"Kenapa sih KPI? Apa-apa disensor. Gak jelas banget."
"KPI harusnya urusin program TV yang gak jelas kayak sinetron tuh, isinya suka ngajarin yang gak bener."
Seperti yang kita ketahui, penyiaran di negara Indonesia diawasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia atau yang lebih kita kenal dengan sebutan KPI. Kegiatan penyiaran di Indonesia sendiri diatur dalam undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 yang mengatur tentang penyiaran.
Sebagaimana tugasnya, KPI memiliki wewenang untuk mengawasi dan menyusun berbagai peraturan terkait dengan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah, dan masyarakat. Dalam melakukannya, KPI berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga lainnya karena jangkauan pengawasan dan pengaturan yang saling berkaitan.
Dalam mengawasi jalannya penyiaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga penyiaran, KPI berhubungan dengan masyarakat untuk menampung saran yang nantinya dapat dijadikan sebagai perbaikan bagi sistem pengaturan penyiaran dalam bentuk kebijakan.
Namun, ironinya malah banyak masyarakat yang mempertanyakan kebijakan yang telah dibuat oleh KPI terhadap berbagai macam hal dalam penyiaran di Indonesia. Mulai dari kebijakan dilarangnya 42 lagu Barat diputar di radio sebelum jam 10 malam, hingga program televisi yang dianggap menyalahi regulasi ataupun tidak lulus sensor.
- KPI Melarang 42 Lagu Barat Diputar di Radio
Baru-baru ini, kita dihebohkan dengan kebijakan baru yang dilontarkan oleh KPI bahwa terdapat 42 lagu Barat yang tidak boleh diputar sebelum pukul 10 malam.
Sebagai informasi, sebelumnya regulasi terkait pelarangan pemutaran lagu Barat ini sudah dimulai sejak 2018 lalu. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat mengeluarkan kebijakan tentang pelarangan terhadap beberapa lagu berbahasa Inggris.
Kepala KPID Jawa Barat, Dedeh Fardiah, ketika itu menjelaskan bahwa berdasarkan aduan dari masyarakat, terdapat 86 lagu yang melanggar peraturan Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan KPI No.02/P/KPI/03/2012 terkait Standar Program Siaran, 17 lagu diantaranya mengandung unsur seks di dalam liriknya.
Perlu diketahui juga bahwa pada tahun 2016, KPID Jabar turut melakukan hal serupa, tetapi pada lagu berbahasa Indonesia dan bergenre dangdut. Alasan yang sama, yaitu adanya unsur seks di dalam lirik lagu menjadi faktor mengapa kebijakan tersebut diambil.