Warning!: Tulisan ini mengandung konten pribadi. Niatnya cuma sharing. Merasa tidak nyaman sok close saja. Opini sesuai pengetahuan dan pemikiran saya. Anda tidak senang tulisan saya, saya tidak membenci anda. Ini style saya sok urusin style sendiri. #NamanyaJugaHidup. [caption id="" align="aligncenter" width="283" caption="Hari Kebangkitan Nasional"][/caption] "Hari ini hari apa sih?" "Hari rabu lah thur mana masih UAS juga" "Dih maksudnya teh hari yang ada memperingati sesuatu" "Oiya tadi urang liat ada foto, ya Hari Kebangkitan Nasional!" "Yeay selamat kamu bisa dinner bareng seseorang spesial di hotel bintang lima" "Thur urang kan jomblo" "........" Ahahaha diatas hanyalah karangan dan komedi situasi dalam teks yang saya bikin untuk membuka tulisan ini. Jika anda jeli apakah yang tersirat dari percakapan diatas? Buat yang belum ngerti juga maksudnya adalah ketika sebenarnya kita sudah bangkit dengan sebuah jawaban yang semangat tapi tetap saja akhirnya jatuh lagi ke jurang kesedihan. Epic Fail? Banget! Mohon maaf tapi memang gitu orang Indonesia itu rata-rata (bukan semuanya lho) pada suka melakukan yang namanya antiklimaks kalau di komedi ya antikomedi. Selama ini yang saya temui adalah orang-orang suka sekali melakukan pengandaian yang cukup tinggi di awal-awal hanya untuk menjatuhkan di akhir. Entah itu mereka yang menjadi lawan bicara kita bahkan juga kita sendiri. "Bro katanya cewek suka sama cowok yang humoris ya?" "Iya bro (Bangga)" "Lu kan Stand Up Comedian dan lucu di panggung tapi kok masih jomblo?" "........." Lagi-lagi? Antiklimaks! Di kehidupan berbangsa juga gitu kok. Kalau anak mudanya aja gitu bagaimana bapak-bapak di kehidupan yang elit disana. Siapa mereka? Ya mereka yang pas kampanye bilang begini begitu sesuka hati tapi sampai kini cuma janji. Ah mati! Seakan-akan Hari Kebangkitan Nasional di 20 Mei 2015 ini hanya seremonial belaka. Banyak tuh yang mengucapkan Selamat Harkitnas tapi dibelakang sikat dan main panas dengan beberapa oknum. Mereka yang anggota DPR ada juga kok yang katanya bawa nama rakyat tapi pas di parlemen rakyat mana yang disebut dan diperjuangkan? rakyat dengan flat di apartemen? Yah yang donatur dia sih biasanya. Yang nyeleneh lagi ada juga kok. Biasanya mereka disebut MAFIA. Mafia di luar sana kayaknya kece dan borjuis. Mainannya senjata, ekstasi wanita dan ketemu eksekutif berdasi. Di Indonesia sih gitu juga tapi Mafia yang mainnya di birokrasi. Yah model Al-Quran aja di korupsi bagaimana hal yang tidak lebih suci dari pada kitab agama? Mafia ada dimana-mana. Mulai dari Pertanian sampai paling santer ya Sepakbola. Lucunya sih buat sepakbola ya negara sudah juara piala AFF aja susah masih dipolitisir. Jaman saya kecil dulu sampai sekarang di PSSI tampang Hinca Panjaitan, Djoko Driyono sampai yang paling kinclong jidatnya yaitu La Nyalla Mattaliti pun sudah bosan saya lihat. Itukan dari partai pohon beringin semua. Terutama LNM yang orang KADIN plus ikutan sayap organisasi pohon beringin. Saya tidak yakin kalau hidup ini tidak ada seorangpun yang licik pasti ada dan pernah apalagi semua orang punya kepentingan apakah itu untuk pribadi atau umum, ya Wallahualam. Bahkan pengayom masyarakat juga banyak menampilkan Kebangkitan yang seakan untuk meraup popularitas saja. Mereka para pengadil maupun penegak hukum bahkan dikabarkan menyetting acara 86 di net di TV yang hanya untuk Agenda Setting orang-orang tertentu. Jika anda belajar dasar hadirnya program acara Reality Show di TV maka anda tahu bahwa Reality di TV bukanlah Realita di kehidupan asli. Tapi adalah hasil konstruksi. Negara kita butuh bangkit dari keterpurukan akibat banyak kasus kematian karena narkotika eh kenapa ada yang suruh duduk saja dan jangan eksekusi para terpidana mati? Anda menggaungkan keadilan tapi anda takut sama asing yang padahal juga bergantung sama kita? Ekonomi terpuruk. Katanya sih dibawah 4-5 persen yang seharusnya stabil di 6 persen tapi kenapa ketika negara mau bangkit dengan menyamakan harga BBM di pasar dunia dan mengurangi subsidi malah diprotes? Bukankah semua kebijakan punya baik buruk? Lucunya negeri kita dan orang-orang yang merupakan opinion leader tidak sadar bahwa mereka lebih suka ngomong dulu benar atau gak urusan belakang. Ketika KTT Asia Afrika ke 60 di rayakan dan muncul kegiatan napak tilas atau historical walk entah kenapa ada mereka yang membuat kerusuhan di medsos dengan mengatakan kenapa ada Megawati dan Puan Maharani di barisan depan dekat pemimpin negara Asia Afrika? Padahal mereka berhak karena diundang sebagai keluarga penggagas KAA. "Tenang thur yang penting ngomong dan bikin sensasi dulu, benar apa gak kan bisa ntar..." "..........." Masih banyak hal yang sebenarnya bangkit dengan kesadaran diri tapi diruntuhkan oleh bangsa kita juga oleh mereka yang tidak senang akan kehidupan yang saling berikatan antar warga negara, Iya itulah Mereka yang Tidak Tahan Gravitasi; Mereka yang ikutan Bangkit yang katanya demi kepentingan bangsa tapi juga meruntuhkan demi kepentingan bangsa (bangsa? komunitarian atau sektarian?). Selamat Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2015! Memang baik untuk menyadari hidup kita juga bergantung dengan gravitasi tapi jika tapi jika sesuatu hal harus bangkit tapi juga dijatuhkan atau dirubuhkan oleh mereka yang Indonesia juga apalah arti Kebangkitan Nasional. Ganti aja jadi Kebangkitan Komunitarian atau Sektarian :) Ditulis oleh Fathurrahman Helmi. Jiwanya untuk Aceh, Fisiknya Oriental tapi Hatinya berlabuh di Bandung. Lahir untuk mengamati dan diamati orang lain. Penulis Buku Kumpulan Puisi “Aku, Bola dan Sepatu”. Moderator Bedah Buku dan Seminar di Universitas Telkom. Menyukai dan Terpengaruh oleh Karya Kahlil Gibran dan Imam Al-Ghazali. Menulis Opini tentang Filsafat, Komunikasi, Politik hingga Komedi. Mahasiswa Konsentrasi Marketing Komunikasi, S1 Ilmu Komunikasi, Universitas Telkom.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H