Semua isu tersebut justru dihadirkan dengan begitu subtle, padat, dan terasa pekat, tanpa terasa adanya tendensi provokatif. Hal tersebut yang membuat aspek naratif film ini memiliki muatan yang begitu berisi dan berhasil tersampaikan dengan baik.
Cara Usmar dalam bercerita terasa sangat tertata. Lihatlah bagaimana Usmar mengawali dan mengakhiri filmnya, dibuka dengan Iskandar yang berlari dikejar-kejar tentara saat jam malam dan beruntungnya ia masih selamat dari sergapan.
Ditutup dengan kondisi yang nahas, Iskandar yang kali ini tertembak saat pengejaran jam malam tepat di depan rumah tunangannya, Norma. Sebuah repetisi yang seakan mengalegorikan degradasi moral Iskandar yang terdampak oleh situasi dan realitas sosialnya.
Repetisi lainnya pada saat momen kelam Iskandar yang harus menembak satu keluarga tak bersalah saat masih di medan perang. Saat itu, ia bertugas sebagai algojo pemegang senapan dan Puja yang bersorak “Tembak!”.
Momen tersebut yang kemudian mengusik kepala Iskandar sepanjang cerita dan menjadi pemicu paling kuat dari pergolakan batin dirinya. Kemudian terulang saat Iskandar dan Puja yang akhirnya memutuskan untuk mendatangi rumah Gunawan.
Iskandar sudah menyudutkan Gunawan sambil mengacungkan moncong pistol ke arah Gunawan, hingga kemudian Puja kembali bersorak “Tembak!”. Kejadian tersebut malah kembali menambah rentetan penyesalan Iskandar, yang pada akhirnya terjebak pada paradoks dendam dan penyesalan berujung nahas.
Naratif Usmar yang berhasil mengais empati penonton turut menjadi “kesaktian” cara penceritaanya. Dari seluruh tokoh yang mewarnai film ini, tokoh Laila lah yang membuat saya sangat berempati.
Bagaimana Usmar berhasil menggambarkan karakter Laila yang centil sekaligus menyimpan luka yang bisa terasa menyakitkannya juga saat menonton. Lewat tokoh Laila pula, Usmar menggambarkan nasib malang rakyat kelas bawah yang punya banyak angan yang tak pernah pasti. Majalah-majalah fashion dan lifestyle Amerika yang dimiliki Laila, sekilas menggambarkan dominasi kapitalisme barat di negara bagian ketiga.
Pendekatan sinematik yang digunakan Usmar dalam film ini memiliki kemiripan dengan film-film noir Hollywood, mengingat ini merupakan film yang Usmar produksi setelah menyelesaikan studi filmnya di Amerika Serikat.
Treatment kamera dan penataan blocking dalam film ini terasa cukup modern di eranya. Salah satu yang khas adalah visual hitam-putih yang kontras lewat penggunaan hard lighting dan chiaroscuro.