Mohon tunggu...
Fatimah
Fatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Dunia tidak berat karena dirimu saja tidak menompangnya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Three Question tentang Hibah, Wasiat, dan Wasiat Wajibah

3 Mei 2023   20:32 Diperbarui: 4 Mei 2023   04:21 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. Bagaimana system penggantian tempat dalam pembagian harta warisan menurut hukum adat, hukum Barat dan Hukum Islam?

Dalam hukum adat dikenal juga sistem penggantian tempat  dalam waris atau plaatsvervulling. Ahli waris seorang ayah adalah anaknya jadi apabila ayahnya meninggal maka anaknya berhak mendapatkan harta warisan dari pewaris yakni orang tua ayahnya tadi, meskipun sang ayah meninggal sebelum pewaris meninggal. Pada umumnya warisan yang diberikan kepada anak ahli waris yang meninggal itu besarannya sama dengan saudara-saudaranya yang masih hidup. Dengan kata lain harta warisan dari pewaris dibagikan secara merata kepada semua ahli waris baik yang hidup maupun yang sudah meninggal, dan untuk ahli waris yang sudah meninggal maka bagian diberikan kepada anaknya.

Pada prinsipnya Hukum Waris Perdata Barat (BW) menekankan bahwa yang paling berhak mewarisi  adalah orang yang paling terdekat dengan si pewaris. Terutama orang-orang yang mempunyai hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan si pewaris. Pembagian warisan dalam Hukum Waris Perdata Barat bisa dilakukan dengan cara Ab Intestato (ahli waris yang berhak adalah ahli waris yang mempunyai hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan si pewaris) dan juga melalui surat wasiat testamentair dengan syarat bahwa ahli waris yang ditunjuk dalam surat wasiat tidak boleh mengabaikan hak legitimaris (Legitieme Portie). Ahli waris legitimaris harus diberikan haknya terlebih dahulu kemudian barulah ahli waris yang ditunjuk dalam surat wasiat.

Dalam ketentuan al-qur'an dan sunnah memang tidak diatur secara rinci terkait dengan ahli waris pengganti, sehingga terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama terkait dengan kedudukan cucu sebagai ahli waris pengganti.

Menurut hukum waris islam, hanya cucu laki-laki dari anak laki-laki saja yang dapat menggantikan ayahnya, sedangkan cucu dari anak perempuan baik laki-laki maupun perempuan tidak dapat menggantikan kedudukan ibunya untuk menerima warisan

Adapun di dalam kHI, cucu sebagai ahli waris pengganti bisa menempati kedudukan orang tuanya, jika orang tuanya berkedudukan sebagai zawi al-furud maka ia berkedudukan sebagai zawil al-furud. Apabila orang tuanya sebagai ashobah, maka ia pun akan berkedudukan sebagai ashobah, sehingga ia akan memperoleh sebesar bagian yang diperoleh oleh orang tuanya seandainya mereka masih hidup. Jadi ketentuan KHI secara tegas memberikan pengakuan terhadap keberadaan ahli waris pengganti, sehingga kedudukan ahli waris pengganti tersebut memiliki legitimasi, meskipun tidak ditemui dalam diskursus hukum kewarisan islam dalam kitab-kitab fiqh klasik.

2. Apa urgensinya hibaj, wasiat dan wasiat wajibah dalam masyarakat?

Mengenai pemberian hibah kepada ahli waris lalu dianggap sebagai harta waris itu sudah dijelaskan dalam hukum yang berlaku di Indonesia. Ini bertujuan agar tidak terjadi pertikaian yang besar ketika penghibah meninggal. Dan banyak masyarakat memilih untuk hibah, karena masyarakat menganggap asas keadilan di hibah lebih terjamin daripada hukum waris Islam.

Dan untuk Urgensi dari wasiat adalah agar adanya perlindungan hukum untuk ahli waris dalam mendapatkan warisan dari Pewaris, yang mana biasanya wasiat ini itu berupa surat yang ditulis oleh pewaris baik ditulis pribadi atau ditulis oleh kuasa hukum pewaris dan juga biasanya terdapat saksi dalam melakukan penulisan wasiat ini. Jadi wasiat berupa surat ini adalah sebuah bukti bahwa seorang ahli waris benar adanya mendapatkan bagian harta dari pewaris berdasarkan dari surat wasiat yang ditinggalkan. Dan wasiat ini dilaksanakan setelah pewaris meninggal dunia.
Berikutnya adalah wasiat wajibah yang mana ini adalah wasiat yang didasarkan pada aturan yudikatif atau hukum positif, yang mana wasiat ini dibuat berdasarkan pada hukum posiitf yang berlaku, dan wasiat wajibah ini dibuat karena ahli waris memiliki halangan yang mana tidak dapat mendapatkan warisan karena suatu hal, dan dengan wasiat wajibah ini pewaris yang terdapat halangan bisa memperoleh wasiat, seperti anak angkat, orang tua angkat dan ahli waris yang berbeda agama.
Jadi wasiat ini juga berguna agar tidak terjadinya cekcok antara ahli waris mengenai bagian harta dari pewaris dengan adanya surat wasiat yang dibuat.

3. Mengapa hibah, wasiat dan wasiat wajibah dilakukan dalam praktik hukum Islam di Indonesia?

Karena Hibah merupakan pemberian sesuatu secara sukarela terhadap seseorang tanpa meminta imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Yang dalam kata lain hibah adalah pemindahan harta dari satu pihak ke pihak lain. Hibah dilakukan dalam praktik hukum islam di Indonesia karena jika harta dibagikan dengan cara hibah maka apabila suatu saat terjadi kesalahpahaman atau pertikaian antara keluarga atau anak-anaknya maka harta pembagian warisan dapat diatasi dengan mudah, karena pembagian harta dalam keluarga ini dilakukan sebelum pemberi hibah meninggal. Jadi hibah diberikan ketika pemilik harta masih hidup (belum meninggal).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun