Berakhirnya Perang Dingin, Sebuah peristiwa yang gagal dijelaskan oleh teori-teori tradisional seperti realisme dan liberalisme. Kegagalan ini mungkin dapat dikaitkan dengan beberapa inti prinsip dari teori mereka, seperti keyakinan bahwa negara adalah aktor yang mementingkan diri sendiri yang bersaing mendapatkan kekuasaan dan distribusi kekuasaan yang tidak setara di antara mereka. Dengan memiliki fokus dominan pada terhadap negara, mungkin hal inilah teori-teori tradisional belum membuka banyak ruang untuk mengamati agensi individu. Harusnya, tindakan rakyat biasa lah yang memastikan berakhirnya Perang Dingin, bukan tindakan negara atau organisasi internasional.
Kebuntuan inilah yang membuat munculnya konstruktivisme yang mencoba dan menjembatani masalah tersebut untuk mengetahui bagaimana masalah tersebut bisa terjadi. Dan menjadi pembeda dari paham-paham lain. Terutama pada paham realisme, liberalism dan bahkan neoralis dan neoliberalis  Teori konstruktivisme menyatakan bahwa individu melakukan interpretasi dan bertindak menurut berbagai kategori konseptual yang ada dalam pikirannya. Realitas tidak menujukkan dirinya dalam bentuk yang kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara seseorang melihat sesuatu (Morisaaan, 2009:107).
 Ada dua gagasan yang menjadi kunci Konstruktivisme yang relevan bagi studi HI :
- Keyakinan bahwa struktur-struktur yang menyatukan umat manusia lebih ditentukan oleh shared ideas (gagasan-gagasan yang diyakini bersama) dari pada kekuatan material.
- Kepercayaan bahwa identitas dan kepentingan aktor-aktor lebih ditentukan oleh shared ideas dari pada faktor alam.
Dari pernyataan diatas bahwa sebenarnya tindakan aktor tidak selalu ditentukan oleh motif,alasan, dan their intereset ( kepentingan mereka) akan tetapi lebih kepada interaksi uang dibuat oleh antar individu dalam lingkungan sekitarnya (struktur sosial, politik, ekonomi, budaya dan lain sebagainya). Konstruktivisme menempatkan individunya setara dengan kedudukan negara dalam membangun dan memperngaruhi politik global.
Berbeda dengan perspektif paradigma arus utama yaitu Realisme, Liberalisme maupun lainnya yang memberikan penekanan kuat pada para pelaku dan aneka pola hubungan di anatara mereka, Konstruktivisme justru lebih melihat pada beragam dimensi yang bersifat konstruksi gagasan sebagai akibat interaksi di antara para aktor, seperti wacana, opini, isu, nilai, identitas, norma, budaya serta lainnya. Konstruktivisme meyakini aneka konstruksi gagasan kolektif tersebut merupakan produk kolektif dari berbagai interasi dari aktor-aktor dalam ranah empirik.
Jadi Paradigma ini juga akan memperkaya paradigma yang ada karena memberikan dasar moral bagi hubungan antar negara. Konstruktivisme dianggap mampu menjadi jembatan baru yang tidak hanya mampu menghadirkan kritikan saja seperti yang dikemukakan Price dan Reus Smit "constructivism can make a vital contribution to the development of critical international theory, offering crucial insights into the sociology of moral community in world politics. The advent of constructivism should thus be seen as a positive development, one that not only enables critical theorists to mount a more powerful challenge to neorealism and neoliberalism, but one that promises to advance critical international theory itself" (Richard Price dan Christian Reus-Smit, "Dangeraou Liaisons? Critical International Theory and Constructivism".
Referensi :
Meilindia, Rizka, Â Â "Konstruktivisme dalam Hubungan Internasional", Â Â Â download Maret 2020
Rachmawati, Iva, Â Â "Konstruktivisme sebagai Pendekatan Alternatif dalam Hubungan Internasional", download Maret 2020
Pramono, Sugiyarto. Purwono, Andi, Â Â " Konstruktivisme Dalam Studi Hubungan International : Gagasan dan Posisi Teoritik",download Maret 2020
Mcglinchey, Stephen. Walters, Rosie. Scheinpflug, Christian, Â Â "International Relations Theory", Â Â Â Â download Maret 2020