Terminologi sekolah miskin sesungguhnya tidak sempit hanya pada satu sisi kajian. Namun sekolah miskin sesungguhnya mempunyai makna luas, yakni miskin atau kekurangan dari standar baku penyelenggaraan sekolah. Sekolah miskin disini didefinisikan sebagai ketidak mampuan sekolah mencukupi standar pelayanan minimal penyelenggaraan sekolah yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sesungguhnya sekolah miskin adalah sebuah wadah untuk peserta anak didik yang tidak mampu. Namun pada kenyataannya penyelenggaraan sekolah miskin di Indonesia masih banyak terkendala seperti pada standar mutu pendidikan.
Fenomena yang ada pada saat ini masih jelas adanya, dibeberapa sekolah yang ada didaerah pedesaan contohnya, anak di daerah pedesaan banyak yang masih mengabaikan pentingnya pendidikan untuk masa depan mereka. Hal ini dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya ketidakmampuan mereka untuk menunjang kegiatan belajar. Faktor ekonomi yang ada menyebabkan banyak yang memilih putus sekolah. Sebenarnya dengan adanya sekolah miskin ini, akan dapat member wadah untuk mereka belajar. Namun dengan jauhnya dari standar pendidikan yang diberikan menjadikan sulit untuk dapat merubah pola pikir mereka.
Seharusnya banyak yang dapat ditentukan untuk sasaran evaluasi belajar, seperti :(a) Sumber Daya Manusia (Kepala Sekolah, Guru, Kepala Dinas Diknas, Pengawas, Staf Tata Usaha, Siswa, orang tua siswa, Pengelola Komite Sekolah, dan masyarakat sekitar) dan (b) kondisi kurikulum, peserta didik, ketenagaan, sarana dan prasarana, organisasi, pembiayaan, peran serta masyarakat, dan manajemen sekolah.Mungkin dengan adanya terapan tersebut akan banyak membantu dalam kegiatan belajar mengajar di daerah tersebut.
Sekolah miskin pada umumnya terjadi karena kurangnya standar mutu belajar,dimana sekolah miskin tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi standar nasional. Dapat digambarkan secara ringkas yaitu kemampuan memenuhi persyaratan kurikulum misalnya sekolahbelum mengimplementasikan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dirancang secara mandiri, rancangan evaluasi analisis evaluai dan tindak lanjutnya.
Sebenernya penyebab terjadinya sekolah miskin, terdapat beberapa faktor antara lain konteks sekolah, kepedulian pemerintah kepemimpinan sekolah, partisipasi guru danpartisipasi masyarakat. Faktor konteks berhubungan dengan keberadaan lokasi dan sumber daya yang mempengaruhi potensi sekolah. Faktor tersebut antara lain keberadaan lokasi sekolah, kondisi sosial ekonomi orangtua dan masyarakat, kepedulian masyarakat dan pemerintah. Sekolah miskin umumnya berada di wilayah pedesaan, pedalaman, pesisir, atau pinggiran kota. Kondisi ini amat terkait dengan status sosial ekonomi masyarakat yang kurang utamanya orang tua. Masyarat yang berada di pedesaan umumnya terdiri atas golongan orang yang kurang mampu secara finansial. Kondisi ini amat mempengaruhi kepedulian mereka terhadap sekolah anak-anaknya. Orang tua yang berpenghasilan di bawah Rp. 1.200.000,- perbulan habis untuk membiayai kehidupan keluarganya yang berjumlah empat orang. Orang tua cenderung lebih mementingkan memenuhi kebutuhan hidup (makan minum dan rumah) daripada untuk menyekolahkan anaknya di bangku sekolah. Oleh karena itu program pemerintah yang memberikan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) cukup membantu orang tua menyekolahkan anaknya di bangku sekolah.
Kepedulian pemerintah yang kurang berpihak secara operasional utamanya pemerintah daerah (wali kota dan bupati) dan kepala dinas Diknas menjadi penyebab terjadinya sekolah miskin. Pemerintah daerah yang hanya tebar pesona, mengumbar janji-janji akan memberikan bantuan saat membuka acara kegiatan, dan tidak pernah melakukan kunjungan ke sekolah miskin; juga menjadi penyebab terjadinya sekolah miskin.
Kepemipinan kepala sekolah yang kurang kreatif dan inovatif juga menjadi penyebab terjadinya sekolah miskin. Kepala sekolah umumnya kurang kreatif melakukan prakarsa bagaimana memenuhi kekurangstandaran sekolah, baik dalam komponen kurikulum, personalia, kesiswaan, sarana dan prasarana, pembiayaan, manajemen, organisasi, dan humas. Namun terdapat kepala sekolah yang kreatif tetapi kurang memperolah dukungan dari warga sekolah, menjadikan surutnya usaha kepala sekolah. Partisipasi guru dan orang tua siswa umumnya dibangun dari kepemimpinan kepala sekolah. Kalau kepala sekolah kurang kreatif mempartisipasikan guru dan orang tua, maka merekapun enggan melakukan kegiatan positif untuk mencukupi kebutuhan sekolah.
Sekolah yang termasuk kategori miskin seluruhnya memiliki usaha untuk memperbaiki dan memenuhi standar layanan minimal sekolah. Usaha yang dilakukan terbatas sesuai dengan kemampuan. Jika tidak ada biaya yang penting melakukan pembelajaran sebaik-baiknya dan tidak membiarkan kelas kosong serta pulang cepat. Orientasi utama adalah menyelamatkan kegiatan pembelajaran dapat berlangsung sebagaimana mestinya. Jika sekolah diberikan dana oleh pemerintah untuk melengkapi sarana dan prasarana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H