Sayang, upaya remaja berusia 14 tahun tersebut tidak mendapat respon baik dari netizen. Banyak yang menyumpahinya untuk mati. Tak kuat menahan bully yang semakin menjadi, akhirnya Jamey menggantung diri di kamarnya pada 18 September 2011 lalu.
Tidak ada seorangpun yang benar-benar ingin mengakhiri hidup mereka sendiri. Meninggalkan orang-orang yang disayangi dan menyayangi mereka. Namun, tangan jahanam para haters tersebutlah yang akhirnya mendorong mereka ke dalam jurang keputusasaan dan depresi yang mendalam. Merekalah pembunuh berdarah dingin yang sebenarnya. Merasa kuat dan aman dengan berlindung dibalik nama anonymous.
Tidak semua orang memiliki mental kuat untuk bertahan. Tidak semua insan punya keberanian untuk melawan. Banyak dari mereka yang justru merasa takut dan malu. Takut untuk melawan.Â
Malu untuk berterus terang. Sebagai gantinya, semua bentuk kebencian orang lain tersebut hanya disimpan dalam hati. Bagi mereka yang bisa bertahan, akan menjadi motivasi tersendiri untuk terus menjalani hidup. Sebaliknya, bagi yang tidak bisa bertahan akan terjerembab ke dalam jurang keputusasaan mendalam, yang akhirnya akan melahirkan keinginan mengakhiri hidup.
Berbagai kasus bunuh diri karena cyberbullying harusnya membuat kita semakin sadar akan keberadaan orang di sekitar. Jangan membandingkan masalah sendiri dengan milik orang lain. Masalah bukanlah sesuatu yang muncul untuk dipertandingkan. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari sebuah masalah. Sebagai sesama yang memiliki masalah, justru harus digunakan untuk saling memahami. Bantu ia seperti kamu ingin dibantu.Â
Berkomentarlah sebijak mungkin. Beri mereka kritik dan saran jika salah. Beri mereka pujian jika mereka benar. Karena tidak ada manusia yang bisa luput dari kesalahan. Namun, tidak ada manusia yang hidupnya merupakan kesalahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H