Mohon tunggu...
Fatih Viorel Margian
Fatih Viorel Margian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

International Relations Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Eksploitasi Pasir Gunung Merapi serta Solusi atas Potensi Kerusakan Lingkungan dalam Kacamata Green Politics Theory dan Environmentalism Theory

5 Desember 2024   21:39 Diperbarui: 5 Desember 2024   21:52 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Stockcake.com (AI Generated) 

Cangkringan, Sleman -- Aktivitas penambangan pasir di sekitar Gunung Merapi, yang telah lama menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat setempat, cukup menjadi sorotan tajam. Selain memberikan dampak positif seperti perputaran roda ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, praktik ini juga memunculkan kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan.  

Pasir vulkanik dari Gunung Merapi dikenal sebagai salah satu bahan bangunan berkualitas tinggi. Kandungan silika dan besi yang belum teroksidasi memberikan keunggulan signifikan, dengan harga pasar yang relatif terjangkau mulai dari Rp150.000 per truk. Tidak heran jika banyak warga Cangkringan terlibat dalam aktivitas ini, dengan penghasilan harian mencapai Rp90.000--Rp150.000. Namun, di balik keuntungan ekonomis tersebut, ada harga mahal yang harus dibayar: kerusakan ekosistem alam dan ancaman terhadap kesehatan masyarakat.  

Kerusakan Lingkungan dan Kesehatan

Menurut Dinas Pengairan, Pertambangan, dan Penanggulangan Bencana Alam (P3BA), aktivitas penambangan di wilayah ini telah menyebabkan perubahan drastis pada kondisi alam. Bekas galian yang tidak direklamasi, hilangnya lapisan tanah subur, serta kerusakan tata air adalah beberapa contoh nyata. Area yang dulunya menjadi resapan air kini berubah menjadi lahan tandus dan rentan terhadap bencana seperti tanah longsor.  

Selain itu, debu hasil aktivitas penambangan juga meningkatkan risiko kesehatan. Data Puskesmas Cangkringan menunjukkan peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di kalangan anak-anak sebesar 20% pada 2012 dibandingkan tahun sebelumnya. Sebanyak 1.142 pasien usia 0-19 tahun tercatat hanya dalam periode Februari hingga Agustus 2012, dengan rata-rata 163 pasien per bulan.  

Pendekatan Green Politics Theory dan Environmentalism Theory

Untuk menyikapi masalah ini, analisis menggunakan pendekatan Green Politics Theory dan Environmentalism Theory dapat memberikan gambaran beberapa solusi yang relevan.  

1. Green Politics Theory

Pendekatan ini menolak pandangan antroposentrisme yang menempatkan manusia sebagai pusat segalanya. Sebaliknya, ia mengedepankan nilai-nilai ekologis dan keberlanjutan jangka panjang. Dalam konteks ini, pemerintah perlu:  

- Membatasi izin tambang secara ketat.  

- Mengalihfungsikan kawasan tambang menjadi wilayah konservasi dengan upaya transformasi skala global sebagai dorongan kepada pemerintah domestik.  

- Menyediakan lapangan kerja alternatif bagi penambang pasir melalui kerja sama dengan pemerintah pusat.  

Green Politics Theory menolak antroposentrism karena memandang bahwa semua makhluk punya value yang dimana dalam kasus ini yaitu Alam lingkugan terkhusus di wilayah Merapi memiliki dampak baik bagi kehidupan manusia dalam jangka panjang, negara harus lebih sadar akan kelestarian lingkungan bukan ikut andil merusak terlebih lagi jika semata dilandasi kepentingan pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan banyaknya perusahaan yang diberi izin tambang.

2. Environmentalism Theory

Sebagai landasan hukum, Pasal 1 butir 14 UU No. 23 Tahun 1997 dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup mengatur kewajiban pelaku usaha untuk menaati izin lingkungan serta memberikan sanksi bagi pelanggaran. Dalam hal ini, pemerintah harus:  

- Memastikan seluruh aktivitas tambang sesuai dengan regulasi, termasuk PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.  

- Mendorong penerapan kebijakan tambang ramah lingkungan yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan.  

Environmentalism berprinsip bahwa negara sebagai entitas penyelamat lingkungan yang dalam kasus ini Negara melalui peraturan perundang-undangan mengatur segala administrasi pertambangan di berbagai aspek dan kriteria khusus, diharapkan denga taatnya perusahaan tambang dengan aturan undang-undang, dapat bersinergi menerapkan kebijakan eco-friendly yang mana tetap focus pada pembangunan ekonomi namun tetap sustainable dalam kelestarian lingkungan.

Langkah Konkret Menuju Keberlanjutan 

Penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk bersama-sama menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan kelestarian lingkungan. Penegakan hukum yang tegas, edukasi masyarakat, dan implementasi teknologi tambang berkelanjutan menjadi kunci untuk melindungi kawasan Gunung Merapi.  

Kerusakan lingkungan di Cangkringan menjadi pengingat bahwa eksploitasi sumber daya alam tanpa kontrol hanya akan membawa kerugian jangka panjang. Dengan pendekatan yang tepat, Merapi bisa tetap menjadi sumber kehidupan sekaligus aset ekologis yang terlindungi.  

---  

Artikel ini disusun berdasarkan analisis menggunakan pendekatan teoritis dalam sudut pandang politik lingkungan studi ilmu hubungan internasional. Sumber utama meliputi data Dinas P3BA, Puskesmas Cangkringan, serta kajian akademis terkait.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun