100 Kepala Keluarga yang  tinggal  Haruyan  Dayak Kawasan Pegunungan Meratus Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Propinsi Kalimantan Selatan  memiliki profesi petani karet dan Peladang berpindah, luas lahan kurang lebih 900 hektar yang dimiliki perorang ataupun kelompok  memungkinkan mereka untuk dapat melakukan masa tanam siam buyung tiga kali dalam setahun.
Mantan Pembakal Haruyan Dayak Mansuni menuturkan untuk dapat menanam hingga panen Siam Buyung, padi lokal yang harganya mahal, berasnya terkenal khas harum dan nasinya gurih lezat dibutuhkan waktu 5 bulan 10 hari, dengan lahan yang  dibakar untuk sekali tanam.
Sebelum Pembakaran lahan, katanya pemilik lahan akan memanggil pemilik kebun atau lahan disekitarnya untuk menyampaikan rencana pembakaran dan membuat batas-batas pembakaran seperti dengan kayu agar api tidak merusak kebun orang lain, bisa didahului dulu dengan penyemprotan  rumput atau pun ilalang.
Setelah pembakaran, dijelaskannya lahan dibersihkan dan ditanami benih Siam Buyung dengan cara Tugal atau batuan pasak dari kayu yang ditumbukkan ke tanah sehingga membuat pola lubang yang kemudian disemai benih, Siam Buyung termasuk padi yang bisa tumbuh di lahan kering tapi subur  serta tidak banyak membutuhkan perhatian khusus seperti pemupukan dan penyemprotan berbeda dengan berladang di sawah.Â
Untuk panen, katanya harus dilakukan pula dengan cara mengetam dengan alat tradisional yang disebut "Ranggaman" terbuat dari kayu dengan pola segi empat kecil ada pegangan dari bambu disisi kiri kananya untuk digengam ditangan, dan diujungnya ada potongan silet yang ditancapkan untuk memotong tangkai padi dari batangnya.
Panen tidak bisa dilakukan dengan arit, katanya dikarenakan padi Siam Buyung tinggi-tinggi dan padinya mudah rontok sehingga dikhawatirkan hasil panen akan berkurang karena padi berjatuhan ditanah dan untuk memisahkan padi dengan tangkainya petani menggunakan cara tradisional yaitu "diirik" atau digiling dengan kaki sampai padi terlepas dari tangkainya tidak menggunakan mesin perontok.
Ketidaksuburan lahan untuk ditanami keduakali, katanya menjadi alasan petani  untuk membuka lahan baru untuk dibakar lagi, sementara lahan lama akan didiamkan bahkan sampai 5 tahun tidak digarap.
Pemerhati Lingkungan dan Pembina Warga Adat Meratus dari Bina Potensia Gajali Rahman mengungkapkan keprihatinannya terhadap pembakaran lahan hutan untuk pertanian, menurutnya pola pikir lahan baru subur setelah dibakar adalah anggapan lama yang perlu diluruskan, kesuburan tanah dapat dirangsang dengan pupuk organik atau pun kimia.
"Perlu Kerja Keras dari banyak pihak memberikan kesadaran dan pembinaan kepada warga, walau pun mereka sudah dapat hidup menetap dan tidak berpindah-pindah lagi, hendaknya juga diikuti perladangan yang menetap sementara lahan yang ditinggalkan baiknya ditanami tanaman hutan yang produktif seperti karet"katanya.
Dijelaskannya, pembakaran lahan hutan untuk pertanian akan merusak keragaman fauna dan hayati , polusi udara dan berbahaya untuk diri petani dan lingkungan sekitarnya apalagi di musim kemarau, api pembakaran lahan berskala besar sulit dikendalikan dapat merambat ke kawasan hutan lindung di sekitarnya.Â