Mohon tunggu...
Fatimah
Fatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi UMJ

Seni adalah kegemaran saya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peristiwa G-30-S-PKI

15 Juli 2024   15:18 Diperbarui: 15 Juli 2024   15:18 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gerakan 30 September (G30S) adalah sebuah peristiwa berlatar belakang kudeta yang terjadi selama satu malam pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965 yang mengakibatkan gugurnya enam jenderal serta satu orang perwira pertama militer Indonesia dan jenazahnya dimasukkan ke dalam suatu lubang sumur lama di area Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Presiden Soekarno menyebut peristiwa ini dengan istilah GESTOK (Gerakan Satu Oktober), sementara Presiden Soeharto menyebutnya dengan istilah GESTAPU (Gerakan September Tiga Puluh), dan pada Orde Baru, Presiden Soeharto mengubah sebutannya menjadi G30S/PKI (Gerakan 30 September PKI). Sejarah penghianatan terbesar yang ada dalam sejarah Indonesia PKI atau Partai komunis Indonesia dianggap bertanggung jawab atas peristiwa ini.

Mengutip tulisan-tulisan dalam Jurnal Sejarah Volume 9: Memandang Tragedi Nasional 1965 secara Jernih dan buku Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, berbagai sejarawan mengungkapkan teori terkait G30S PKI, utamanya mengenai siapakah dalang di balik peristiwa tersebut.

Salah satu teori yang mengemuka adalah Gerakan 30 September 1965 didalangi oleh PKI. Pencetus teori bahwa PKI merupakan dalang di balik G30S adalah Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh. Bagaimana penjelasan teori tersebut serta teori yang lainnya?

G30S adalah konflik internal AD

Benedict Anderson dan Ruth McVey berpendapat, G30S adalah puncak konflik internal dalam tubuh angkatan darat Indonesia. Gerakan ini dinilai sebagai pemberontakan para perwira muda angkatan darat di Jawa Tengah yang muak atas gaya hidup dan orientasi politik pro-Barat para jenderal di Jakarta.

Para perwira muda itu memandang staf umum di bawah Ahmad Yani terlibat korupsi dan mengabaikan bekas anak buah mereka. Ahmad Yani dan sejumlah jenderal lain merupakan mantan perwira Kodam Diponegoro Jawa Tengah. Di samping itu, terdapat alasan juga bahwa para jenderal terus menentang dan menghalangi kebijakan Sukarno.

Selain Benedict Anderson dan Ruth McVey, Harold Crouch pun mengatakan, jelang 1965 angkatan darat terpecah jadi dua faksi. Kedua faksi ini sama-sama anti-PKI, tapi punya beda sikap soal menghadapi Presiden Sukarno.

Faksi pertama dipimpin Ahmad Yani dan loyal terhadap Sukarno, tetapi menentang kebijakan persatuan nasional dengan PKI di dalamnya. Faksi kedua adalah penentang kebijakan Ahmad Yani dan Sukarnoisme, di dalamnya terdapat A.H. Nasution dan Mayor Jenderal Soeharto.

Keterlibatan CIA dan Agen Rahasia Asing lainnya

Penggagas teori ini adalah Peter Dale Scott dan Geoffrey Robinson. Teori mereka mengungkapkan kekhawatiran Amerika Serikat atas kemungkinan jatuhnya Indonesia ke dalam kekuasaan komunis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun