Mohon tunggu...
Fatih Romzy
Fatih Romzy Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Penyuka Olahraga, Film, Musik dan Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Bola

Man City vs Everybody: Ketika Pengadilan Jadi Satu-Satunya Lawan Seimbang Raksasa Sepakbola

20 September 2024   16:38 Diperbarui: 20 September 2024   16:38 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para Pemain Manchester City (Getty Images/Clive Rose)

Manchester City adalah sebuah klub yang superior dalam beberapa musim ke belakang. Tangan dingin Pep Guardiola berhasil mentransformasi klub yang berbasis di Manchester ini menjadi sebuah entitas yang mengerikan. Keberhasilan The Citizen merengkuh titel di empat musim secara beruntun untuk pertama kalinya bagi tim Inggris menjadi sebuah bukti sahih betapa mengerikannya tim ini.

Sayangnya, City belakangan digoyang sebuah isu besar. Sebuah isu yang bisa saja melengserkan eksistensinya sebagai sebuah raksasa superior di ranah sepakbola Britania Raya. Klub milik Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan ini didakwa dengan 115 dakwaan terkait kasus Financial Fair Play (FFP). Secara garis besar, dakwaan ini tidak berpengaruh pada performa tim di atas lapangan. Namun dakwaan ini berpotensi menghapus eksistensi City sebagai salah satu entitas terkuat sepakbola. 

Kasus City nyatanya bukan yang pertama. Tetapi kasus ini tetap menyajikan sebuah cerita unik, betapa mengerikannya kedigdayaan sebuah klub sepakbola, sampai-sampai hanya pengadilan yang bisa menghentikan mereka. Lantas, seperti apa cerita di balik "Manchester City vs Everybody" yang terjadi sekarang ini?

Superior Tiada Lawan

Dua dekade ke belakang, ketika nama-nama seperti Newcastle United, Leeds United, Nottingham Forest masih jadi klub yang merepotkan kekuatan-kekuatan tradisional, Manchester City bukanlah siapa-siapa. Hampir tidak ada yang mengenal Manchester Biru. Bagi para pecinta sepakbola, Manchester yang merupakan kota pelabuhan di Inggris lebih identik dengan warna merah, bukan biru. 

Namun, sebagaimana berputarnya bola, perputaran itu juga terjadi pada Manchester City. Akuisisi oleh Syeikh Mansour melalui perusahaannya Abu Dhabi United Group telah mengubah wajah Manchester Biru. Tim yang dulunya pantas disebut tim medioker, selama 15 tahun berikutnya berhasil menancapkan dominasi di sepakbola Eropa. City bahkan kini menyandang status sebagai tim terkaya dan tersukses dunia. 

Moncernya City tentu tak lepas dari peran Pep Guardiola. Ditunjuk menukangi The Citizen pada 2016, Pep telah membawa City menangi hampir seluruh gelar bergengsi. Liga Champions yang awalnya terasa mustahil, bahkan akhirnya berhasil didapatkan mantan pelatih Barcelona itu. Dengan segala gemerlap kesuksesannya di Etihad Stadium, bisa dibilang, Pep telah membangun sebuah dinasti di klub yang satu ini.

Musim 2023/2024 kemarin juga menjadi sebuah musim yang fenomenal buat entrenador Spanyol. Kendati gagal mempertahankan gelar Liga Champions dan mendapat persaingan super ketat di EPL, City tetap ganas. Rival sekota Manchester United ini sukses menggondol trofi EPL, untuk menjadi tim pertama yang meraih gelar tersebut selama empat musim berturut-turut.

Mengejar Manchester City dalam perburuan gelar juara rasanya menjadi sesuatu yang mustahil buat klub lain. Banyak orang bahkan bersepakat kalau Pep adalah semacam cheat code sepakbola. Pasalnya, siapapun yang mempekerjakan Pep sebagai juru taktik, maka klub tersebut seakan sudah dapat jaminan bakal memenangkan gelar. Ini terjadi pada City, yang selama dilatih Pep, hampir tak pernah kesulitan menjuarai EPL.

Cuma Bisa Takluk Oleh Meja Hijau

Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin yang menerpanya. Begitulah situasi yang pas menggambarkan Man City. Ketika tim ini kelihatan begitu mustahil ditaklukkan oleh entitas sepakbola lainnya, City punya satu titik lemah. Titik lemah itulah yang saat ini menggemparkan para pecinta sepakbola. City baru-baru ini tersandung masalah yang membuat mereka harus maju ke meja hijau.

Bermula dari sebuah pengumuman lewat laman resmi Liga Primer Inggris, Man City kedapatan melanggar sejumlah aturan keuangan. Pelanggaran itu mencakup pemalsuan laporan keuangan, remunerasi nilai kontrak, hingga pelanggaran aturan PSR atau Profit and Sustainability Rules. Total, Man City menghadapi 115 dakwaan yang berpotensi melenyapkan semua prestasi yang sudah mereka dulang selama ini.

Yang ironis dari kasus ini, City kini seolah menjadi sebuah entitas yang hanya bisa takluk oleh meja hijau. Di level internasional seperti UCL, City memang tidak begitu superior. Tapi di kompetisi domestik, klub berjuluk The Citizen ini tidak perlu diragukan. Buktinya, Mikel Arteta dan Arsenal, serta Jurgen Klopp dan Liverpool selalu kepayahan setiap kali harus terlibat kejar-mengejar gelar dengan City.

Banyak yang bilang kalau memenangkan gelar sebuah kompetisi adalah sesuatu yang mustahil selagi ada Pep di kompetisi tersebut. Tentu saja, ungkapan tersebut tidak hanya merujuk pada Pep seorang. Ungkapan tersebut pada dasarnya merujuk pada Man City secara keseluruhan. Sekarang, kasus yang dihadapi City seakan kembali menegaskan, kalau tidak ada entitas yang cukup tangguh untuk mengalahkan City, terkecuali meja hijau.

Semua Melawan Man City

Pelanggran yang menyebabkan City dijatuhi hingga 115 dakwaan tentu menjadi gambaran bahwa City menghadapi sebuah pelanggaran berat. Terang saja, klub-klub lain ikut berkomentar terkait pelanggaran ini. Seakan menegaskan pernyataan bahwa hanya meja hijau saja yang bisa menghentikan City, mayoritas klub EPL kabarnya sepakat menyatakan City harus dikenai sanksi.

Nyatanya, kasus ini memberi sedikit gambaran betapa banyaknya musuh City di dunia sepakbola. Bahkan, musuh-musuh mereka tidak cuma rival sekompetisi domestik. Diam-diam, mereka-mereka yang ada di luar Inggris ternyata juga tidak suka dengan pergerakan The Citizen. Sebagai contoh, ada Javier Tebas, sang presiden La Liga yang ikut mengomentari kasus ini.

Dalam sebuah wawancara kepada media GiveMeSport, Tebas bilang kalau kasus Man City bukan kasus yang main-main. Dirinya meminta otoritas Premier League menjatuhi hukuman tegas. Status City sebagai tim raksasa Eropa, menurut Premier League tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak memberikan sanksi. Tebas meminta otoritas tidak pilih kasih terhadap klub-klub Inggris lain.

Yang unik adalah, Tebas berani mengumbar statement bahwa klub-klub EPL lain pasti setuju apabila otoritas memberi sanksi pada City. Pria berusia 62 tahun itu mengklaim telah berbicara dengan mayoritas klub EPL. Dari pembicaraan tersebut, Tebas menyimpulkan bahwa mayoritas klub EPL mendukung otoritas menjatuhi sanksi, entah pengurangan poin, atau maksimal pengusiran dari liga.

Boleh dibilang, Manchester City sekarang telah menjadi public enemy dalam dunia sepakbola. Potensi pelanggaran yang dilakukan The Citizen memang merupakan potensi pelanggaran yang berat. Namun, selagi sidang pembuktian kasus ini belum membuahkan vonis apapun, sah saja mengatakan kalau klub lain kini berusaha melakukan upaya apapun demi menjegal laju City, termasuk upaya jalur meja hijau.

Fokus Tim Tetap Pada Permainan

Ketika gonjang-ganjing perihal 115 dakwaan yang dihadapi Man City, tim asal Manchester nyatanya tidak gentar. The Citizen tetap tampil trengginas dan di atas angin. Tim besutan Pep Guardiola sukses membabat semua lawan mereka di ajang Liga Primer Inggris. Sekali lagi, fakta ini membuktikan kalau setelan pabrik City memang sudah mengerikan.

Pep Guardiola selaku pelatih Man City paham kalau tim yang ia latih menghadapi situasi yang amat pelik. Entrenador Spanyol itu juga paham kalau sanksi yang menanti City bukanlah sanksi yang main-main. Namun, Pep paham akan posisinya sebagai manajer di City. Seorang manajer tidak seharusnya ikut campur terlalu dalam untuk urusan hukum semacam ini.

"Kami bukan pengacara, jadi biarkan pengadilan yang menentukannya," Begitu kata Pep ketika ditanya awak media soal kasus ini. Pep tidak ingin membiarkan fokus anak asuhnya terpecah. Untuk itu ia enggan berkomentar banyak tentang masalah ini. Pep memilih menyerahkan masalah pelanggaran finansial ini kepada klub dan kuasa hukumnya. Yang terpenting baginya adalah bagaimana caranya City mengarungi musim kompetisi yang makin sulit.

Pep nyatanya bukan omong besar semata. Buktinya, pasukannya berhasil meraih hasil memuaskan sepanjang musim 2024/2025 yang baru seumur jagung. City sukses menangi empat laga EPL untuk bertengger nyaman di puncak klasemen. Di UCL, walau City gagal memetik poin penuh kontra Inter, paling tidak, hasil seri di Etihad makin memperpanjang rekor unbeaten mereka di musim ini.

Intinya, persoalan yang terjadi pada Man City selama ini semakin mempertegas fakta bahwa tim ini terlalu superior untuk ditaklukkan. Butuh lebih dari sekedar perjuangan saja untuk membuatnya bertekuk lutut. Bahkan entitas lain seperti meja hijau saja kesulitan mengubah nasib City menjadi pesakitan. City tetap tak terbendung, walau harus berhadapan dengan 115 dakwaan memberatkan sekalipun.

City tetaplah City. Ketika semua rivalnya berharap mereka tumbang oleh kasus hukum berupa pelanggaran finansial, mereka nyatanya tetap berdiri kokoh sebagai sebuah klub sepakbola. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun