menyiarkan program siaran untuk mendapat keuntungan ekonomi di wilayah komersial tanpa izin pemegang hak adalah pelanggaran
Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan atau Musik pada 30 Maret 2021, menuai perhatian publik. Pasalnya, PP Nomor 56/2021 tersebut, mengatur pembayaran royalti penggunaan secara komersil lagu dan/atau musik. Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu Ciptaan atau produk Hak Terkait yang diterima oleh Pencipta atau pemilik Hak Terkait. Penggunaan Secara Komersial merupakan pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar.
Adapun landasan pemerintah menerbitkan aturan itu, untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan Pemilik Hak Terkait terhadap hak ekonomi atas lagudan/atau musik serta setiap orang yang melakukanPenggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik dibutuhkan pengaturan mengenai Pengelolaan Royalti Hak Cipta lagu dan/atau musik.
Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Dan, Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, producer fonogram, atau lembaga Penyiaran.
Ditinjau dari subtansi hukum-nya, PP Nomor 56/2021, sebenarnya bukan hal yang baru. Pada tahun 2019, Mahkamah Agung selaku lembaga kekuasaan kehakiman, telah menegaskan sikap soal pelanggaran hak siar berbasis teknologi dan informasi dalam perkara hak cipta/ hak terkait. Menurut Mahkamah Agung, pihak yang menyiarkan program siaran untuk mendapat keuntungan ekonomi di wilayah komersial tanpa izin pemegang hak adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, termasuk di dalamnya tindakan menyiarkan secara langsung pertunjukan dan pertandingan di lingkungan hotel tanpa izin dari pemegang hak kekayaan intelektual. Penegasan sikap Mahkamah Agung ini, mengingat dalam praktiknya terdapat perbedaan sikap dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran hak cipta.
PP 56/2021 mengatur lebih spesifik, bentuk layanan publik yang bersifat komersial, antara lain:
- seminar dan konferensi komersial;
- restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek;
- konser musik;
- pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut;
- pameran dan bazaq;
- bioskop;
- nada tunggu telepon;
- bank dan kantor;
- pertokoan;
- pusat rekreasi;
- lembaga penyiaran televisi;
- lembaga penyiaran radio;
- hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan
- usaha karaoke.
Dengan demikian, jangan sembarangan putar lagu dan/atau musik atau ciptaan lainnya di tempat publik yang bersifat komersial, jika tak ingin membayar royalti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H