Mohon tunggu...
Fatihatus Syadiyah
Fatihatus Syadiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 UIN Salatiga, Progam Studi Sejarah Peradaban Islam

Seorang mahasiswa yang hobi membaca dan suka jalan-jalan ke tempat sejarah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politisi dan Ulama: Kolaborasi atau Manipulasi?

3 Januari 2025   15:15 Diperbarui: 3 Januari 2025   15:15 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan fenomena menarik dalam dunia politik Indonesia. Fenomena itu adalah semakin banyaknya calon pemimpin yang mendekati para ulama dan tokoh agama dalam upaya meraih dukungan suara. Pendekatan ini sering kali dianggap sebagai strategi yang cerdas, mengingat pengaruh besar ulama dalam membentuk opini publik, terutama di kalangan masyarakat yang religius

Mengapa mendekati Ulama?

Ulama mempunyai posisi yang sangat dihormati dalam masyarakat Indonesia. Mereka tidak hanya dianggap sebagai pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai penentu arah moral dan etika. Dalam konteks kampanye politik, dukungan ulama dapat memberikan legitimasi tambahan bagi calon pemimpin. Ketika seorang ulama memberikan dukungan, hal itu sering diartikan sebagai sinyal bahwa calon tersebut memiliki nilai-nilai yang sejalan dengan ajaran agama. Tetapi apakah pendekatan ini murni bersifat strategis atau apakah ada niat tulus untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat? Dalam banyak kasus, kita melihat bahwa beberapa calon pemimpin cenderung hanya mendekati ulama menjelang pemilihan umum, seolah-olah mereka hanya mencari "stempel" legitimasi tanpa benar-benar memahami atau menghargai kontribusi ulama dalam kehidupan masyarakat.

Tentunya dari pendekatan ini memiliki risiko, salah satu risiko dari pendekatan ini adalah komodifikasi agama. Ketika politik dan agama saling berinteraksi, ada kemungkinan bahwa nilai-nilai agama akan dipolitisasi untuk kepentingan kekuasaan. Hal ini dapat menyebabkan distorsi dalam ajaran agama itu sendiri dan menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat yang merasa bahwa agama mereka digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan politik. Lebih jauh lagi, ketika kampanye politik terlalu bergantung pada dukungan ulama, hal ini dapat menciptakan eksklusi bagi kelompok masyarakat lain yang tidak memiliki akses atau hubungan dengan tokoh agama tertentu. Hal ini berpotensi memperlebar jurang perpecahan di antara berbagai kelompok dalam masyarakat.

Sebagai solusi, penting bagi para calon pemimpin untuk membangun dialog yang konstruktif dengan para ulama. Pendekatan ini seharusnya tidak hanya terjadi pada saat menjelang pemilihan umum, tetapi harus menjadi bagian integral dari proses pengambilan keputusan politik. Dengan melibatkan ulama secara aktif dalam diskusi kebijakan publik, calon pemimpin dapat menunjukkan komitmen mereka terhadap isu-isu sosial yang relevan dan mendengarkan aspirasi masyarakat. Selain itu, penting juga untuk mendorong pluralisme dalam pendekatan politik. Calon pemimpin harus mampu menjangkau berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh-tokoh dari latar belakang yang berbeda-beda, sehingga kebijakan yang dihasilkan tidak hanya mencerminkan kepentingan satu kelompok saja.

Kesimpulannya, kampanye politik yang mendekati para ulama adalah fenomena yang tidak bisa diabaikan dalam konteks politik Indonesia. Meskipun dukungan ulama dapat memberikan legitimasi tambahan bagi calon pemimpin, tetapi kita perlu berhati-hati agar pendekatan ini tidak menjadi alat untuk memanipulasi kepercayaan masyarakat atau mengkomodifikasi agama. Dengan membangun dialog yang konstruktif dan inklusif, kita dapat memastikan bahwa politik tetap berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan seluruh rakyat, bukan hanya segelintir kelompok tertentu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun