Mohon tunggu...
Fatia Hilmi Zahra
Fatia Hilmi Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Saya merupakan mahasiswi program studi ilmu gizi di Universitas Muhammadiyah Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pemanfaatan Ubi Jalar Ungu dalam Pembuatan Cookies

14 Januari 2024   12:17 Diperbarui: 14 Januari 2024   12:21 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Kebutuhan dan permintaan yang terus meningkat dari masyarakat terhadap tepung terigu di Indonesia menimbulkan tantangan serius terkait dengan keterbatasan kapasitas produksi tepung terigu di dalam negeri. Tepung terigu memegang peranan sentral dalam sektor pangan Indonesia, menjadi bahan makanan yang sangat dicari dan dibutuhkan oleh masyarakat. Tidak sekadar menjadi pilihan, tepung terigu bahkan dianggap sebagai kebutuhan pokok di dalam rumah tangga masyarakat Indonesia. Tepung terigu, sebagai komoditas utama dan penting dalam konsumsi domestik dan komersial, menimbulkan ketidakseimbangan antara konsumsi dan produksi di Indonesia pada tahun 2016. Data memperlihatkan bahwa sektor produk kue menghabiskan 7,95 juta ton tepung terigu, sedangkan produksi nasional hanya 4.855.261 ton (BPS). Ketergantungan yang tinggi terhadap tepung terigu dihadapkan pada kendala produksi karena sifat tanaman gandum yang tidak cocok dengan iklim tropis Indonesia. Hal ini menyebabkan defisit yang mengharuskan negara ini untuk mengimpor untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Menurut saya, masalah ini tidak hanya terbatas pada aspek konsumsi, melainkan juga melibatkan permasalahan ekonomi dan pola makan. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang melibatkan berbagai bidang untuk mengatasi isu ini. Dalam hal ini, diversifikasi bahan baku dalam produksi makanan dapat menjadi solusi untuk mengatasinya. Penggunaan tepung dari sumber makanan selain terigu dapat menjadi strategi yang efektif. Terdapat potensi besar untuk mengembangkan kelompok umbi-umbian lokal sebagai alternatif tepung terigu. Upaya semacam ini tidak hanya mendiversifikasi rantai pasokan bahan baku, tetapi dapat memperkecil tingkat impor sebagai ketergantungan akan tepung terigu, mendukung ketahanan pangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Sebagai contoh, ubi jalar ungu adalah umbian yang memiliki potensi besar sebagai pengganti tepung terigu dalam formulasi makanan. Pengembangan inovatif dan peningkatan produksi ubi jalar ungu dapat menjadi langkah positif dalam mendukung keberlanjutan pangan dan mengurangi risiko ketergantungan yang berlebihan pada satu sumber bahan baku (Alghifari & Azizah, 2021).

Tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L.), yang berasal dari benua Amerika, memiliki peran penting di Indonesia. Menurut penelitian Qinah (2010), sekitar 89% tanaman ubi jalar di Indonesia dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan, dengan konsumsi rata-rata sekitar 7,9 kg per kapita setiap tahun. Sementara itu, sebagian kecil sisanya digunakan sebagai bahan baku industri, khususnya untuk produksi pakan ternak dan saus(Fatimatuzahro et al., 2019). Menurut saya, ubi jalar tidak hanya diakui sebagai sumber pangan yang bernilai gizi, tetapi juga memiliki peran strategis dalam industri. Sebagai sumber karbohidrat lokal, ubi jalar menawarkan alternatif yang potensial sebagai pengganti beras baik dalam sektor pangan maupun non-pangan. Keberagaman penggunaan ini menciptakan peluang untuk meningkatkan ketahanan pangan dan mendiversifikasi industri berbasis tanaman ubi jalar di Indonesia. Pada tahun 2013, produksi ubi jalar Indonesia mencapai 2.386.729 ton, dengan tingkat produktivitas sebesar 147,47 kw/ha dan melibatkan luas lahan seluas 161.850 ha (BPS, 2013). Ubi jalar hadir dalam tiga varietas utama, yaitu putih, kuning/oranye, dan ungu. Fakta ini menyoroti potensi besar ubi jalar sebagai tanaman umbi-umbian yang tidak hanya menyediakan sumber karbohidrat tetapi juga dapat diandalkan sebagai alternatif pangan pengganti nasi atau bahan baku dalam sektor pangan maupun non-pangan.

Menurut saya, potensi penggunaan tepung berbahan dasar ubi ungu dalam pembuatan kue kering dapat menjadi sebuah pilihan laternatif. Tepung terigu, sebagai bahan utama dalam berbagai produk kuliner seperti roti, biskuit, dan kue kering, telah menciptakan ketergantungan kepada konsumen. Oleh karena itu, tepung ubi jalar ungu muncul sebagai alternatif yang menjanjikan untuk mengurangkan ketergantungan terhadap penggunaan tepung terigu khususnya dalam produksi kue kering. Penelitian oleh Tuhumury & Keliobas pada tahun 2018 memberikan hasil positif. Mereka berhasil menciptakan kue kering dengan proporsi yang digunakan adalah 80% tepung terigu dan 20% tepung ubi jalar ungu.. Hasilnya, kue kering ini mencapai penerimaan organoleptik tertinggi, memberikan keyakinan bahwa tepung ubi ungu mampu menciptakan produk kue kering berkualitas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan tepung berbahan dasar ubi ungu dalam pembuatan kue kering merupakan pilihan yang berpotensi memperkaya variasi produk dan sekaligus mengurangkan ketergantungan terhadap penggunaan tepung terigu.

Tepung ubi jalar ungu dapat menambahkan nutrisi dari cookies. Dalam penelitiannya, Suarni (2009:64) mengungkapkan bahwa cookies memiliki daya tarik yang signifikan di kalangan konsumen. Di Indonesia, tingkat konsumsi rata-rata kue kering mencapai 0,40 kg/ kapita setiap tahunnya. Perbedaan mendasar antara kue kering dan cookies terletak pada kandungan cairannya, yang memberikan karakteristik unik pada setiap jenisnya. Dalam etimologi istilah "cookies." Asal-usul kata "cookies" berasal dari bahasa Belanda, yakni "koekjes." Dalam hal ini, "koek" berarti kue, sedangkan "jes" merupakan akhiran kata dalam bahasa Belanda yang mengindikasikan ukuran kecil. Jadi, istilah "koekjes" dapat diartikan sebagai kue kecil(Sulistyarini & Ekawatiningsih, 2021). Tepung ubi ungu menjadi sumber untuk berbagai nutrisi yang penting bagi kesehatan manusia. Protein, lemak, karbohidrat, dan pigmen antosianin yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas adalah beberapa komponen yang secara kaya terdapat dalam tepung ubi ungu. Antosianin, pigmen alami yang memberikan warna ungu pada daging dan kulit ubi ungu, memiliki kandungan yang signifikan, yakni sekitar 110,51 mg/100 gram (Hambali et al., 2014). Keberadaan antosianin ini bersifat lebih dari sekadar memberikan warna menarik pada ubi ungu, namun juga memberikan manfaat kesehatan melalui efek penangkalan radikal bebas. Selain itu, ubi jalar ungu juga kaya akan berbagai nutrisi lainnya. Karbohidrat non-serat dan serat pangan menyediakan sumber energi yang seimbang yang diperlukan oleh tubuh (Ginting et al., 2011).Temuan ini mengungkapkan bahwa tepung ubi jalar ungu memiliki potensi positif dalam pengembangan cookies dengan kualitas nutrisi yang ditingkatkan.

Pemanfaatan tepung ubi ungu dalam pembuatan cookies dapat memberikan dimensi rasa yang lebih manis dan menarik bagi pelanggan dibandingkan dengan penggunaan tepung ubi jalar biasa. Keistimewaan ubi jalar ungu terletak pada rasa manis alaminya, yang dapat memperkaya profil rasa produk. Hal ini disebabkan oleh kandungan gula alami dalam ubi jalar ungu, termasuk sukrosa, glukosa, dan fruktosa, yang dapat memberikan tambahan kelembutan pada kue. Tidak hanya dari segi rasa, penggunaan tepung ubi ungu juga dapat memperindah tampilan cookies. Warna ungu yang khas pada ubi jalar ungu berasal dari kandungan antosianin, pigmen alami yang tidak hanya memberikan nuansa warna yang menarik, tetapi juga memberikan nilai estetika pada produk kue. Pada tahun 2022, Agustinawati melaksanakan penelitian yang berfokus pada penerimaan masyarakat terhadap kue dari segi rasa, warna, aroma, dan tekstur. Melalui uji kesukaan terhadap inovasi kue tradisional yang memanfaatkan empat varian umbi, yaitu singkong, ubi jalar putih, ubi kuning, dan ubi ungu. Salah satu fokus penelitian adalah perlakuan terhadap ubi jalar ungu, yang dievaluasi dari berbagai aspek, termasuk rasa (skor 4,44), warna (skor 4,45), tekstur (skor 4,49), dan aroma (skor 4,31). Hasil penelitian ini membawa temuan menarik bahwa ubi jalar ungu mendapatkan penilaian yang cukup tinggi dari konsumen. Skor yang diberikan untuk rasa, warna, tekstur, dan aroma menunjukkan adanya ketertarikan yang signifikan. Dengan demikian, hasil ini menyiratkan potensi penggunaan ubi jalar ungu sebagai bahan dalam resep kue baru, mendorong minat konsumen untuk mencoba inovasi kue yang melibatkan ubi ungu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun