“Hmmm, oh nomor rekening juga gak?” kataku dengan bercanda.
“Hahaha kamu bisa aja.”
Kami bertukar kontak tanpa pikir panjang, dalam hatiku waktu itu “Yah, apa salahnya juga kan iseng-iseng nambah temen.”
***
Keesokan harinya melalui sebuah aplikasi chat dia memulai komunikasi denganku dan menanyakan seputar tentang kehidupanku, keluargaku, pekerjaanku, bahkan seputar asmara. Begitu juga denganku menanyakan segala hal tentangnya.
Setelah beberapa bulan, komunikasi itu tidak hanya sekadar chat, dia juga sudah berani menghubungki lewat video call dan ngajak aku ngedate. So far sih, aku merasa nyaman karena komunikasi ga hanya sekadar lewat handphone tapi bertemu secara langsung yang pasti suasananya akan lebih romantis eh. Tentu ini membuatku senang dan melupakan kegagalan yang pernah aku alami. Setiap bareng gatau kenapa nyaman bangat, bahagia bangat seolah-olah seperti remaja yang baru mengenal yang namanya jatuh cinta, klise sih sebenarnya tapi emang begitu adanya. Seminggu tidak bertemu saja membuatku tidak bisa mengontrol diri, mau bilang rindu takut dibilang "Lo siapa, bukan apa-apa udah bilang rindu," Jadi yah begitu sampai sekarang kerinduanku tak berbalas.
Yaudah dengan menyimpan kerinduanku yang menumpuk, aku tetap diam dan menyimpannya dengan rapat karena ternyata gengsiku terlalu besar dibandingkan kerinduanku. Aku menguatkan hati dengan menyibukkan diri membaca buku kesukaanku kalau ga yah aku melampiaskannya semua carut-marut hatiku dengan menulis, karena bagiku Writing is Healing. Dengan begitu, kerinduanku terkikis perlahan-lahan, yah meski tetap rindu, duh dasar aku!!!
***
10 bulan waktu yang sangat manis bisa kenal dengannya. Perasaan nyaman, dimanja, diberi perhatian sungguh membuat hari penuh warna. Dan yah begitulah kalau Semesta belum merestuimu dengan tambatan hati yang menurut kamu sudah pas sudah cocok tapi Semesta tidak mengizinkan, lah kalau begini siapa yang harus aku salahkan? Jay ga mungkin aku salahkan karena belum ada kata ingin menjadikanku sebagai pelabuhan terakhirnya, ataukah aku yang salah karena salah orang atau bahkan salah menambatkan hati kepada seseorang yang aku sendiri tidak tahu tujuannya datang, apakah hanya iseng atau hanya sebagai pelarian atau bahkan hanya pelampiasan? Tapi apakah salah dengan semua yang sudah berjalan tanpa ada cela memberi hati sepenuhnya kepada seseorang yang menurutmu sama juga dengan yang dia rasakan? Yah begitu ternyata itu hanya pemikiranku saja,tidak begitu dengannya.
Yah, berakhir seperti itu saja, tanpa ada kata, tanpa ada kabar dan tanpa ada kesepakatan untuk tidak berkomunikasi lagi yah begitu saja berakhir seperti dua orang yang tidak pernah saling kenal. Mau sakit hati? Faedahnya apa? Yang lebih tepat sih akulah penyebab dari alur cerita yang aku buat sendiri karena berharap kepada orang yang salah, kalau saja aku tidak terbawa perasaan, kalau saja aku tidak membangun harapan pasti tidak seperti ini akhirnya.
Yah memang ada saatnya kita harus mengeluarkan emosi, mengeluarkan semua keluh kesah, tak masalah harus jatuh ke lubang yang sama, tak masalah harus bersedih hati, karena aku cuman manusia gak harus selamanya kuat.