Belakangan ini sedang ramai fenomena gibah online di berbagai media sosial. "Spill the Tea"  adalah sebuah sebutan yang sedang popular dikalangan anak muda pengguna media sosial saat ini. Secara bahasa arti dari "Spill the Tea" berarti "Menumpahkan Teh" sedangkan dalam istilahnya Spill the Tea berarti  sebuah kegiatan membeberkan suatu informasi, cerita, aib, atau pun gossip yang sedang hangat dan biasanya berkaitan tentang orang lain atau suatu kejadian.
Istilah ini pertama kali dicatat dalam buku "One of the Children: An Ethnography of Identity and Gay Black Men" yang ditulis oleh William G. Hawkeswood pada tahun 1991. Pada tahun 1994, John Berendt mewawancarai Lady Chablis, seorang drag queen kulit hitam terkenal, tentang kisah cintanya. Lady Chablis mengatakan, "My T. My thing, my business, what's goin on in my life."
Kamus Merriam Webster mencatat bahwa "T" atau "tea" adalah bahasa slang yang digunakan dan dipopulerkan oleh budaya drag queen, terutama drag queen kulit hitam. Istilah ini semakin populer sejak acara "Rupaul's Drag Race" menjadi lebih mainstream pada tahun 2017. Di Twitter, "spill the tea" digunakan untuk mengajak orang untuk berani mengungkapkan gosip mereka.
Fenomena Spill the Tea ini populer di tengah kalangan pengguna sosial media seperti Twitter, Instagram, TikTok dan platform media sosial lainnya. Ungkapan ini biasanya digunakan ketika seseorang mempunyai suatu informasi yang belum diketahui orang banyak tentang suatu hal dan ingin membeberkan infromasi tersebut kepada khalayak. Biasanya informasi yang dimiliki bersifat kontroversial, menarik dan mengejutkan yang pastinya mengundang kegaduhan di media sosial, dan berhubungan dengan informasi pribadi orang lain, percintaan, skandal selebriti yang sedang ramai diperbincangkan. Orang-orang pasti menantikan adanya seseorang yang akan melakukan Spill the Tea ini ketika ada sesuatu hal yang belum terungkap di dalam suatu permasalahan.
Seiring berjalannya waktu, makna istilah ini sedikit bergeser dan sering digunakan dalam konteks pengungkapan ketidakadilan. Hal ini mencakup pengungkapan kasus pelecehan atau kekerasan seksual, perundungan, intimidasi oleh orang yang berkuasa, serta aksi protes terhadap kinerja atau pelayanan buruk dari instansi pemerintahan.
Sudah pasti suatu hal yang terkena fenomena Spill the Tea ini akan menjadi Trending diskusi di media sosial karena banyaknya orang yang akan beropini menggunakan tagar yang sama. Penggunaan tagar yang sama membuat obrolan di dalam spill the tea akan menjadi pembahasan yang buruk nantinya karena akan menimbulkan pembahasan-pembahasan yang tidak bermanfaat.
Â
Jika diperhatikan, setiap kali ada suatu hal yang diungkap dengan Spill the Tea ini malah banyak mengundang sikap yang negative dari khalayak yang mengonsumsi informasi tersebut. Misalnya ketika hal yang terungkap adalah aib dari seseorang yang sedang naik daun, maka saat itu juga khalayak akan cenderung mempercayainya dan akan langsung  menghakimi tanpa tahu apakah informasi tersebut didasari fakta atau tidak.
Meskipun Spill the Tea dilakukan untuk mengungkapkan keadilan bagi orang banyak, namun dalam cara penyampaian nya tetap saja tidak benar. penggunaan budaya spill the tea di platform media sosial juga membawa risiko yang signifikan. Terutama ketika kita menyebarkan informasi berdasarkan sudut pandang kita sendiri, tanpa memiliki perlindungan hukum.
Di Indonesia sendiri terdapat ancaman hukum yang bisa menjerat pelaku Spill the Tea, salah satunya adalah Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik("UU ITE") yang melarang:
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.