Mohon tunggu...
Fatih Romzy
Fatih Romzy Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penyuka Olahraga, Film, Musik dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menghapus Dualisme Publik Pasca Kegagalan Timnas di AFF 2024

25 Desember 2024   14:24 Diperbarui: 25 Desember 2024   14:24 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rafael Struick saat Indonesia gugur di Piala AFF (Solopos/Joseph Howi Widodo via Espos.id)

Pertandingan antara Indonesia vs Filipina di ajang Piala AFF 2024 memang sudah berlalu. Namun, perbincangan seputar kegagalan Indonesia di ajang ini masih mengalir di berbagai lini masa. Publik kini terbelah menjadi dua kubu. Ada yang menilai kekalahan ini terjadi akibat kesalahan Shin Tae-yong. Kubu yang lain menilai bahwa kekalahan ini bukan kesalahan sang pelatih.

Sudah tuntas debat pro naturalisasi dan kontra naturalisasi, debat kini kembali mengalir antara dua kubu yang katanya pro STYOut, serta kontra STYOut. Namun, pernahkah terpikir kalau di tengah debat, akan selalu ada pihak netral? Alih-alih memilih antara hitam dan putih, apakah sebaiknya kita mengambil pihak abu-abu, di mana ketika ada sesuatu yang salah harus dikritik, dan ketika ada sebuah prestasi harus dipuji?

Kegagalan Indonesia lolos semifinal Piala AFF 2024 sendiri bukan semata karena kesalahan Shin Tae-yong dan PSSI. Masing-masing punya andil dalam salah satu momen terburuk ini. Untuk itu, mari sedikit menghilangkan bias hitam-putih dan benar-salah terkait kegagalan Indonesia ini!

Akar Permasalahan

Kalau boleh jujur, aroma kegagalan Indonesia di Piala AFF 2024 sudah tercium semenjak PSSI dan Shin Tae-yong bersepakat memainkan para pemain junior, atau lebih tepatnya pemain U-22 untuk turnamen ini. Alasannya, PSSI ingin mempersiapkan tim ini untuk berlaga di SEA GAmes 2025 yang memang menggunakan pemain U-23, bukan tim senior.

Selain itu, menurut pernyataan Erick Thohir yang dikutip via Bolasport pada bulan Juni lalu, ketua umum PSSI itu menginginkan adanya regenerasi. Ia ingin timnas Indonesia punya skuad yang matang untuk beberapa tahun ke depan. Berangkat dari fakta tersebut, PSSI tampaknya memang menyarankan Indonesia menurunkan skuad muda, bukan skuad senior.

Keinginan regenerasi PSSI disambut baik oleh pelatih Shin Tae-yong yang pada akhirnya menurunkan skuad dengan rataan umur bahkan tidak menyentuh 21 tahun. Beberapa nama yang mendapat panggilan adalah nama-nama yang juga pernah memperkuat timnas di berbagai kelompok umur. Antara lain Ronaldo Kwateh, Daffa Fasya, bahkan Marselino Ferdinan, Muhamad Ferarri, Pratama Arhan dan Asnawi Mangkualam.

Strategi menurunkan pemain-pemain muda di Piala AFF 2024 sempat dipandang aneh oleh banyak pihak. Beberapa media luar, termasuk dari Vietnam bahkan menyebut bahwa Indonesia agak meremehkan. Strategi semacam ini tentu beresiko, karena pemain-pemain muda ini masih minim pengalaman di level internasional.

Salahkah strategi PSSI memanggil pemain-pemain muda ke AFF 2024? Tentu saja tidak. Sebagai catatan, Indonesia saat ini punya fokus lain, yakni mengejar mimpi masuk ke Piala Dunia 2026. Selain itu, seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, tidak ada target spesifik dari PSSI, terkecuali untuk memberi pengalaman untuk para pemain yang memang akan dipersiapkan untuk SEA Games 2025.

Publik Perlu Turunkan Ekspektasi

Sedari awal, publik sepakbola Indonesia harusnya menyadari bahwa dengan skuad yang mayoritas berisikan pemain muda, ekspektasi untuk timnas harusnya tidak muluk-muluk. Melalui manajer Sumardji pada sebuah wawancara bersama Detik, 29 November 2024, PSSI disebut tidak memberi target muluk-muluk untuk Indonesia. Sekali lagi, turnamen ini hanya dipandang sebagai sarana memberi pengalaman buat para pemain.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Kemenangan 1-0 melawan Myanmar di matchday pertama babak grup agaknya menambah hegemoni masyarakat Indonesia menyambut AFF 2024. Bahkan ada yang bilang kalau timnas harus juara karena level kita sudah meningkat, bukan lagi di kancah ASEAN, melainkan di kancah Asia, bahkan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun