Mohon tunggu...
Fathurrozak Jek
Fathurrozak Jek Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Jek: A cup of rebellion | Passionate on journalism | Enjoy art, drama, books | Prefer to KOP-SID | Huge reader-Jolly write | Gigantic Banana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjahit Keberagaman Melalui Musik

11 September 2015   08:08 Diperbarui: 11 September 2015   08:40 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rence Alnfons dan Trisutji Djuliati dalam diskusi Meja Bundar Musik, hari kedua, Jumat, (4/9) di Teater Luwes IKJ."][/caption]Seni budaya yang turun temurun hidup dan berkembang di berbagai daerah Nusantara, salah satunya adalah musik. 

Setiap daerah memiliki ciri khas yang unik sebagai identitas. Laiknya bahasa, musik menjadi penanda etnik dan juga sarana berkomunikasi manusia. Dalam acara Meja Musik Bundar bertema "World Music-Musik Tradisi Nusantara: Merawat, Mengembangkan, Mengilhami, hadir Rence Alfons dan Trisutji Djuliati Kamal, Jumat, (4/9).

Sehari sebelumnya, hadir pula satu meja, I Wayan Balawan dan Rahayu Supanggah. Pada kesempatan langka ini, Rence Alfons, komponis suling bambu Ambon, menyatakan dirinya sempat malu menyandang predikat Sarjana Seni. Karena merasa tak tahu asal-usul budayanya. Ia, yang lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, terlebih dulu belajar musik barat, sebelum menggeluti musik tradisi. Ia pun akhirnya memilih, untuk menggarap suling saja. " Ya, saya heran saja, kok di gereja sudah tidak ada suling lagi. Anehnya sebenarnya suling kemudian dimainkan orang yang tidak jelas, sudah begitu, mainnya di gereja pula. Ha-ha-ha." Kelakar Rence, mengenang ketika agama telah menggerus unsur etnik Ambon.

Usahanya, bukan tanpa kendala. Di lingkungannya, yang justru lebih akrab dengan musik barat, ajakannya untuk menciptakan 'paradigma' baru dalam bermusik, seperti mendapat tantangan. "Kendala awal adalah masalah pemahaman. Konsumsi mereka, sejak kandungan, sudah sangat barat (musik). Belum dengan latar belakang sosial mereka yang beragam." Celotehnya.Namun, usahanya berbuah manis. Melalui Molucca Bamboowind Orchestra (MBO), dirinya merevitalisasi musik tradisi di tengah hadirnya musik barat yang begitu melekat di lingkungannya. Tentu, hadirnya Molucca Bamboowind Orchestra sebagai jalan tengah. "Dulu, ada dua desa yang sering berantem. Namun, ketika ada Molucca Bambbowind Orchestra, sekarang tidak pernah lagi. Sudah baikan." Jelasnya.

Tak hanya Rence, begitupun Trisutji. Dirinya yang mengaku sedari awal karya-karyanya menggunakan elemen nusantara, menyerap pengalaman pribadinya sebagai inspirasi musikalitasnya. "Setelah naik haji, saya mendapatkan inspirasi untuk memasukkan struktur tajwid dalam karya-karya saya." Jelas Trisutji, yang mengenakan stelan merah hitam.

Jika Rence melalui musik dapat menyatukan dua desa untuk hidup damai, lain hal dengan Trisutji. Komponis dengan gaya klasik barat namun tetap memasukkan sentuhan unsur tradisi nusantara ini, menghadirkan harmoni keberagaman agama. "Saya pernah diminta untuk membuat komposisi tentang kematian Isa berdasarkan Al-qur'an untuk dipentaskan di gereja." Kenangnya, disambut tepuk hangat peserta diskusi, di Teater Luwes, Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Jakarta Pusat.

Jabatin Bangun, sebagai moderator, menyatakan, perlunya apresiasi dan memberikan jalan agar bisa mengangkat musik-musik tradisi. Mengilhami musik tradisi nusantara, bisa dengan langkah memahami musik tradisi dari berbagai daerah, seperti kata Rence, "kita bisa memahami saudara-saudara kita dari Sabang sampai Meurake." Hingga, terjahit pula pemahaman keberagaman, melalui musik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun