Mohon tunggu...
Fatia A Umma
Fatia A Umma Mohon Tunggu... -

hidup ini indah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kembali dan Kenali Kami

13 Desember 2014   03:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:24 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini hari yang berbeda dari biasanya, hari ini aku bisa bertemu dengan keempat sahabatku. Seperti biasa agenda yang kita lakukan setiap 2 bulan sekali, bertemu dan banyak bercerita tentang perjalanan keseharian atau bahkan kisah cinta dan cita-cita kita. Agenda tersebut kita jalankan semenjak kita resmi lulus SMA 75. Kita bersahabat semenjak pertama kita masuk SMA, kita selalu bersama. Satu moment yang tak perna aku lupakan selama perjalanan masa SMAku, pernah aku dan keempat sahabatku kabur saat pelajaran berlangsung kita selalu pergi ke tempat makan langganan kita. Tempat itu adalah tempat yang tak akan pernah kita lupakan banyak kenangan disana. Tempat itu juga merupakan tempat tujuan kita saa agenda kumpul kita saat ini.

Hari ini aku akan hidup lebih muda dengan banyak cerita tentang SMA, berkumpul dengan sahabat-sahabatku dan mengenang masa SMA besama mereka. Namun ada yang berbeda dari biasanya, salah satu dari kita tak datang dan tanpa kabar. Andini yang biasa datang paling awal dan memesankan makanan favorit kita, namun saat ini tak ada Andini sekaligus hidangan yang biasa menunggu kita dengan senyum ramahnya. Andini sahabat paling rajin diantara kita, dia paling dewasa untuk menghadapi semua permasalahan kita, dia yang sellau mendamaikan apabila diantara kita ada yang sedang berselisih. Banyak diantara kita yang sellau membagi permasalahan dengannya dan dia akan membantu permasalahan kita apabila ia mampu menyelasaikan.

Setelah lama bercerita dan berbagi kabar antara aku, Silvi,Dina dan April kita datang kerumah Andini, pertama kita masuk halaman rumahnya terlihat berbeda dari terakhir kita datang bersama saat ulang tahun Andini 3 bulan lalu, rumah yang biasa terlihat sejuk dengan warna beberapa bunga kesangan Andini terlihat lebih layu dari biasanya.

“Assalamualaikum”

“Walaikum Salam” (suara sayu terdengan dari balik pintu)

“Tante..”

“Ooo... Kalian”

Dengan ekspresi sedikit kaget beliau menyambut uluran tangan dari kita. Kabar kurang baik menjwab pertanyaan “kenapa Andini tidak datang sekaligus tanpa sebab”. Kita diantarkan menuju kamar tempat kita biasa bermain bersama bahkan tidur bersama. Namun aku kini tak mengenal kamar tersebut bahkan aku tak mengenal pemiliknya, sahabatku yanng selama ini menjadi teman dalam duka dan bahagia. Rambut panjang teruai tanpa ikat rambut Andini terduduk didepan jendela kamarnya. Rasa hati ini terasa hancur melihat semuanya menjadi seperti ini. Tatapan kosong tanpa goresan ekspresi teerdiam tanpa kata,aku serta sahabatku yang lain hanya mampu terdiam melihat semua, sedangkan tante Asih ibu Andini menatap kita atu persatu serasa menjelaskan semua yang terjadi.

Kedatangan kita tak mendapat sambuatan sama sekali dari Andini, tanpa sadar air mata ini menetes menyalahkan takdir “kenapa semua bisa terjadi” kita semua mendekati Andini,

“Andini,ini kita..” ucapku menyapanya.

Tak ada yang berbeda dari pertama kita lihat, ia menatap kearahku namun tatapan kosong yang menyapaku. Senyuman ramah dan berjuta cerita yang biasa kita kadang membuat kita memaksanya untuk diam, sekarang tak terlihat bahkan tak tersisa.

“Andini butuh kalian,nak..”

Suara lemah terdengar dari pintu kamar yang terbuka, kami pun senghampirinya. Berjuta tanya mengganggu pikiranku. Mengapa, bagaimana, kenapa semua hadir dan berebut untuk mencari jawaban.

“Andini seperti ini sejak kalian kesini 3 bulan lalu, setelah kalian pulang ada seorang datang kerumah ia membawa sebuah kue dan sepucuk surat untuknya. Semenjak itu ia sedikit berubah dan menjadi pendiam.Setelah seminggu berlalu ia bercerita kepada tante, ternyata Rio tunangannya menikah dengan teman sekerja Andini tanpa alasan dan sebab ia melakukannya, tanpa bicara dengan keluarga kami Rio memutuskan tunangan dengan Andini. Mendenngar berita tersebut ayah Andini terkena serangan jantung dalam perjalanan kerumah sakit sedah tak terselamatkan. Saat pemakaman ayah Andini Rio dan keluarganya datang, setelah pemakaman keluaraga Rio meminta maaf kepada Andini karena sudah memuttuskan pertunangan mereka, keluarga Rio sudah tidak punya pilihan lain selain mengizinkan Rio menikah dengan teman kerja Andini karena kondisi yang menekan mereka. Teman Andini sering datang kesini, hanya sekedar bercerita dan meminta saran pada Andini, pernah ku dengar mereka bercerita bahwa temanya tersebut hamil tanpa suami karena orang yang telah menghamilinya sudah memiliki tunangan, dan orang yang menghamilinya aalah Rio tunangan Andini.

Dengan kejadian itu kondisi Andini semakin parah, dia tak lagi mau makan bahkan bicara sama tante ia jarang selain itu Andini jadi sering berteriak-teriak saat malam hari dan dia tidaka akan tidur sampai beberapa hari. Tante tidak bisa berbuat banyak melihat semuanya, tante faham betul apa yang dirasakan Andini, bukan hanya sakit namun juga penghianatan yang sulit untuk dibiarkan berlalu. Tante tak pernah berani menberi kabar kepada kalian karena Andini selalu marah setiap tau tante akan memberi kabar kepada kalian, seakan ia tak ingin semuanya tahu tentang apa yang terjadi padanya”

Disela cerita tante Asih kepada kita terdengan jeritan histeri dari kamar Andini. Kitapun berlari menghampirinya, hanya satu kalimat yang kita dengar “kalian jahat, kalian jahat, aku bodoh” tak ada kalimat lain yang terucap dari Andini.

Melihat kondisi yang sangat memprihatinkan, kami ingin mengenbalikan Andini seperti sedia kala, menjadikan Andini menjadi Andini Putri Saptiani bukan seperti Andini yang saat ini sama sekali bukan orang yang kita kemal. Mengenbalikan semangat hidupnya kembali adalah usaha kami saat ini.

Beban hidup dan periatiwa yang terjadi menjadikan kejiwaan Andini melemah, mebuatnya susah tidur dan mungkin merasakan kecemasan yang sangat menghadapi semuanya mengakibatkan ia selalu berteriak karena waham yang menyalahkannya atas semua yang terjadi menjadikannya selalu berteriak “kalian jahat, kalian jaha, aku bodoh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun