Mencapai target emisi nol bersih memerlukan upaya penekanan sehingga diperlukan kebijakan yang selaras dengan komitmen politik dan dukungan dari institusi keuangan. Penyebab utama dari perubahan iklim karena emisi karbon yang tinggi sehingga berdampak pada lingkungan dan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, langkah-langkah strategis perlu diambil untuk mengurangi emisi dan beralih ke sumber energi yang lebih berkelanjutan.
Sektor energi menjadi penyubang emisi gas rumah kaca tertinggi mencapai 638,8 juta ton CO2 equivalent pada tahun 2019 menurut Laporan Inventariasasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Monitoring, Pelaporan dan Verifikasi (MPV) oleh KLHK. Kondisi ini tidak lepas dari penggunaan batu bara yang masih tinggi. Penggunaan energi berbahan bakar fosil seperti batu bara masih tinggi di Indonesia yang pada tahun 2021 mencapai 61,5% untuk produksi listrik. Padahal penyumbang emisi karbon terbanyak adalah dari sektor energi yang masih bersumber dari bahan bakar fosil (Radita, 2023).
Pertama-tama, pemerintah harus merumuskan kebijakan yang jelas dan terukur dalam menangani emisi karbon. Kebijakan ini harus mencakup pengaturan yang ketat terhadap sektor industri, transportasi, dan energi. Pengenalan insentif bagi perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi bersih dan energi terbarukan sangat penting. Misalnya, memberikan subsidi untuk penggunaan energi terbarukan dapat mendorong lebih banyak perusahaan untuk beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan.
Kebijakan insentif pajak misalnya pajak perusahaan/badan dikurangi 45% sampai tahun kesepuluh kemudian mulai tahun ke sebelas dikurangi 10%. Begitu juga dengan kebijakan subsidi akan mulai dikurangi setelah 10 tahun beroperasi. Pengenaan bea masuk dan sewa lahan misalnya diperlakukan lagi setelah tahun ke sepuluh. Skme seperti in akan mendorong banyak investor yang mau berinvestasi dalam proyek pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Disisi lain pemerintah Indonesia perlu mengenakan pajak yang lebih tinggi dan mengurangi subsidi kepada perusahaan yang bergerak di industry energi fosil. Kareana tersedianya enrgi alternatif maka diharapkan perusahaan yang bergerak di sektor energi yang memanfaatkan bahan bakar fosil mulai beralih ke energi terbarukan (Radita, 2023).
Komitmen politik juga menjadi kunci dalam mencapai target ini. Tanpa dukungan dari para pemimpin politik, kebijakan yang ada mungkin tidak akan diimplementasikan dengan efektif. Oleh karena itu, penting bagi pemimpin untuk menyuarakan pentingnya aksi iklim dan menunjukkan dedikasi mereka melalui tindakan konkret. Hal ini bisa mencakup pertemuan internasional, di mana negara-negara berkomitmen untuk mengurangi emisi secara global dan berbagi teknologi ramah lingkungan.
Bank Sentral memiliki tanggungjawab untuk menjaga stabilitas keuangan dan eknomi makro sehingga ikut berperan serta dalam menangani terkait iklim dan lingkungan. Salah satu dampak perubahan iklim yang diakibatkan peningkatan emisi karbon adalah cuaca ekstrim (kekeringan atau intesitas hujan yang tinggi). Jika kondisi ini dibiarkan maka akan mempengaruhi pangan. Gagal panen yang dialami petani akan mengakibatkan kelangkaan terhadap bahan kebutuhan pokok dan bahan baku untuk industri tertentu. Efek lanjut dari situasi ini akan menyebabkan kondisi eknomi tidak stabil dan akan mengalami inflasi atau bahkan resesi. Maka dari itu, Bank Indonesia perlu ikut peran serta dalam pengurangan emisi karbon. Pembiayaan melalui kredit hijau diharapkan memberikan bunga yang rendah sehingga dapat mengurangi biaya bunga yang ditanggung oleh perusahaan. Bunga yang rendah juga semestinya diberikan kepada perusahaan yang memiliki komitmen dan terbukti berhasil mengurangi emisi karbon dari aktivitas operasionanya (Radita, 2023).
Selain itu, dukungan dari institusi keuangan sangat penting untuk mewujudkan kebijakan tersebut. Institusi keuangan harus berperan aktif dalam mendanai proyek-proyek yang mendukung transisi energi bersih. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan pinjaman dengan suku bunga rendah untuk proyek energi terbarukan atau memberikan hibah untuk penelitian dan pengembangan teknologi yang ramah lingkungan. Institusi keuangan dapat mempercepat transisi ke ekonomi yang lebih berkelanjutan dengan cara menyediakan akses ke sumber daya keuangan.
Namun, tantangan besar tetap saja ada. Diantaranya keterbatasan anggaran, resistensi dari industri tradisional dan kurangnya kesadaran publik dapat menjadi penghalang dalam mencapai target ini. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung kebijakan emisi nol bersih.
Kesimpulannya, mencapai target emisi nol bersih memerlukan sinergi antara kebijakan yang kuat, komitmen politik yang nyata dan dukungan dari institusi keuangan. Melalui pendekatan yang holistik dan kolaboratif, kita dapat bergerak menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan mengurangi dampak perubahan iklim bagi generasi mendatang.
Referensi