Mohon tunggu...
Fatiha Nasywa
Fatiha Nasywa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi kuliner dan nonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Geomorfologi Gunung Marapi Sumatra Barat Kaitannya dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Kebencanaan

23 Mei 2024   22:10 Diperbarui: 23 Mei 2024   22:19 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Risiko bencana di Indonesia masih tergolong tinggi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jenis bahaya yang mengancam, meningkatnya jumlah manusia yang rentan terhadap ancaman bencana, serta masih rendahnya kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana ). Salah satu wilayah dengan risiko bencana tinggi di Indonesia adalah  Gunungapi Marapi termasuk sering mengalami erupsi.

Berdasarkan catatan sejarah, erupsinya tercatat sejak tahun 1807 dengan masa istirahat terpendek kurang dari 1 tahun dan terlama 17 tahun (rata-rata istirahat 3,5 tahun). Sejak awal tahun 1987 sampai sekarang erupsinya bersifat eksplosif yang berpusat di Kawah Verbeek. 

Aktivitas erupsi biasanya disertai suara gemuruh dengan produk erupsi dapat berupa abu, lapili, dan terkadang juga diikuti oleh lontaran material pijar dan bom vulkanik. Pada tahun 2023, Gunung Marapi mengalami dua kali periode erupsi, yaitu periode 7 Januari 2023 sampai 20 Februari 2023 yang pernah menghasilkan kolom erupsi tertinggi 1000 meter di atas puncak dan periode 3 Desember 2023 sampai sekarang yang menghasilkan kolom erupsi tertinggi 3000 meter di atas puncak. Tingkat aktivitas Gunung Marapi telah dinaikkan dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga) terhitung sejak tanggal 9 Januari 2024 pukul 18:00 WIB.

Kondisi fisik suatu wilayah sangat berkaitan dengan tingkat bahaya wilayah tersebut. Dengan demikian informasi mengenai kondisi fisik khususnya morfologi pada suatu wilayah dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam perencanaan tindakan penanggulangan bencana. mengenai risiko bencana di wilayah lereng selatan dan baratdaya Gunungapi Marapi menunjukkan bahwa informasi kondisi fisik wilayah sangat diperlukan dalam penilaian risiko bencana, khususnya pada aspek bahaya dan kerentanan. Untuk menghasilkan informasi risiko bencana secara detail perlu didukung oleh ketersediaan data hasil survei geomorfologi dalam skala besar.

Dalam upaya pengelolaan kebencanaan, penataan ruang untuk mitigasi bencana juga dapat dilakukan dengan pendekatan geomorfologi. Wilayah yang tercakup mulai dari satuan bentuklahan lereng gunungapi yang mempengaruhi distribusi material erupsi. Penataan ruang pada satuan bentuklahan lereng gunungapi dapat dilakukan dengan pelestarian kawasan hutan yaitu dengan vegetasi alami. 

Hutan ini memiliki fungsi sebagai penahan laju material erupsi dari kerucut gunungapi. Material erupsi yang memasuki alur lembah sebagian dapat tertahan oleh vegetasi sehingga mengurangi kecepatan laju saat memasuki alur lembah. Jenis vegetasi yang dapat dikembangkan adalah vegetasi asli baik yang masih dijumpai maupun yang rusak karena erupsi sehingga perlu dikembangkan kembali dengan cara introdusir.

Wilayah kaki gunung api di bawah lereng gunung api banyak terdapat pemukiman dan pengusahaan penduduk seperti pertanian, peternakan, dan pertambangan. Bahaya yang mengancam dapat berupa awan panas, lahar dingin, dan juga material jatuhan. Begitu juga dengan wilayah dataran kaki dan dataran fluvial merupakan wilayah padat penduduk yang dapat terdampak lahar hujan. Penataan ruang dapat dilakukan dengan mitigasi struktural. Mitigasi struktural dilakukan dengan penataan wilayah pemukiman, dan pertanian dengan buffrering sedangkan pada alur sungai dengan pembuatan dam dan tanggul. . 

Pada hulu sungai dapat dilakukan pembuatan dan perbaikan dam penahan sedimen yang berfungsi untuk mengurangi volume sedimen masuk alur sungai. Selain itu juga dapat dibuat dam pengarah yang berfungsi untuk mengalirkan aliran sedimen pada sungai utama. Dam pengarah dilengkapi dengan tanggul yang berfungsi mengurangi kecepatan aliran sedimen.

Untuk mengurangi kerusakan yang ditimbulkan dapat dilakukan dengan buffering pada sempadan sungai dibiarkan menjadi area alami selain adanya talud pada wilayah ini juga dihijaukan dengan vegetasi penahan yang berfungsi menahan luapan sedimen contoh vegetasi alami berupa bambu.  Bambu memiliki karakteristik yang rapat sehingga mampu menahan luapan dan menahan longsor tebing. Setelah vegetasi alami baru kemudian lahan pertanian dan perternakan kemudian pemukiman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun