menit kemudian Rio membalas “hahaha tau aja lo, baru mau gue kerjain”.

Pertemanan aku dengan Rio tidak hanya berhenti disana. Kita jadi sering smsan bahkan sering bercanda di jejaring sosial facebook (FB). Bercanda aku di FB mungkin terlalu berlebihan. Karena setiap ada wanita lain yang mengomentari status-status yang dibuat oleh Rio selalu aku komen dengan menyebut Rio dengan sebutan “Sayang”. Hingga akhirnya Rio sms aku “Zee, jangan gitu dong komennya. Nanti di kira cewe-cewe lain kita beneran pacaran terus nanti cewe gue marah lho sama lo” dan langsung saja aku balas smsnya “hehehe piss mas, iseng doang gue bercanda :p”.

Sampai akhirnya beberapa bulan kita berteman dan saling berkomunikasi melalui sms maupun jejaring sosial FB, Rio mengirimkan sms yang isinya entah bercanda atau memang benar adanya. Sms itu berisi kalimat “Zee, gue suka sama lo. Mau nggak lo jadi pacar gue ?” tanpa berpikir panjang, aku langsung membalas sms itu “hahahaha nggak mau ah, gue tau lo nggak serius” dan kemudian dibalas lagi oleh Rio “hahaha tau aja lo kalo gue bercanda, nggak mungkin lah gue beneran suka sama lo”. Akhirnya kita pun saling membalas sms dengan kalimat-kalimat bercandaan seperti biasa.

Tidak hanya itu, tiba-tiba Rio berkata seperti itu lagi kepadaku. Karena masih merasa dalam permainannya Rio, aku jawab dengan memberikan tantangan kepada dia. Aku bilang “Yakin lo mas ? coba buktiin”. Dia pun menjawab “mau bukti apasih ?” dan langsung saja aku jawab dengan ketus “yaudah, berani nggak mas nembak gue depan teman-teman kantor ?” entah apa yang ada di pikiran dia, tanpa panjang lebar dia jawab “oke, gue berani buktiin”. Mendengar jawaban dia seperti itu, aku sih ragu yah. Aku berpikir dia nggak akan berani, sama seperti teman kerja aku yang lainnya. Karena sebelum Rio menyatakan perasaannya ke aku melalui sms, ada teman kerja aku yang lain yang juga menyampaikan perasaannya ke aku tetapi aku kasih syarat yang sama dengan Rio dan dia berkata nggak berani. Makanya aku berpikir bahwa Rio pun akan melakukan hal yang sama.

Keesokan harinya, aku kembali menjalani aktifitas. Kembali datang ke kantor dan harus lembur karena memang ada pekerjaan yang harus selesai sesuai target waktu seperti biasanya. Saat lembur, aku pun pergi makan keluar dengan teman-teman kantor yang lainnya. Disana Rio mencoba menyatakan perasaannya kembali sama aku. Ada rasa malu, senang, kesal. Pokoknya yang aku rasa campur aduk.

Ungkapan Rio tidak langsung aku jawab. Aku meminta waktu untuk berpikir. Karena di lain sisi status aku saat itu juga sedang mempunyai pacar.

Akhirnya, tepat pada hari Jum’at tanggal 18 Maret 2011 aku memutuskan untuk menjawab sekaligus menerima Rio sebagai pasangan aku. Mungkin agak frontal. Karena di lain sisi aku masih mempunyai pacar. Dan tidak hanya itu, saat aku memberikan jawaban aku juga memberikan syarat bahwa kita harus menyembunyikan hubungan kita dari teman-teman kerja. Tidak ada yang boleh tau kecuali Mas Anto, karena memang hanya Mas Anto yang mengetahui hubungan kita. Tanpa pikir panjang Rio langsung saja menyetujui syarat aku.

Hari demi hari kita lewati, memang agak aneh sih karena kita harus berperan sebagai teman pada saat berada di kantor. Nggak pernah ada keromantisan yang tercipta, bahkan kalau mau bertemu dikantor saja harus sembunyi-sembunyi agar nggak ada yang mengetahui.

Sampai akhirnya aku beranikan diri untuk bercerita kepada sahabat-sahabat aku pada semasa sekolah. Aku berada pada titik yang aku rasa tidak adil untuk Rio dan pasangan aku saat itu.

Aku meminta teman-teman aku untuk membantu aku dalam menentukan pilihan. Padahal pilihan itu tidak terlalu sulit untuk aku. Seharusnya dengan mudah pula aku memilih diantara mereka. Tetapi, karena aku berpikiran tidak enak saja jika harus menyakiti temannya dari salah satu sahabat aku.

Di kemudian hari, aku memutuskan untuk mengajak seorang sahabat aku yang memang kenal baik dengan Pria yang sudah menjadi pacar aku lebih dahulu bertemu dengan Rio. Aku berkata jujur pada sahabat aku bahwa aku memang tidak pernah sayang dengan temannya itu. Aku menerima dia sebagai pacar hanya sebagai pengisi kekosongan saja. Mungkin sahabat aku agak kecewa mendengar pernyataan aku yang seperti itu tetapi mau gimana lagi, dia juga tahu kalau perasaan itu tidak bisa dipaksakan. Dan akhirnya aku memutuskan untuk memilih Rio dan memutuskan hubungan dengan pacar aku terlebih dahulu karena aku nggak mau membuat orang lain merasa tersakiti oleh keegoisan aku.

Setelah keputusan itu, hari demi hari berubah menjadi hitungan bulan. Iya ternyata sudah memasuki usia 2 (dua) bulan hubungan kami berjalan. Tetapi tidak ada perubahan dari cara kita berpacaran. Dikantor melakukan aktifitas sendiri-sendiri seperti orang yang tidak memiliki hubungan khusus. Makan siang pun kami sendiri-sendiri. Nggak tau hal apa yang kami lakukan diluar hubungan kami. Dia sibuk denga urusannya dan aku pun sama. Kami seperti bukan sepasang kekasih meskipun kami selalu bermesraan melalui sms atau jejaring sosial FB dan YM.

Sampai pada akhirnya waktu dan takdir mempertemukan Rio dengan Dian di kantin pada jam makan siang. Diantara pertemuan mereka tercipta perbincangan. Rio berkata “hai ian, punya YM nggak ?” tanpa berpikir panjang, Dian langsung membalas “punya, memangnya kenapa ?” dan Rio pun langsung menajwab “gue minta dong” tanpa panjang lebar, Dian langsung memberikan alamat YM-nya.

Pertemuan dan perkenalan mereka tidak hanya terhenti disana. Setelah mendapatkan alamat YM Dian, Rio pun langsung menambahkan kontaknya Dian menjadi teman dia di YM. Setelah berteman di YM, mereka jadi lebih sering chatting. Rio pun tanpa memikirkan hal lain langsung meminta nomor teleponnya Dian. Awalnya sih nggak dikasih sama Dian, tetapi akhirnya dikasih juga.

Hari demi hari pun berlalu. Mereka tetap asik dengan pertemanan mereka yang mungkin bisa dibilang sudah diluar batas. Memang sih diantara mereka tidak ada kalimat berpacaran meski Rio sudah berkali-kali mengungkapkan rasa sayangnya ke Dian tetapi Dian tak menjawab pernyataan Rio itu. Karena Dian berpikir kalau Rio berpacaran dengan Zee. Rio selalu menapik pertanyaan Dian, dia selalu bilang bahwa dia dengan Zee itu tidak memiliki hubungan khusus. Sampai akhirnya Dian mulai mempercayainya. Mereka saling menyapa di jejaring YM bahkan mereka memperlihatkan keromantisannya melalui status-status YM tanpa memperdulikan perasaan aku.

Rio berani memperlihatkan keromantisannya dengan Dian mungkin karena Rio berpikir aku tidak berteman dengan Dian pada jejaring sosial YM tersebut. Jadi kalau dia menulis kalimat romantis, bisa saja dia bilang itu untuk aku, karena aku tidak mengetahui siapa lawannya dia pada status itu. Ternyata Rio salah. Aku mengetahui semuanya dari situ.

Aku merasa keanehan dari sikap mereka. Wajar saja jika aku merasa aneh karena aku tau apa isi sms dari Dian untuk Rio tetapi Rio selalu saja menghapus sms terkirimnya untuk Dian. Entah memang sengaja dihapus oleh Rio atau memang benar ungkapan dia yang berkata “pesan terkirimnya memang nggak ada, karena aku sengaja nggak pakein. Soalnya memory hpnya nggak muat”. Entahlah mana yang benar. Yang jelas setelah merasakan keanehan tersebut, hubungan kita jadi lebih sering akrab dengan keributan.

Keributan-keributan kecil itu tercipta setelah muncul pertanyaan-pertanyaan dari aku tentang “ada apa sebenarnya antara kamu dengan Dian ?”. Setiap pertanyaan aku yang seperti itu selalu saja membawa hubungan kita pada keributan. Dari kamu yang merasa tidak nyaman dengan pertanyaan aku bahkan sampai aku yang merasa jadi orang terpojokkan.

Jelas saja aku merasa terpojokkan, karena setiap aku bertanya kamu selalu menjawab “Cuma orang bodoh yang bertanya seperti itu terus setiap saat” dengan nada sedikit emosi jawaban itu kamu keluarkan.

Aku merasa semakin tertekan, tertekan dengan banyak pertanyaan yang ada di diri. “Apa yang sebenarnya terjadi ?” ...

Hingga pada akhirnya aku terjatuh sakit. Iya mungkin karena fisik aku terlalu lelah dengan berbagai aktifitas pekerjaan dan mungkin juga lelah karena harus memikirkan hal-hal yang tidak penting.

Di saat aku terjatuh sakit, Rio tetap memberi aku perhatian. Dia menelepon aku, dia juga sms aku. Dia memberikan perhatian lebih, menyuruh aku makan dan minum obat. Di sela telepon itu kita memang membicarakan Dian. Rio berkata “kamu benar Dian berharap lebih, barusan dia sms aku Ciee ... yang sayang-sayangan sama Zee di FB” tanpa basa-basi dan mendengarkan Rio mau berbicara apalagi langsung saja aku balas ucapan dia “tuh kan benar, cewe itu perasaannya peka. Jadi lo harus bisa tanggung jawab sendiri atas masalah ini”. Kemudian kita memutuskan untuk mengakhiri teleponnya karena memang Rio harus melanjutkan kerja.

Pasti kalian bertanya-tanya kenapa bisa Dian berkata seperti itu kepada Rio. Dian berkata seperti itu karena Rio mengirim sesuatu di dinding FB aku. Isi kalimat tersebut adalah “cepat sembuh yah sayangku”. Jelas, Dian langsung berkata seperti itu. Wanita mana yang tidak akan kecewa membaca tulisan itu.

Tidak hanya disitu masalah berhenti. Setelah kejadian itu, Rio tetap menapik pertanyaan dari Dian. Rio tetap tidak mengakui hubungan kita. Bahkan Rio bilang kalau dia tidak pernah pacaran selama ini. Rio berusaha meyakini bahwa aku dengan dia tidak pernah ada hubungan khusus. Dia pun tidak hanya meyakini Dian, dia juga meyakinkan aku bahwa dia dengan Dian hanyalah main-main tidak untuk serius. Entahlah ... yang jelas aku merasa sangat-sangat tidak dihargai keberadaannya.

Keesokan hari pun tiba, aku kembali bekerja dengan perasaan yang tidak menentu. Entah siapa yang harus disalahkan atas semua ini. Aku berusaha menganggap tidak ada masalah. Belajar tegar, meski sebenarnya aku rapuh.

Akhirnya, aku memberanikan diri untuk menelpon ke line telepon lantai 4 (lantai dimana Dian bekerja). Aku berkata “hai Dian, nanti istirahat kita ketemuan yuk. Ada yang mau aku bicarakan” dan Dian pun mengiyakan permintaan aku. Entah karena memang dia juga kepingin kita berbicara atau memang dia kepingin tau ada apa sebenarnya.

Jam makan siang pun tiba, aku menunggu Dian di lobby lantai 1. Ternyata disana juga ada Rio. Mereka sempat smsan dan membicarakan bahwa aku mengajak Dian bertemu. Aku justru semakin bingung dan tertekan. Disitulah aku merasa, bahwa aku disini menjadi terdakwa dari sikap mereka dan keegoisan mereka. Bukan aku yang menghakimi mereka tetapi mereka yang menghakimi aku. Tak ada sedikitpun pembelaan dari Rio untuk aku, Rio malah membela Dian yang mungkin saja disitu statusnya belum jelas siapa Dian sebenarnya.

Akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan kita bertiga. Ternyata tidak berhenti disitu. Rio berusaha meminta maaf sama aku melalui YM, tidak hanya itu Rio pun juga meminta maaf kepada Dian. Di hadapan aku Rio memilih aku dan dihadapan Dian Rio memilih Dian.

Sampai akhirnya si Rio merasa jenuh dan benar-benar meminta maaf. Dia mengakui semua kesalahannya. Dan Dian pun meminta maaf kepada aku. Mereka berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Sampai suatu ketika ada pesan singkat dari Dian untuk aku. Isi sms tersebut adalah “udah kalian baikan aja, aku tahu kalau kalian masih sama-sama sayang” dan akupun menjawab “entahlah, biar waktu yang menjawab”.

Seiring berjalannya waktu, ternyata memang benar ungkapan Dian. Kita masih sama-sama sayang. Aku mencoba memberikan kesempatan pada Rio. Dia pun berjanji tidak akan mengulanginya kembali. Dan akhirnya kami kembali menjalin hubungan sampai sekarang, sampai sejauh ini dan sampai pihak keluarga kami saling mengenal. Begitupun dengan Dian, dia memang benar-benar meninggalkan hubungan kami. Dia merelekan Rio untuk tetap bertahan bersama aku.

Ini mungkin belum akhir dari perjalanan kita. Tetapi baru segini yang bisa kita ceritakan. Mohon bimbingannya yah teman-teman ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun