Fathul Bari
Transisi energi hijau menjadi fokus global yang semakin mendesak untuk menghadapi tantangan perubahan iklim dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Pada konteks ini, green hydrocarbon, yang dihasilkan dari sumber bahan baku terbarukan, muncul sebagai solusi inovatif.
 Proses peningkatan produksi green hydrocarbon, khususnya melalui minyak nabati dan fatty oil, dapat menjadi langkah strategis dalam mencapai tujuan keberlanjutan energi.Â
Kebutuhan minyak bumi Indonesia begitu besar, sekitar 1,8 juta barel per hari. Konsumsi yang tinggi membuat pemerintah terpaksa mengimpor skitar 800 ribu barel per hari. Hal ini menungjukkan tingkat konsumsi kita melebihi produksi (Fikri, 2021).
Green hydrocarbon adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan dari sumber terbarukan, seperti minyak nabati, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Minyak nabati, seperti minyak kelapa sawit, minyak kedelai, dan minyak jarak, memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi green hydrocarbon.Â
Proses konversi ini melibatkan berbagai teknologi, seperti transesterifikasi dan pirolisis, yang mampu mengubah fatty acid dari minyak nabati menjadi senyawa hidrokarbon yang ramah lingkungan.Â
Berdasarkan data stasistik terakhir yang dicatat oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi di bawah naungan Kementerian Sumber Daya dan Mineral pada tahun 2012 hingga 2017 tumpahan mintak di Indonesia secara berturut-turut sebesari 197;2.071;46;91;549,87; dan 61,34 barrel. Pada tahun 2020, perairan kepulauan seribu menjadi sasaran baru dari tumpahan minyak yang belum diketahui berapa banyak jumlahnya (Fikri, 2021).
Peningkatan produksi green hydrocarbon melalui variasi minyak nabati tidak hanya memberikan manfaat lingkungan tetapi juga dapat meningkatkan ketahanan energi. Melalui adanya diversifikasi sumber bahan baku, kita dapat mengurangi ketergantungan pada satu jenis minyak nabati, serta meminimalkan dampak terhadap ekosistem dan keberagaman hayati.Â
Selain itu, penggunaan minyak nabati yang berkelanjutan dan bersertifikat dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, yang merupakan komponen kunci dalam mitigasi perubahan iklim.Â
Melalui pemutusan CO2 di gugus karboksil dekarboksilasi dan pemendekan raintai karbon melalui metode cracking dengan bantuan katalis kita akan mendapatkan hidrokarbon hijau murni terbarukan yang berguna di sektor hilir dalam pembuatan green fuel energy sperti green diesel, green gasoline, green LPG, maupun green avtur (Fikri, 2021).