Mohon tunggu...
Fatich Mustofa
Fatich Mustofa Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Nama asli sodikin

Semoga tak terlupakan olehmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dia yang Tersisih dari Kehidupan

1 Juli 2019   18:25 Diperbarui: 1 Juli 2019   18:31 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pijak memijak tanah yang di pijak, langkah melangkah ayunan kaki melangkah, lihat melihat mata sebagai penglihat, rasa merasa kepiluan yang di rasa.

Tak cukup mulut mengunyah nasi kering dari sampah, serta botol minum yang selalu terjilat lidah pengantar dahaga tenggorokan, kepingan roti berceceran serta bekas gorengan yang senantiasa nikmat untuk sekadar mencukupi keinginan dari keinginan yang di kehidupan lain sangat mudah untuk menikmati juga memiliki semua yang ada di pikiran.

Jenjang berjenjang waktu yang mengisi kekosongan waktu yang berlalu, terasa hanya berganti siang malam, antara munculnya matahari dan tenggelamnya saja, tak lebih dari itu rasa iri yang muncul sebagai sesama ciptaan, tapi sadar akan peran dan kekurangan masing, yang di syukuri hanyalah tahu dan tidak tahu tentang hidup bertuhan dan tidak, juga menjadi bodoh yang tertakdir dan bodoh yang menakdir.

Semenjak itu aku di beri tahu lewat seorang yang setiap harinya, bahkan setiap kita melihatnya hanya seperti sampah yang hanya lewat sekejap di benak akan keterketakutan jika di ciptakan seperti itu, atau tertawa karna penampilannya, atay tak tahu yang kita tertawakan. 

Padahal merekalah yang kadang lebih tahu tentang bagaimana menerima takdir dan mensyukuri telah di ciptakan di dunia ini.

Malam itu aku sampai merasa bodoh dengan aku yang selama ini merasa paling pintar atau paling tahu tentang ajaran atau tuntunan. Dan paling tahu bagaimana cara bersyukur menjadi manusia, seketika itu aku tak berbicara, 

ketika dia(di sebut orang gila di jalanan) berkata padaku setelah ku beri dia rokok dan sebungkus kopi: cari apa kamu mas? Dan mau kemana langkahmu akan kau langkahkan? Bukankah seharusnya kau bersyukur di ciptakan lebih sempurna dari aku yang mau tak mau harus menerima seperti ini terciptaku,,, kamu mau mencari apalagi? 

Dengan hanya termenung, seakan tak percaya dengan yang saya dengar,,, dan tak lama dia kembali berkata; aku rela mereka tak memandangku jika aku hanya patuh dengan apa yang di kehendaki tuhan padaku, sekalipun bagaimana aku yang lebih bahagia telah di ciptakan berbeda dengan lainnya, 

hidup tanpa tanggung jawab apapun dan hanya memaksa diri untuk selalu menikmati kehidupan yang saat ini ku nikmati,,, sambil tertawa tipis dia menyuruh saya pulang, dan dengan sifat konyolnya, dia berkata; 

jadilah hamba kamu mas, di dunia kita hanya sebagai hamba, ingat itu katanya, dan dengan cepat dia berjalan kembali dengan memegang bungkus kopi juga membawa rokok sebatang yang masih di pegangnya..

Dari  itu otakku mengajakku berfikir dengan apa yang terjadi, dan mengulang cerita sampai saya ketemu dengan seseorang yang sangat jarang di dekati manusia, tapi satu yang saya syukuri bahwa kita di hidupkan dengan amanat masing-masing, dan hanya perlu berjalan saja dengan memaksa diri untuk menerima semua yang di berikan, tanpa harus menyalahkan apapun yang terjadi di sekitar, dan sesekali istirahat saja untuk sejenak mengatasi semua kebosanan di dunia ini... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun