Mohon tunggu...
Fatih Viorel Margian
Fatih Viorel Margian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

International Relations Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jejak Hubungan Korea Selatan dan Korea Utara: Perjalanan Panjang Menuju Perdamaian yang Tak Kunjung Tercapai

4 Desember 2024   00:52 Diperbarui: 4 Desember 2024   01:40 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : (AI Generated) 

Jepang Menyerah, Korea Terbelah

Korea Selatan dan Korea Utara merupakan dua negara yang menjadi musuh sejak Perang Korea dimulai pada 25 Juni 1950. Dalam perang ini, Korea Utara yang dibantu oleh China menyerang Korea Selatan yang berkoalisi dengan PBB. Secara garis besar, konflik antara kedua negara ini berakar pada perpecahan yang terjadi setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II pada tahun 1945. Kekalahan Jepang tersebut menyebabkan Korea terpecah menjadi dua wilayah, yang kemudian dipisahkan oleh perbatasan yang dikenal sebagai DMZ atau Demilitarized Zone (Zona Demiliterisasi).

Pada Agustus 1945, tentara Soviet mendirikan Otoritas Sipil Soviet untuk sementara memerintah Korea Utara hingga terbentuknya rezim domestik yang bersahabat dengan Uni Soviet. Upaya penyatuan Korea dilakukan pada 1949, setahun setelah tentara Soviet mundur. Namun, konsolidasi rezim Syngman Rhee di Korea Selatan yang didukung militer Amerika Serikat, serta penindasan pemberontakan pada Oktober 1948, mengakhiri harapan penyatuan tersebut. Sejak itu, wilayah utara berada di bawah pengaruh kuat Uni Soviet, sementara wilayah selatan lebih dekat dengan Amerika Serikat.

Perbedaan ideologi antara kedua wilayah yang dipisahkan oleh garis paralel ke-38 menjadi latar belakang konflik ini. Wilayah utara didominasi oleh paham komunisme, sedangkan pada Desember 1948, Sidang Umum PBB menyatakan Korea Selatan sebagai pemerintahan yang sah di Semenanjung Korea. Keputusan tersebut memicu kemarahan Korea Utara terhadap Korea Selatan dan Amerika Serikat.

Perang yang berlangsung selama tiga tahun ini tidak pernah diakhiri dengan perjanjian damai. Kedua negara hanya menyepakati gencatan senjata yang ditandatangani pada 27 Juli 1953 dalam Korean Armistice Agreement oleh Amerika Serikat, Republik Rakyat China, dan Korea Utara. Presiden Korea Selatan saat itu, Syngman Rhee, menolak menandatangani tetapi berjanji menghormati kesepakatan tersebut. Perang ini diperkirakan menewaskan dua juta rakyat sipil.

Momen Damai yang Rapuh

Berbagai upaya perdamaian terus dilakukan, seperti Deklarasi Gabungan Utara-Selatan pada Juni 2000 yang bertujuan untuk penyatuan kembali secara damai. Selain itu, pada 4 Oktober 2007, pemimpin kedua negara bertemu dan membahas penghentian perang serta prinsip non-agresi. Upaya lainnya termasuk Pertemuan Puncak Inter-Korea pada 27 April 2018 di Panmunjom, yang menghasilkan Deklarasi Panmunjom. Kedua pemimpin, Kim Jong Un dan Moon Jae-in, menyatakan era baru perdamaian telah dimulai dan menegaskan denuklirisasi penuh di Semenanjung Korea.

Namun, hubungan kembali memanas pada 4 Juni 2020, ketika Kim Yo-Jong, adik Kim Jong Un, mengancam memutus hubungan dengan Korea Selatan terkait selebaran yang dikirim pembelot ke perbatasan. Ancaman tersebut berujung pada penghancuran kantor penghubung antar-Korea di perbatasan pada 16 Juni 2020. Korea Utara akhirnya membuka kembali jalur komunikasi pada 27 Juli 2021. Korea Selatan pun kembali menawarkan kerjasama, seperti mendukung rekonstruksi infrastruktur di Korea Utara dan reuni keluarga yang terpisah sejak perang.

Periodisasi Hubungan Korea Selatan dan Korea Utara

  • Periode Awal (1945--1950): Setelah kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, Korea terbagi menjadi wilayah pendudukan AS di selatan dan Uni Soviet di utara. Pada 1948, Korea Selatan mendeklarasikan Republik Korea (ROK) di bawah Syngman Rhee, sementara Korea Utara membentuk Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) di bawah Kim Il-sung.
  • Perang Korea (1950--1953): Perang pecah pada 1950 ketika Korea Utara menyerang Korea Selatan. Konflik ini berakhir dengan gencatan senjata pada 1953, tanpa perjanjian damai.
  • Era Konfrontasi (1953--1990): Hubungan memburuk dengan adopsi ideologi yang bertentangan, yakni demokrasi di selatan dan komunisme di utara.
  • Periode Dialog (1991--2007): Kedua negara mengakui keberadaan satu sama lain pada 1991, diikuti dengan pertemuan puncak bersejarah pada 2000 dan pembukaan Kompleks Industri Kaesong pada 2004.
  • Konflik dan Ketegangan (2008--2017): Kebijakan keras Presiden Lee Myung-bak memperburuk hubungan, ditambah pengembangan senjata nuklir oleh Korea Utara.

Jejak Indikasi Keberhasilan Diplomasi Bilateral

  • Pertemuan Puncak (2000, 2007, 2018): Menghasilkan deklarasi damai dan langkah konkrit seperti pengurangan ketegangan militer.
  • Kompleks Industri Kaesong (2004): Proyek ekonomi bersama yang menjadi simbol kerjasama.
  • Kerjasama Olahraga: Tim gabungan pada Olimpiade 2000 dan 2004.
  • Proyek Rekonstruksi dan Pariwisata: Dukungan Korea Selatan terhadap infrastruktur dan pariwisata di Korea Utara.

Harapan dan Realitas

Secara historis, upaya rekonsiliasi antara Korea Selatan dan Korea Utara selalu menghadapi tantangan besar dari perbedaan ideologi dan tekanan geopolitik. Ketergantungan Korea Utara pada senjata nuklir sebagai alat negosiasi kerap menjadi batu sandungan. Prospek perdamaian tetap rapuh, namun momentum-momentum diplomasi yang telah tercipta menunjukkan potensi kerja sama di masa depan. Penguatan dialog, pengurangan ketegangan militer, dan dukungan komunitas internasional adalah langkah penting untuk mencapai tujuan akhir: reunifikasi yang damai dan stabilitas di Semenanjung Korea.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun